Sabtu, 30 Mei 2009

PERLOMBAAN POLITIK

Bulan bulan mendatang kita melakukan Pemilihan Presiden, suatu arena pertandingan politik akbar, yang hasilnya lebih nyata dibanding dengan Pemilihan Umun Legislatif, dan biasanya lebih seru, tanda tanda akan seru tersebut telah terlihat sekarang.

Pemilihan presiden tahun 2009 ini akan lebih seru dibanding dengan pemilihan presiden sebelumnya, karena para pasangan para calon, secara individual mempunyai popularitas yang sama, kemudian setiap pasangan calon ada jenderalnya, jadi kemungkinan semua pasangan calon selain mempergunakan strategi politik yang lazim digunakan oleh para politikus, tidak tertutup kemungkinan mempergunakan strategi militer dalam memenangkan pertempuran, termasuk teknik intelligence meliter dalam mengumpulkan informasi pihak saingan. Sudah ada yang mengatakan akan menggunakan teknik gerilya dalam mencari dukungan oleh masing-masing tim sukses. Keadaan ini sangat dimungkinkan, karena konon kabarnya ketua masing-masing tim sukses adalah mantan jenderal. Dan yang tidak saya harapkan menggunakan strategi spionase militer dalam melumpuhkan pihak lawan, karena pemilu bukan arena perang dengan negara asing, tetapi pesaingan politik dalam kerangka demokrasi.

Pada pemilu legislatif yang lalu dalam kampanye, telah menggunakan gabungan strategi komunikasi pemasaran dan komunikasi politik, termasuk strategis dan taktisnya, dalam pengumpulan informasi bagi partai politik besar, telah pula menggunakan market intelligence, sadar atau tidak sadar, karena mereka telah menggunakan konsultan dalam kampanye. Pada pemilihan presiden yang akan datang akan menjadi tiga disiplin ilmu akan bermain yaitu strategi dan taktis komunikasi pemasaran, politik dan militer. Tidak ada yang salah sepanjang pemilu itu dilihat sebagai suatu perlombaan politik, untuk menjadi pemenang demi kesejahteraan rakyat, melalui mendapatkan kekuasaan politik, atas ridha Allah. Dan jangan terjemahan sebagai pertandingan politik, menang melalui menghancurkan lawan.

Jadi dalam mengamat perkembanganya juga dengan pendekata tiga disipli ilmu tersebut, tidak cukup dengan pendekatan ilmu politik saja, bisa salah analisa dan salah kesimpulan.

Untuk lebih mempermudah pengertian perbedaan pertandingan dengan perlombaan, akan familiar dengan contoh olah raga tertentu. Perlombaan, seperti lari seratus meter, ada atura, ada jalur, ada taktis, ada strategis, ada power. Pada perlombaan itu, para peserta berlari pada jalur tertentu, tanpa ada menyinggung pihak lain.

Sedang pertandingan, sebagai contoh saya ambil contoh olah raga tinju, ada aturan, ada taktis, trategis, wasit, power, tetapi tidak ada jalur. Menang dengan melumpuhkan lawan, memukul bagian-bagian tubuh yang vital, atau barkibat vatal, yaitu geger otak sehingga KO pertandingan dengan full body ccntacks.

Apalagi pada pemilu mendatang ada tiga pasang, kalau pemilu tersebut seperti pertandingan tinju. Tiga pasang bertanding dalam satu arena, bisa tanding keroyokan, yang kuat dikeroyok sampai KO, kemudian setelah itu lapis berikutnya, baru bertanding ulang, bisa yang menjadi pemenang bukan yang terbaik, karena yang terbaik telah KO di ronde awal. Yang rugi adalah seluruh bangsa selama lima tahun.

Kalau melihat fenomena yang ada sekarang apa yang digunakan apakah perlombaan atau pertandinga seperti yang diilustrasikan diatas, kalau saya melihat ada yang ingin berlomba, maka ia menyapa dengan saingan politik, tetapi ada yang ingin bertanding, menyapa dengan lawan politik.

Saya mengharap dan barangkali semua rakyat yang mempunyai kesadaran politik, mengharapak pemilihan besok ini dijadikan perlombaan akbar, yang berbudaya dan santun, tidak ada yang cedera karena lawan, tetapi kalah karena ketidak mampuan diri sendiri meyakinkan masyarakat dengan program yang berorientasi kepada kebutuhan, dan harapan rakyat, tidak ada kampanye kotor, dengan menyebut kelamahan atau kekurang lawan, tetapi bisa membuat program yang dapat memperbaiki kelemahan lawan.

Calon presiden juga manusia, yang punya kelebihan dan kekurang. Calon presiden dan wakil presiden semuanya pernah menjadi petinggi di negara ini, masing-masing punya kelebihan dan kekurang serta kekhilafan dalam memimpin bangsa ini, baik kapasitas presiden, wakil presiden, menteri, jenderal. Sebagian anak bangsa ini tahu jejak kariernya. Dengan menyebut kekurang saingan, akan saling membuka borok saja, dan akan membuat dendam politik. Kalau para elite mempunyai dendam politik, tentu akan melukai hati anak bangsa, melukai hati orang baik-baik. Pemaaf adalah cara yang elegan.

Kepada elite-elite yang lain jangan kondisikan pemilihan presiden ini sebagai pertandingan tinju, mengkompori situasi, karena karena bisa terjadi kebakaran politik nasional, yang bisa menyebabkan perkelahian di akar rumput yang terprovokasi. Kalau itu terjadi perlombaan yang indah dan elegan menjadi pertandingan yang diikuti oleh kerusuhan massa, tak obahnya seperti pertandingan sepak bola nasional. Amit amit cabang bayi, amit amit cabang bayi. Dasril Daniel, 30 Mei 2009.

Sabtu, 23 Mei 2009

ANDAI KATA SAYA JADI BUPATI

Siapapun bisa mengandai-andai, andai-andai itu suatu lamunan, tidak ada yang bisa melarang, itu betul-betul hak azazi manusia yang paling azazi, dan tidak perlu perlindungan KOMNAS HAM, atau KOMISI HAM PBB, tentu kalau lamunan itu ada dalam hati atau pikiran, tetapi kalau lamunan itu diucapkan dengan lisan atau ditulis, agak punya resiko di cimeehkan orang dengan kata-kata populer “sipungguk ridukan bulan” atau mersi (miring sedikit), atau dikatakan orang gila. Jadi orang gila juga enak barangkali, karena tidak dimakan hukum, orang gila kalau korupsi, tidak berurusan dengan KPK, orang gila membunuh tidak masuk lapas, paling masuk rumah sakit jiwa. Jadi orang gila adalah status yang paling hebat, sakitnya orang gila tidak ada yang dipercaorang.

Kali ini saya melamun jadi bupati. Saya bagi lamunan saya pada anda semua, lamuan itu antara lain:

1.Semua mebel yang ada di ruang kerja saya, semuanya buatan daerah tersebut, kendati penampilanya sederhana, saya akan pakai, dan begitu juga mebel dikantor SKPD, dan kantor instasi pusat di daerah. Pada mebel tersebut dicatumkan kata “buatan kabupaten anu”. Mungkin mebelnya kualitas dan desain masih kurang, saya tugaskan, dinas yang menangani industri untuk membina dan diadakan pelombaan desain mebel.

2.Pada rapat, harus mengkonsumsi kuliner tradisonal kabupaten tersebut, yang bahan bakunya tersedia di kabupaten tersebut, termasuk menyuguhkan kepada tamu kehormatan kabupaten. Kalau penampilanya sederhana, atau rasa kurang berkenan dengan selera orang luar, saya minta Tim Gerakan PKK, dan SMK jurusan boga, untuk mengadakan modifikasi dan perlombaan. Dan saya akan tegas, akan melarang kuliner yang berbahan baku terigu, yang seratus persen impor, untuk urusan pribadi teserah saja.

3.saya akan menggunakan mobil butan dalam negeri, dan melarang pembelian mobil yang build up impor, termasuk untuk kendaraan tamu.

4.Pengadaan barang keperluan dinas menggunakan produksi dalam negeri, tidak ada komponen bangunan yang menggunakan bahan impor, karena semuanya sudah ada buatan dalam negerinya, sepanjang produksinya buatan lokal, harus menggunakan buatan lokal


5.Saya akan copot kepala SKPD yang dalam pengadaan barangnya mengunakan barang impor, sepanjang buatan dalam negerinya ada, dan inspektur daerah akan saya perankan untuk mengecek kebenaranya, yang dibantu oleh Dinas terkait seperti PU dan Peridustrian untuk membatu pengecekan barang dan bangunan. Sertiap kotrak dengan pihak ketiga harus mencantumkan penggunaan produksi dalam negeri. Ternya ada, maka barang tersebut dikembalikan, bahan bangunan diganti atas tanggungan pemborong karena melanggar kontrak.

Kepala unit vertikal yang saya tidak berwenang menggantinya, bila ketahuan tidak menggunakan kuliner tradisonal, mebel lokal, menggunakan produk impor, sedangkan produksi dalam negerinya ada saya usulkan untuk diganti, karena tingkat rasa nasinalnya rendah, tidak peduli dengan produksi dalam negeri dan produk lokal, artinya orang yang tidak pantas jadi pejabat. Orang bermental anak jajahan tidak pantas menjadi pemimpin di negeri ini.

5.Pada setiap hari tertentu, semua pegawai negeri di Kabupaten yang saya pimpin, harus pakai batik, dan setiap acara informal saya akan menggunakan batik temasuk istri saya, dan mencantumkan setiap undangan acara informal, agar undangan mengenakan batik atau pakaian tradisonal yang sesuai dengan keadaan. Batik dan pakaian tradisonal adalah lambang nasionalisme dan produksi dalam negeri. Saya akan kembangkan batik di daerah saya, dengan ragam hias lokal, kendati mutunya kurang baik, saya akan pakai, dan saya menghimbau pejabat mengenakan batik dengan ragam hias terdisonal dan buatan kabupaten saya itu, bila produksi telah memungkinkan, saya akan wajibkan pegawai negeri mengenakan batik lokal pada hari tertentu.

6.Saya akan hilangkan pakaian dinas yang mengarah seperti pakaian militer, pakai polet dan kantong tertutup. Pakaian dinas saya sesuaikan dengan tugas-tugas khusus, guru tidak pakai uniform, puskesmas, rumah sakit uniformya disesuaikan sebagai dengan dengan tugasnya sehari-hari. SARPOL PP tidak mengenakan uniform seperti Brimob, atau tentara, yang bisa mempengaruhi ia bertinda. Pakaian itu adalah komunikasi non verbal yang bisa mempengaruhi pemakainya dan orang lain, melalui pakaian saya ciptakan birokrasi yang dekat dengan rakyat, pelayan yang baik dan santun, bukan seperti legiun asing dalam perang

Azan Magrib berkumandang, lamunan saya hentikan [Jambi, 23/05/09]

CINTAI MEREK DAGANG NASIONAL

Merek, brand, cap atau nama. Kata shakepere, apa artinya nama, tetapi tidak bagi urusan bisnis atau ekonomi, merek adalah uang, aset, keuntungan dan devisa. Suatu iklan yang sangat bijak “apakah yang dimakan mereknya ?” Saya tidak tahu, berapa triliun rupiah atau milyar dollar uang kita, uang anak bangsa ini yang mengalir keluar negeri untuk membayar royalti merek, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu.

Mari kita lihat disepanjang jalan kota besar, hotel, rumah sakit, mobil, sepeda motor, toko-toko, restoran, warung kopi, supermarket yang menggunakan merek asing. Lebih lanjun kita perhatikan produk makan, minuman, perlengkapan pribadi, jam tangan, pakaian, sampai celana kolor adan pakaian dalam, peralatan kantor dan sederet merek produk barang dan jasa, yang menggunakan merek asing.

Dengan bangga para elit politik dan elit lainya mengunakan produk barang dan jasa yang bermerek asing tersebut. Dengan pamer ia meperagakan mondar mandir dengan mobil merek asing dan buatan luar negeri, berapat dihotel bermerek asing, menggunakan pakaian merek asing dan serba luar negeri. Berbarengan dengan itu mereka berteriak nasinalisme, ekonomi kerakyatan, cintai produk dalam negeri, anti kapitalis anti liberalisasi, berjuang demin wong cilik, Orang awam bingung yang benarnya apa, perbuatanya atau perkataanya. Susahnya kita yang berbudaya paternalistis, ikut-ikut pula meniru sesuai kemampuanya. Yang berpunya meniru habis, yang pendapatan sedang semampunya, yang berpendapat kecil, ya sekadar beli sabun mandi, odol, kue kecil, coklat dan barang-barang kecil lainya.

Pengusaha semakin tertarik memproduksi barang dan jasa bermerek asing dengan under lisence, waralaba, atau kemitraan strategi, jangan salahkan mereka, jangan salah rakyat kecil, jangan salah kan pula pemerintah kerena tidak memproteksi, sakitnya menjadi pemerintah yang sekarang, setiap hari makan buah simala kama. Yang salah itu adalah para elite politik, para selebriti, dan pare elit lainya, serta dibiakan oleh media masa terutama media pandang dengar yang sangat pengaruh.

Pertanyaannya apakan ada merek nasional yang merambah keluar negeri, ada tetapi masih sangat terbatas, seperti bidang perhotelan, restoran, pesawat terbang PTDI (CN 235), garbarata. Artinya kita mampu untuk itu, tetapi sayangnya merek tersebut tidak populer di dalam negeri, bahkan menjadi anak tiri.

Kita belajar dari seorang tua legendaris dunia Mahatma Gandhi, dengan politik swadesinya, yang konsiten dilaksankan oleh anak bangsanya, berapa merek mereka berkibar di luar negerinya dan sampai kenegeri kita, negerinya akan menjadi super power baru. Kiat apa, omong doang, lain kata, lain perbuatan, selogan wong cilik, kebangsaan, ekonomi kerakyatan dipakai semasa kampanye saja, sudah itu keluar aslinya, memeting diri sendiri, mau senang sendiri, tidak memikirkan orang lain.

Mengapa sebagian anak bangsa ini terutama elite-nya suka menggunakan merek asing, karena kita masih bermental anak jajahan, ke-Belanda-Belanda-an, suka yang asing-asing. Kita ini Malin Kundang Modern, yang durhaka kepada Ibu Pertiwi, mengunakan nama ibu pertiwi hanya untuk kampanye, sesudah itu jeritan hati Ibu Pertiwi tidak pernah didengar apa lagi diindahkan. Ibu pertiwi kita baik hati, tidak akan nenyumpahi atau mengutuk anak cucunya, tetapi Malin Kundang Modern membuat kutukannya sendiri. Kutukan itu sudah dirasakan oleh anak cucu Ibu Pertiwi, ekonomi kita dijajah asing, selera kita dijajah saing, cara pandang dan cara berpikir kita juga dijajah asing, Ibu Pertiwi sekarang lagi meratap di singgasanyan, karena anaknya Malin Kundang Modern sedang menerima kutukannya sendiri. Entalah.

Jumat, 22 Mei 2009

KITA CINTA MAKANAN TRADISONAL

Makanan tradisonal adalah hasil kreativitas nenek moyang bangsa sendiri, yang selalu dimodifikasi oleh anak cucunya yang kreativ dari dulu sampai sekarang, mungkin bisa belanjut pada masa yang akan datang. Berlanjut atau tidak sangat tergantung pada kita, kalau kita bangga dan senang mengkonsumsi makanan tradisonal itu, tentu akan berlanjut, tatapi makanan tradisonal tidak kita pada tempat yang terhormat dalam hati dan lidah kita, maka makanan tradisonal itu akan punah.

Sekarang masih berlanjut krativitas itu, karena orang yang mencintainya masih banyak, bagaimana dengan generasi yang akan datang. Seseorang akan sangat senang dengan makanan yang biasa dimakannya waktu kecil dan remaja. Anak cucu kita saat ini sudah kita latih sengaja atau tidak dengan makanan dan kuliner asing, maka ketika mereka dewasa, mereka akan mencintai dan bangga dengan makanan dan kuliner asing, jangan salahkan anak cucu kita tersebut, karena kita yang membuat mereka seperti itu waktu mereka anak-anak.

Makanan tradisonal umumnya mengunakan bahan baku dan bumbu yang ada dilingkungannya, sehingga kalau kita cinta, bangga dan mengkonsumsi makanan tradisonal, dan mewariskan kebanggaan tersebut kepada anak cucu, artinya kita cinta kepada produk dalam negeri.

Cinta pada produk pangan tradisonal berarti menciptakan lapangan usaha bagi usaha kecil, pertanian di pedesaan, menciptakan lapangan pekerjaan diberbagai sektor terutama usaha kecil. Orang pintar mengatakan ekonomi kerakyatan. Ekonomi tidak dengan berteriak dimimbar politik, tatapi dengan perbuatan nyata, kendati dengan mengkonsumsi makanan tradisonal, buah dan sayur lokal.

Kalau ada diantara kita yang tidak cinta dengan makanan tradisonal, artinya kita mau merawat warisan nenek moyang kita.

Tidak cinta dengan makanan mungkin kita menjadi Malin Kundang Modern, yang durhaka kepada Ibu Pertiwi, Ibu Pertiwi kita tidak akan mengutuk kita, tetapi kita yang menciptakan kutukan untuk kita sendiri dengan mencipatakan pengangguran, kemiskinan, urbanisasi dan bisa-bisa menjadi kerusuhan sosial. Malin Kundang Modern menciptakan kutukan sendiri.
Sebaliknya, bila kita bangga dengan makanan tradisonal kita, maka makanan tradisonal kita bisa masuk pasar global, bukan tidak ada, kendati sekalanya masih kecil, seperti rendang padang, sate madura, gado-gado betawi, atau restoran padang.

Terpulang kepada kita, akan menjadi Malin Kundang Modern, atau makanan atau kuliner tradisonal merambah pasar global yang setara dengan ayam goreng, roti bantat, roti lapis sayur daging dari negeri sono-no, apa kurangnya kita, tidak banyak, yaitu sebagian diantara kita bermental anak jajahan, bangga dengan produk asing dan selain itu kita banyak tahu yang baik tetapi tidak mau berbuat baik atau kita memang Malin Kundang Modern.

Rabu, 06 Mei 2009

KALAH BUKAN KIAMAT

Hidup adalah persaingan, baik sesama manusia, maupun dengan hewan dan tumbuhan. Manusia ingin jadi pemenang dalam perseingan itu, sehingga manusia selalu berlomba untuk mendapatkan sesuatu. Baik berupa kekayaan, kesenangan, pacar atau apa saja. Semuanya ingin mendapatkan yang terbaik, terbanyak, tertinggi terbesar, tercantik dan lain sebagainya.

Hanya saja dalam perlombaan itu tidak selalu mendapatkan apa yang dinginkan, karena keterbatasan kemampuan dan ada tangan Tuhan yang mengatur diatasnya. Waktu tidak mendapatkan apa yang dinginkan tersebut, manusia memvonis dirinya kalah. Kekalahan sering disikapi dengan keputus asaan, yang diakhiri dengan menciptakan kiamat sendiri dengan bunuh diri.

Kita bisa merefleksikan pikiran kita pada masa lalu, banyak penemuan besar di bidang ilmu pengetahuan, setelah penelitinya gagal berulang-ulang kali.

Banyak hasil karya sastra besar, hasil tulisan sastrawan tersebut ditolah berkali-kali oleh penerbit.

Kita perhatikan pula negara-negara yang kalah pada perang dunia menjadi negara maju, melebih kemajuannya dari negara yang mengalahkannya pada perang dunia tersebut, seperti Jepang dan Jerman.

Apa yang kita lihat sekarang ini, banyak caleg yang kalah dalam pemilu menderita sakit jiwa, Ujian nasional dijadikan momok oleh sementara orang, yang membuat murid-murid kelas terakhir menjadi strees berat, sedang tidak lulus ujian nasional bukan berarti kiamat. Buruh PHK, pejabat kehilangan jabatan, menjadi muram, karena mereka menganggap kehilangan pekerjaan atau jabatan itu adalah kiamat.

Bagi yang menyikapi hal yang tidak mengenakan dalam hidup atau keinginan yang belum atau tidak tercapai, secara positif, hanya dianggap proses hidup, proses pematangan, keberhasilan yang tertunda dan sikap positif lainnya, mereka tidak stress atau dipresi maka akan timbul pemikiran-pemikiran baru yang cemerlang, ada daya dorong baru dalam dirinya, sehingga tercipta loncatan-loncatan baru dalam hidup. Korban PHK menjadi pengusaha sukses. Orang kehilangan jabatan menciptakan gagasan baru.

Kekakalah, kegagalan, tidak tercapai keinginan bukanlah kiamat, kecuali yang punya diri sudah memvonis itu adalah kiamat.


Akal manusia tidak pernah mati, kecuali kalau ia mematikan akalnya sendiri. Sehingga kalau bertemu dengan masalah hambatan atau masalah jangan sebut mati aku, tetapi pikirkan apa akal.

Hidup ini tidak selalu senang, tetapi susah diperlukan juga, seperti yang dikatakatan budayawan Prof Dr Soejatmiko (alm), susah itu, diantara dua senang, senang itu diatara dua senang. Senang dan susah sesuatu yang relatif, tidak ada dikatakan senang kalau tidak ada susah, tidak ada susah kalau tidak ada senang, maka hidup susah juga diperlukan, untuk merasakan kenikmatan senang. Senang-senang susaha, susah-suasah senang, Senang susah, susah senang, nikamati saja. Itulah hidup. (Dasril Daniel)