Minggu, 18 Januari 2009

DOA : VISI, HARAPAN, DAN DAYA DORONG

Dalam hidup ini kita sangat sering berdoa bahkan berkali-kali setiap hari, baik sadar maupun tidak sadar. Kita berdoa dalam hati, dengan suara bergumam atau suara keras bahkan dikeraskan lagi dengan alat pengeras suara serta disebar luaskan melalui media masa visual atau audio visual.
Doa yang kita doakan itu adalah masa depan yang kita harapakan, artinya doa itu adalah visi/cita-cita dan harapan. Doa yang benar adalah doa yang keluar dari hati nurani, yang diperjelas oleh mulut dan lidah (suara).
Hati/qalbu adalah komandan atau penguasa tertinggi dalam diri, ia yang memerintah otak/pikiran/nalar untuk memikirkan bagaimana doa itu tercapai, dan hati akan menggerakan tubuh untuk berupaya mencapai doa tersebut.
Tuhan memerintahkan berdoa, artinya Tuhan memerintah kita hidup bervisi atau bercita-cita. Doa itu tidak akan makbul, kalau kita tidak memikirkan bagaimana upaya untuk mencapai cita-cita tersebut, termasuk tantangan, peluang, habatan dan dorongan yang kita miliki dan kita hadapi. Doa tidak akan tercapai, kalau tidak ada upaya atau ikhtiar mencapainya, maka doa yang benar-benar keluar dari hati nurani akan mendorong orang tersebut mencapai cita-citanya atau doanya. Jadi yang berdoa untuk kita adalah kita sendiri, bukan orang lain, sekurangnya untuk urusan dunia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, yang menentukan atau berpangaruh sangat kuat adalah pemimpin, bukan pengikut, oleh sebab itu yang utama berdoa itu adalah pemimpin untuk pencapaian cita-cita, visi pengikutnya, sehingga memberikan daya dorong pada diri sang pemimpin untuk menggerakan dirinya membawa pengikutnya kepada pencapaian cita-cita. Itulah sebanya para Nabi mendokan umatnya, kendati syakratul maut menjelang, Beliau sadar tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Kalau demikian, doa tidak bisa dipaksa, doa tidak bisa diminta kepada orang lain, doa tidak sekadar diucapkan, doa secara sukarela dengan kesadaran penuh keluar dari hati nurani orang yang bersangkutan.
Meng-amin-kan Doa.
Mengaminkan doa, sama dengan berdoa, keluar dari hati juga, apa bila mendengar orang lain berdoa. Doa yang diminkan itu adalah doa yang benar-benar dimengerti dan disetujui oleh dirinya, sehingga memberikan daya dorong pada dirinya untuk mewujudkan doa yang diamikan tersebut. Jadi mengaminkan doa keluar dari hati nuraninya sendiri, tidak bisa dipaksa dan bukan karena malu dengan tetangga duduk kita dengan keras mengaminkan doa.
Tukang doa, dan tukang aminkan doa.
Banyak kesempatan acara, yang berdoa bukan yang punya hajat yang berdoa, atau pemimpin yang tertinggi diacara tersebut, tetapi minta tolong kepada seseorang untuk berdoa, dia belum tentu berdoa, tetapi mengucapkan kalimat-kalimat doa yang belum tentu keluar dari hatinya, kadang kala tidak tahu pula hakikat isi, dari doa tersebut, yang seperti itu adalah “tukang doa”, sering-sering pula melekat dengan jabatan formal atau nonformalnya di masyarakat.
Para pendengar sang tukang doa, membacakan kalimat doa, dengan berbagai alasan mereka mengucapkan kata-kata amin, kadang kala ia tidak mengerti sama sekali kalimat-kalimat yang ucapkan si tukang doa, maka ia “tukang aminkan” doa.
“doa-doa” (seolah-olah doa), tidak akan makbul atau berhasil, karena tidak ada yang berdoa dan tidak ada pula yang mengaminkan doa, sehingga tidak ada daya dorong dan ikhtiar untuk mewujudkan isi kalimat-kalimat doa tersebut. Acara terbut bukan berdoa, tetapi doa seremonial.
Kalau kita memperhatikan di tempat peribadatan, yang berdoa adalah pemimpin agama, atau pemimpin peribadatan tersebut, karena ia bertanggungjawab pada kemaslahatan umatnya. Dan seyogyanya, dalam acara-acara lainya, yang berdoa adalah pemimpin yang tertinggi yang berada dalam acara tersebut, bukan ditunjuk, diperintah atau diminta orang lain. Bila sang pemimpin berdoa keluar dari hati sanubarinya, yang mengaminkan doa juga keluar dari hati sanubarinya, akan kelauar pemikiran, semangat, gerakan upaya bersama untuk mewujudkan doa tersebut. Tentu doa yang dipanjatkan oleh sang pemimpin adalah kebaikan umatnya, yang disetujui oleh umatnya.
Doa sang pemimpin adalah doa umatnya, visi sang pemimpin adalah visi umatnya, sang pemimpin tersebut disebut pemimpin partisipatif. Pemimpin yang didukung oleh rakyat karena diyakini oleh rakyat pemimpin tersebut akan membawa rakyat menuju cita-cita rakyat. Pemimpin bukan minta di doakan, dan pemimpin bukan minta dukungan, tetapi pemimpin yang mendoakan rakyat, dan pemimpin yang mendukung rakyat mencapai cita-citanya, semoga masih ada pemimpin ideal tersebut. (Dasril Daniel, Jambi, 180109)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar