Rabu, 14 Januari 2009

PRODUK KREATIF TIDAK TEREKSPOSE

Indonesia sebenarnya tidak kekurangan kreator dan inventor, yang banyak itu tidak terekspose ke masyarakat secara luas, hal ini disebabkan oleh beberapa hal (a) wilayah Indonesia yang luas, tersebar di lima pulau besar, dan ribuan pulau kecil. (b) transportasi dan sistem informasi yang masih belum memadai. (c) terbatasnya kemampuan media massa untuk meliput di wilayah yang luas tersebut, dan cendrungnya media massa yang kota sentris, (d) sistem informasi yang perlu dibenahi di perguruan tinggi dan lembaga penelitian baik pemerintah maupun swasta, (e) para kreator dan inventor asyik dengan kreasinya, kurang memikirkan publikasi, (f) banyaknya pembajakan hak cipta, sehingga kreator lebih senang kerja dan memanfaatkan hasil karyanya dengan diam-diam, sedangkan untuk mengurus hak cipta atau hak paten, merek sulit, membutuhkan waktu dan biaya.
Banyak hasil temuan teknologi di perguruan tinggi dan lemabaga penelitian baik yang sudah mempunyai hak cipta maupun yang belum tidak diproduksi secara masal, karena belum ada industri yang bersedia memproduksi secara komersial, dilihat dari situs situs di perguruan tinggi maupun lemabaga penelitian jarang ada informasi tentang produk-produk apa saja yang sudah bisa diciptakan. Kalau ada inventor yang berkeinginan hasil karyanya untuk diproduksi secara komersial, menjajakan secara individu kepada industri atau lemabaga pemerintah.
Sudah saatnya barangkali ada suatu pameran khusus untuk para kreator, dan situs khusus, atau jaringan yang menyajikan khusus untuk mereka ini. Lembaga ini dikelola oleh pemerintah, baik pusat atau daerah, sehingga kita tidak tergantung pada produk-produk impor.
Inventor-inventor kecil di pedesaan, karena desakan hidup dan kebutuhan dengan kearifan lokalnya sudah dapat menciptakan suatu produk baru, sistem baru sesuai pula dengan lingkungannya yang dikenal dengan teknologi tepat guna baru, yang paling banyak disektor pertanian, lingkungan hidup, seperti bibit baru, pestisida dan pupuk organik, metoda bercocok tanam, memelihara ternak, pakan ternaka, memelihara ikan, pakan ikan. Ini hampir tidak terekspose, kecuali secara kebetulan. Motivasi penemuanya hanya menolong diri, keluarga dan komunitas saja, sudah terpenuhi mereka puas, mereka tidak peduli dengan hak intelektualnya, meminta ke Depkumham, mereka tidak mampu, mempertanggung jawabkan secara ilmiah juga tidak mampu. Terekspose dan dapat digunakan oleh orang lain mereka puas dan ikhlas, karena keyakinan akan menadapat pahala, apalagi mendapat penghargaan dari pemerintah plus sedikit uang, sampai mati dan anak cucu membanggakan plus orang sekampung.
Ekspose untuk inventor kecil-kecil ini dilakukan dari mulut kekuping saja, syukur kalau Pak Kades ikut mempromosikannya. Inventor kelompok ini tertolong menyebarluaskan informasi oleh para blogger sukarela, atau pers komunitas memalui internet. Perlu dipikirkan jaringanbloger yang menyebar luaskan temuan-temuan baru kecil-kecil oleh orang kecil namun hasilanya banyak menolong orang kecil dan meringankan tugas pemerintah, dan nama baiknya dan temuanya dibajak oleh orang besar, mereka tidak tahu.
Dalam merespon temuan-temuan baru ada beberapa kemungkinan terjadi, pertama dicemooh, kedua dikritik habis tanpa ampun, ketiga dikalaim mengambil hak cipta orang lain, keempat digunakan untuk mencari muka untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, kelima dibina sampai berkembang, keenam dibinasakan dengan ditipu orang “cerdik buruk”, ke tujuh dipuji dan diberi penghargaan. Yang baiknya kalau hasil kurang sempurna jangan diiejek, dimotivasi saja untuk penyempurnaan, kalau hasilnya baik dimotivasi untuk lebih baik lagi, dimanfaatkan sebaik-baiknya, diekspose, diberi imbalan dari jerih payahnya dan penghargaan baik oleh pemerintah atau lembaga lain.
Bagi inventor kecil yang dibutuhkan kritik sebagai suplemen, bantuang keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adan pengembangan temuanya, dan penghargaan yang wajar. Sangat menyakitkan bagi mereka cemoohan dan kritik pedas, jangan kita jadi pembunuh kreativitas.
Sdr Ir. Dede Martino MP, dosen Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, telah menemukan lebih tiga puluh alat-alat pertanian baru dan pengohan hasil pertanian, satu diantaranya telah terdaftar pada Ditjen HaKi, yaitu mesin pengolah sampah organik fortable dikenal dengan nama TeknoMartino, yang menghasil pupuk organik cair yang sangat membantu dalam memelihara kebersihan lingkungan, dan membantu petani dalam mengadakan pupuk organik, pengganti pupuk anorganik yang semakin mahal, tidak terekspos disitus kampusnya. Nasib yang sama banyak dialami peneliti di perguruan tinggi dan lembaga penelitian.[Jambi, 140109].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar