Minggu, 25 Januari 2009

HAK PREROGATIF KEPALA DAERAH ? APA ADA

MARAK di media diberitakan daerah, penunjukan dan pengakatan pejabat. Disebutkan penunjukan dan pengangkatan pejabat, merupakan hak prerogative kepala daerah, artinya kepala daerah mempunyai hak penuh dalam menunjuk dan mengangkat pejabat, atau pembantunya. Sebenarnya yang mempunyai hak prerogative dalam mengangkat pejabat adalah presiden untuk mengangkat pejabat negara bawahannya (para menteri, dan penasehat), sedangkan untuk mengangkat Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, sudah tidak lagi hak prerogatif penuh, karena minta persetujuan DPR.
Presiden mengangkat meteri atau penasehatnya dapat berasal dari pegawai negeri, TNI/POLRI, politisi, orang buta hurufpun bias diangkat menjadi menteri atau penesehatnya, karena tidak ada peraturan atau undang-undang yang mengatur, tetapi mana ada presiden mau mengangkat pembantu yang buta huruf, ia akan malu, negara dan bangsa akan malu. Mungkin juga ada presiden yang mengangkat penasehat orang buta huruf atau tamat sekolah dasar, tetapi bukan untuk jabatan formal, tetapi untuk keperluan pribadi seperti ada penasehat spiritual, penasehat pribadi atau apapun sebutanya, tidak masalah secara hokum, mungkin juga pejabat negara punya penasehat “spiritual”
Di daerah Gubernur, Walikota, dan Bupati tidak punya hak prerogatif dalam mengangkat pejabat pembantunya, karena ada aturan ada syarat. Untuk jabatan eselon tertentu harus meminta persetujuan pejabat yang lebih tinggi seperti presiden, menteri dalam negeri, atau gubernur. Dalam aturan pejabat structural harus berpangkat lebih tinggi atau sama dengan pejabat pejabat bawahannya, harus memangku jabatan eselon dibawah sebanyak dua kali, jadi tidak sangat bebas ada aturan ketat yang melekat.
Karena seringnya pers menyebut “hak prerogative” kepala daerah, seolah terkesan pemilihan dan pengangkatan pejabat sudah merupakan hak prerogative sang kepala daerah, kalau Bapenjakat tidak berfungsi dengan baik, akan terangkat pejabat yang pangkat lebih tinggi, ini sudah melanggar undang-undang dan peraturan pemerintah.
Indonesia adalah negara kesatuan dengan system otonomi, bukan negara federal dengan negara bagian, yang kepala negara bagian ada sebutan menteri besar, gubernur, raja dan lain-lain yang punya hak prerogative dalam penunjukan dan pengankatan pejabat negara bagiannya, sekali kita tidak.
Awalnya memang dari pers yang mempopulerkan hak prerogative kepala daerah, mungkin awalnya untuk menyindir kepala daerah yang sembarangan mengangkat pejabat di daerah, di awal otonomi, tetapi istilah hak prerogatif sudah menjadi biasa, dulu ditulis “hak prerogatif” sekarang tanda petiknya sudah hilang, sehingga terkesan di masyarakat, dan mungkin dalam pikiran para kepala daerah itu, benar-benar hak prerogatif.
Seharusnya, dalam penunjukan pejabat bawahannya sesuai dengan peraturan yang berlaku termasuk proses penunjukan dan pengankatannya, sebaiknya pejabat yang diangkat pejabat yang kapabel, professional. Kapabel dan professional untuk pejabat eselon II, memang sulit mendapatkannya, karena pejabat eselon II, baru pada tingkat middle management, dimana kemampuan teknis dan kemampuan manegerialnya seimbang, tidak cukup hanya orang yang punya kemampuan manajerial saja yang kuat, tetapi kemampuan teknis rendah, karena jenjang kariernya, latar belakang pendidik, pengalaman, on job training yang dilalui rendah. Kadang kala modalnya hanya kedekatan pada pengambil keputusan, atau ada kepentingan tertentu. Kadang kala yang dicari pada orang yang “setia” pribadi kepada kepala daerah, tetapi belum tentu setia kepada “organisasi” dan “system” sehingga tidak berani berbeda pendapat kepada kepala daerah, tidak berani mengingatkan kepala daerah akan tersandung masalah, cendurung penjabat ini memberikan laporan asal bapak senang (ABS), karena modalnya disayang atasan, dan sangat takut kena marah dan suatu program kurang, belum atau tidak berhasil tidak bias menjelaskan kepada atasan, karena memang tidak memahami teknis. Dan kebanyakan sungkan mengikutsertakan pejabat lebih rendah yang menguasai teknis, kalau diikut sertakan kadang kala tidak diberikan hak mengeluarkan pendapat, karena ketahuan oleh atasan belangnya ia tidak menguasai teknis, sudah lama jadi pejabat, tidak mau belajar.
Kalau diangkat pejabat berdasarkan karier pada SKPD nya, juga sulit, belum tentu eselon dibawahnya punya kemapuan manajerial, yang baik, mungkin ada yang baik, tetapi tertutup oleh atasannya, sehingga kemampuan tidak terbaca oleh Bapejakat sehingga tidak terekrut, kasihan mereka.
Untuk mengatasi masalah yang dilematik tersebut, dapat ditempuh dengan pejabat yang dipilih oleh Bapejakat adalah dua orang dari SKPD, satu orang dari orang yang akan dimutasi. Calon ini diberi tahukan kepada yang bersangkutan, calon dari Bapejakat diminta menulis suatu makalah tentang organisasi yang akan dipimpinya selama 2 minggu untuk mempersiapkan diri, kemudian, Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, serta Sekda, melakukan fit and proper test, narasumber Kepala Bawasda, Bapedda, Kepala Biro Kepegawaian (sebagai nara sumber) dan tidak berhak member penilaian. Kalau jabatan tersebut membutuhkan keterampilan komunikasi berbahasa Inggris, makalah, Tanya jawab dilakukan dalam bahasa Inggris. Fit and proper test dilakukan didepan para calon, apapu hasilnya akan dapat diterima calon, karena tim yang melakukan fit and proper test, akan hati-hati dan objektif.
Kalau seperti diatas, akan hilang kesan pejabat eselon II jabatan politis, terekrut pejabat yang professional, Bapejakat sangat hati-hati menyampaikan usul calon, karena yang dinilai dalam fit and proper test adalah kinerja Bapejakat. Efek ganda dari ini akan meningkatkan kinerja SKPD, ada persaingan sehat diantara pejabat dibawah, yang pada gilirannya kinerja Pemda meningkat (Dasril Daniel, Jambi, 250109)

Sabtu, 24 Januari 2009

TEST KETAKWAAN

Sebagaiman kita ketahui, setiap pejabat Negara, pejabat pemerintah, tentara, polisi, dan pegawai negeri sipil, dipersyaratkan harus orang yang bertakwa, termasuk untuk seluruh anggota legislatif dan yudikatif. Semua beliau-beliau tersebut bersumpah atau berjanji atas nama Tuhan-nya. Hakim pun memutus perkara atas nama Tuhan.
Takwa, banyak pengertian, antara lain patuh dan taat kepada perintah Tuhan, melaksanakan perintahnya, dan menjauhi laranggannya.
Dalam kehidupan ini, berapun pengawasan dan system yang dibuat, pasti tidak akan sempurna, berapapun hebatnya system pengawasan dan jumlah aparat pengawas, tidak akan mampu melakukan pengawasan kepada seluruh warga negara. Tidak mungkin satu orang pegawai negeri diawasi oleh seorang inspektur, seorang hakim diawasi oleh seorang anggota Komisi Yudiasial. Tidak mungkin semua telpon pejabat disadap oleh KPK atau jaksa.
Kalau persyaratan sebagai seorang pejabat adalah orang yang bertakwa atau orang yang patuh kepada Tuhan yang diyakininya, dan telah bersumpah atau berjanji kepadi Tuhan-nya (bukan membaca sumpah, mengulang kata-kata sumpah, diambil sumpahnya atau janjinya), tentu tidak akan terjadi penyelewengan, karena orang tersebut takut akan berbuat dosa, masuk neraka, atau ada karma.
Banyaknya penyelewengan, seperti korupsi, menyalahgunakan jabatan, berjanji palsu, suap-menyuap, saya kira pejabat yang terekrut tersebut bukan orang yang bertakwa, sehingga sumpah hanya permainan bibir saja, bukan urusan hati nurani.
Banyak orang berpendapat, orang yang taqwa tersebut adalah orang yang nampaknya rajin beribadah, rajin besedekah, bakti, dharma, dan lain sebagainya. Memang orang yang betaqwa akan rajin beribadah, tetapi orang yang tidak bertaqwa atau keimanan/kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa pun bias rajin beribadah, ya mungkin ibadah politik, ibadah segan kepada atasan atau mertua, malu kepada bawahan, anggota masyarakat, anak, menantu dan lain sebagainya. Jadi ibadah bukan menjadi ukuran ketakwaan.
Ahli tentang agama, kitab suci hafal, semua kaidah agama tahu, sering pula disitir dalam setiap pidato, juga bukan ukuran ketaqwaan, kita kenal sosiolog Belanda yang legendaries Snouck Hougronye, sangat paham kaidah Islam, orang menyangka ia muslim, ternyata tidak. Jadi keahliannya tentang agama juga tidak menjamin ia orang yang bertakwa.
Undang-undang mempersyaratkan pejabat pejabat public (pejabat Negara, pejabat pemerintah, tentara, polisi, hakim, jaksa harus orang yang bertaqwa.
Ketagwaan itu urusan hati, atau kejiwaan, untuk mengetahui apakah ia orang bertakwa atau tidak tentu bias dilakukan tes kejiwaan (psikotest) untuk mengetahui tingkat ketakwaan seseorang seperti tes bakat. Pada saat ini mungkin psikolog-psikolog kita belum merancang tes kejiwaan, membuat standard tingkat ketaqwaan seseorang, atau mungkin ada, saya yang belum atau tidak tahu.
Kalau undang-undang mempersyaratkan sesorang menjadi pejabat adalah kosekuensi, semua calon pejabat dilakukan tes kejiwaannya untuk menentukan tingkat ketakwaannya, pada level tertentu ia sudah dianggap sudah memenuhi syarat untuk menjadi pajabat.
Test ketakwaan bukan ujian pelajaran agama, yang dialkukan oleh pemuka agama masing-masing, tetapi tes psikologi yang dilakukan oleh psikolog dengan standar tertentu.
Pejabat yang dipilih, sebelum pencalonan, sudah terlebih dahulu, dilakukan tes kesehatan, tes kejiwaan, untuk memenuhi persyaratan sehat jasmani dan rohan sesuai undang-undang. Kerakwaan juga tuntutan undang-undang, kok tidak dilakukan.
Bila dilakukan test ketakwaan, mungkin yang terjaring adalah orang-orang yang takwa, maka akan sangat berkurang penyelewengan, karena orang yang bertakwa takut menyeleweng, tidak mau mengambil yang bukan haknya.
Sekali lagi tes ketakwaan bukan tes ibadah atau ilmu agama yang diakukan oleh pemuka agama, tetapi tes kejiwaan khusus yang mengukur tingkat keyakinan, kepatuhan seseorang terhadap Tuhannya masing-masing.
Effek ganda akan terjadi peningkatan pendidikan keaagamaan dimasyarakat, sehingga tingkat ketakwaan masyarakat juga bertambah, semakin banyak orang yang beriman dan bertakwa akan semakin berkurang penyelewengan, karena ia meyakini semua perbuatannya diawasi oleh Tuhan yang diimaninya, dan pasti ada ganjaranya baik dunia maupun di akhirat. Ini sebuah renungan saja, tentu lebih lanjut psikolog yang merenung, kalau ada yang sependapat tentu mau berbuat sesuatu. (Dasril Daniel, Jambi, 240109)

Selasa, 20 Januari 2009

PERTANIAN KREATIF

Tahun 2009 dicanangkan sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Pada tahun ini akan dikembangkan ekonomi kratif, khususnya industry kreatif.
Industri kreatif adalah Industri-industri yang mengandalkan kreatifitas individu, keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan (gagasan) dan eksploitasi HKI. (Diambil dari definisi UK Department of Culture, Media and Sport, 1999).
Industry diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, bisa menjadi industri seperti industri mobil, industri mainan, atau industry diretjemahkan menjadi usaha, atau bisnis, seperti pada istilah industri parawisata, industri keuangan (perbangkan, asuransi dll), industri pelayaran (jasa pelayaran) atau industri jasa.
Yang masuk dalam industri kreatif itu ada yang menaytakan 12, 14 atau lima belas. Yang versi empat belas seperti berikut:
1. periklanan,
2. arsitektur,
3. pasar seni dan barang antik,
4. kerajinan,
5. desain ,
6. fesyen ,
7. video, film dan fotografi,
8. permainan interaktif,
9. musik,
10. seni pertunjukan,
11. penerbitan dan percetakan,
12. layanan komputer dan piranti lunak,
13. televisi dan radio,
14. riset dan pengembangan.

Apa yang paling tepat digunakan istilah
1. Ekonomi kreatif
2. Industri kreatif
3. Ekonomi/industri kreatif.
4. Usaha kreatif.

Indonesia adalah negara agraris, yang saat ini petani tidak mendapatkan nilai tambah yang tinggi, karena unsur kreatifitas belum banyak dimasukan ke bidang pertanian.
Banyak negara agrasis maupu non agraris mendapat nilai tambah dari pertanian kratif yang berdasarkan budaya lokal, jepang dengan bonsainya, Belanda dengan keanekaan ragaman bunga tulipnya, Thailad, Singapura dengan anggrek silangnya, Amerika menghasilkan semangka berbentuk kubus. Petani atau penjual kembang mengokulasi berbagai kembang bougenvile dalam satu batang, pohon buah kate, yang bisa berbuah dalam pot yang tidak terlalu besar. Petani didesa melakukan persilangan tanaman, mengokulasi berbagai jenis, apakah ini termasuk pertanian kreatif karena ada unsusr kreativitasnya. Kalau merujuk, pada kelompok diatas, bisa saja masuk riset dan pengembangan, tetapi bisa juga tidak karena kreativitas dan keterampilam pelaku.
Pangan, bisa dikatakan produk pertanian, diolah menjadi produk, seorang ahli kuliner atau koki jempolan dengan kraestivitas, menghasilakan suatu masakan yang unik, enak dan hargannya bisa lima puluh kali lipat dari bahan bakunya, apakah ini termasuk pertanian kreatif, atau karena dijual direstoran terkenal karena branding atau periklanan, dikategorikan menjadi industri kreatif, apa memang begitu.
Bagaimana pula peternakan ikan hias, mengawinkan berbagai subspesies dalam satu spesies, menghasilakan subspesies baru yang unik, oh itu termasuk riset dan pengembangan. Saya tidak tahu, saya mengaharapkan komentar anda semua apa ada yang dikatakan pertanian kreatif, kalau apa saja yang dikelompokan pertanian kreatif, saya menunggu respon anda, berdasarkan repon anda semua bisa terumuskan apa yang dikatakan pertanian kreatif atau memang tidak ada yang disebut dengan pertanian kreatif. Saya mengharapkan partisipasi anda. Dan terima kasih. [Dasril Daniel, Jambi 200109]

Senin, 19 Januari 2009

WEB/SITUS KAMPUS HENDAK KEMANA ?

Kampus perguruan tinggi merupakan suatu komunitas dan lembaga yang diyakini oleh masyarakat tempat berkumpulnya orang pandai, pintar, cerdik, smart yang doyan berbagi ilmu pengetahuan. Lembaga yang penuh dengan hasil kajian dan pengamat. Orang-orang yang berpandang jauh kedepan mendahului zamannya, bebas pengaruh politik, berkata dan berpendapat berdasarkan keyakinan ilmiah yang siap diuji secara ilmiah.
Masyarakat, yang ingin mengembangkan, dan meningkatkan kemampuan diri sangat membutuhkan siraman ilmu dari perguruan tinggi baik langsung dengan kuliah disana, atau tidak langsung dengan belajar secara mandiri dengan orang kampus, baik melalui buku, makalah, menganalisa hasil penelitian, seminar dan lain sebagainya.
Di Kampus berkumpul kreator, inovator, peneliti, penulis yang sangat berkeinginan hasil karyanya dinikmati oleh masyarakat, buah pikiranya dapat dilaksankan, sekurangnya menjadi inspirator bagi orang banyak. Baik berupa temuan teknologi yang sudah memliki hak cipta untuk diproduksi oleh industri, atau konsep buku yang baik untuk diterbitkan dan mengisi toko-toko buku dan perpustakaan dimana saja, konsep program yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah atau swasta. Dari hasil jerih payahnya tersebut, mereka berpendapatan untuk melanjutkan dan mengembangkan penelitiannya, dan dapat mendidik anak biologisnya sebagai penerus generasinya, dan anak didiknya penerus pemikiranya ke genarasi berikutnya. Mereka berpendapatan lebih tidak untuk kaya tujuh turunan, tapi berpendapatan ia tenang mengajar, mendidik, meneliti, tanpa memikirkan dapur istrinya agar terus mengepul.
Dilain pihak industri juga membutuhkan hasil teknologi dari hasil pemikiran dan temuan anak bangsa yang pas diterpakan di negara sendiri atau negara lain, penerbit juga mengingikan konsep buku bermutu yang layak dipasarkan, LSM, swasta, dan pemerintah juga membutuhkan konsep program kreatif, inovatif yang dapat menyelesaikan sebahagian masalah bangsa yang berasal dari anak bangsa yang menengeti, memahami dan merasakan masalah tersebut.
Alumni, kalau ia benar-benar kuliah yang benar di perguruan tingginya, ia akan bangga dengan perguruan tingginya, dia ingin tetap belajar dari almamaternya, walau profesinya sudah macam-macam, domisilinya juga tersebar dari desa, kota bahkan diluar negeri, guru tidak pernah berhenti dalam hati anak muridnya, kendati anak muridnya sudah S3, guru SD nya tetaplah guru dalam hatinya yang selalu dihormatinya. Walau sudah jadi apa dia di masyarakat tetaplah mendapatkan siraman ilmu dari almamaternya, dan berkeinginan berinteraksi dengan almamaternya.
Kalau perguruan tinggi tidak menjadi menara gading, atau istana diatas awan, perguruan tinggi tersebut harus membumi, mengetahui harapan dan kebutuhan masyarakat, oleh sebab itu sangat dibutuhkan masukan dari alumni, dunia usaha, pemerintah dan masyarakat luas. Kebutuhan dan harapan itu dinamis, perguruan tinggipun harus dinamis, program perguruan tinggi yang berorientasi pada kebutuhan publik.
Media komukasi yang menjembatani lembaga / komunitas perguruan tinggi dengan publik dan alumninya yang murah dan menjangkau seluruh dunia adalah melalui internet. Internet di Indonesia sudah bisa masuk desa atau kecamatan barbagai lapisan masyarakat dapat mengakses.
Bagi kampus besar bisa memliki web karena harus membayar, kampus kecil bisa menggunakan blog sosial gratis.
Kampus di Indonesia sudah ribuan, seribu saja yang memliki web dan blog gratis yang menayangkan satu artikel atau makalah satu hari, akan bertebaran ilmu pengetahuan seribu satu hari, dua puluh lima ribu dalam satu bulan, tiga ratus ribu satu tahun yang berasal dari kampus, baik dosen maupun alumni. Yang semuanya itu meningkatkan kecerdasan bangsa.
Ratusan hak cipta dan ribuan pula konsep buku, ratusan pula konsep pemikiran/ide/program ter-promosikan (komunikasi), industri, penerbit, pengusaha, birokrasi atau publik.
Suatu malam saya gentayangan tengah malam di dunia maya ditemani Mbah Google ke berbagai situ perguruan tinggi di dalam dan luar negeri, sangat minim sekali yang saya temui seperti tulisan diatas, situs perguruan tinggi kebanyakan seperti surat kabar kampus yang memberitakan tentang kehidupan kampus, iklan program S2, S3, D3. Bahkan ada yang seperti situs purbakala, datanya sudah kedaluarsa, seperti kuburan tinggal yang sudah mati, tidak bisa diakses lagi atau tidak ada situs atau blognya.
Disisi lain saya gentayangan di blog sosial / pribadi, banyak dosen, peneliti, profesor, profesional, mahasiswa yang setia membagi ilmu kepada masyarakat secara gratis, dan diperbaharui tiap hari, kendati ada juga yang menjadi situs purbakala.
Kalau ada hakcipta, ide kreatif yang bisa dimanfaatkan oleh pihak lain secara komersial, dan bisa menjadi pendapatan bagi pencipta dan perguruan tingginya, termasuk konsep buku, tidak perlu diungkap panjang lebar, cukup disingkap alah kadarnya, untuk menarik minat awal bagi pengusaha yang akan dapat mengubungi penciptanya atau perguruan tinggi untuk dinegosiasi lebih lanjut. Maklum sekarang ini banyak pembajak, mereka mendapat untung besar dari pengorbanan/keringat orang lain, orang penemu dan perguruan tingginya gigit jari ditambah gigit lidah, makan hati berulam jantung.
Apakah benar sinyalemen saya itu, mari kita buktikan dan renungkan bersama. (Dasril Daniel, Jambi 190109)

TEKNO MATRINO MENJAWAB MASALAH BANGSA

Seperti dirasakan bersama, banyak masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini, tidak akan ada bangsa atau negara lain yang akan menjawab atau menyelesai masalah bangsa Indonesia, bangsa kita, selain bangsa Indonesia dan kita sendiri yang menjawabnya atau menyelesaikannya.
Kalau diperhatikan masalah yang dihadapi ini, sangat banyak, baik karena masalah masa lalu yang belum kunjung selesai, masalah datang karena kita sudah menyelasaikan masalah, masalah yang datang diri luar bangsa Indonesia atau masalah baru yang kita ciptakan sendiri yang sebenarnya tidak perlu.
Orang hidup tidak akan pernah tidak punya masalah, karena kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan itu sangat terbatas, maka ada masalah. Seluruh masalah baru selesai kalau sudah di sorga, apa yang dibutuhkan, diingikan dan harapkan dapat tanpa perlu upaya. Mudah-mudahan kita dapat masuk sorga.
Didunia tetap ada masalah sampai kapanpun, dengan ada masalah itu terjadi dinamika hidup dan akhirnya kita akan saling membutuhkan, saling tukar menukar. Kalau tidak bisa melihat dan menempatkan masalah hidup pada proporsinya, dan tidak ada pula upaya menyelesaikannya kita akan stress terus menerus, akhirnya dipresi, timbul segala penyakit, kehidupan menjadi neraka dunia. Masalah harus selesaikan, bukan lari dari masalah, apa yang telah dapat diselesaikan disyukuri, maka kita dapat merasakan sorga dunia.
Selesai suatu masalah selesai, akan timbul masalah baru, selesaikan lagi, timbul lagi. Hal itu perlu disyukuri, karena tandanya kita masih hidup. Kalau kita tidak mau menikmati masalah hidup, cepat-cepat mati atau gila, karena orang meninggal dan orang gila yang tidak merasakan masalah hidup, tapi mungkin masih ada masalah mati. Barang kali kita tidak ingin cepat mati atau gila, oleh sebab itu selesaikan masalah satu-satu, dan siap menerima masalah baru dan lihat masalah secara proporsional, dan syukuri apa yang ada. Semoga. Masalah hidup yang terbesar adalah melihat masalah tidak proporsional, dan upaya penyelesaikan masalahpun tentu tidak proporsonal, masalah kecil dibesar-besarkan, atau masalah besar dianggap tidak masalah.

Beberapa Masalah Bangsa Indonesia.
Kalau dirincici masalah bangsa, seribu halaman tidak akan cukup, namu ada beberapa masalah yang akan saya kemukakan antara lain.
- Kurangnya lapangan kerja dan lapangan usaha serta pendapatan dan kemiskinan.
- Masalah pupuk yang mahal tidak terjangkau oleh petani kecil di pedesaan dan suli mendapatkannya.
- Sampah rumah tangga dan sampah kota yang semakin bertambah volume.
- Transportasi yang mahal baik transportasi sampah, transportasi pupuk ke pedesaan
- Sampah yang menumpuk, bau, mengeluarkan gas rumah kaca yang menyebab pemanasan global
- Ketergantungan terhadap teknologi dan produk impor, yang menghabiskan devisa dan kita dijajah secara teknologi dan ekonomi olah bangsa lain.
Sdra Ir. Dede Martino MP, pengajar dan peneliti dari Universitas Jambi, melakukan penelitian suatu alat yang relatif kecil, mudah dipindahkan, sangup mengolah sampah organik rumah tangga (halaman dan dapur) atau restoran, untuk dijadikan pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani baik di perkotaan, pinggiran kota sampai kepedasaan dengan biaya transportasi yang jauh lebih murah.
Mengopersaikan alat tersebut mudah, maupu penggunaan pupuk organik cair nya. Suatu temuan yang mudah pengoperasiannya, bisa bermanfaat hasinya hasilnya, murah harganya, besar dan luas manfaatnya, bukan berasal dari penelitian yang gampang, membutuhkan waktu yang panjang, dana yang tidak sedikit, dan kesabaran yang luar bisa dan intelektual yang tinggi, Sdr Dede Martino berhasil membuat alat atau mesin pengolah sampah tanpa menggunakan energi listrik atau bahan bakar. Energi yang digunakan ada hasil proses mikro biologi dan cahaya matahari yang menghasilkan pupuk cair.
Alat ini bisa diopersaikan oleh petani di pedesaan terpencil sekalipun. Petani kecil, dapat menghasilkan pupuk cair sendiri, digunakan sendiri denga tidak ada tambah pekerjaan selain biasa membuang sampah ditempat sampah, sekarang sampah organiknya dimasukan alat tersebut, sdr Dede Martino menyebutnya dengan “Bio Reaktor Tekno Martino”
Di perkotaan, alat ini cocok di rumah tangga, atau restoran, benruknya menarik, yang bisa menambah keindahan rumah dan tidak tercitra tempat sampah yang menjijikan, bisa dijadikan asessoris taman, tidak mengeluarkan bau, malah bisa mengeluarkan uang dalam bentuk pupuk cair yang laku dijual. Sampah barang terbuang menjikan dirubah menjadi uang. Falsafah Sdr Dedek Martino, sampah itu adalah uang yang berserakan, sampah bukan masalah, sampah adalah sampah bukan dibuang ketempat pembuangan akhir tetapi dibuang ketoko
Sampah bukan barang tidak berguna, mejijikan, dan dibuang sejauh mungkin dari kehidupan, sampah harus dilihat salah satu tahapan siklus perubahan materi dialam, uang yang berserakan, dapat menciptakan lapangan kerja dan lapangan usaha baru dan mensejahterakan rakyat. Paradigma lama harus dibalik, stigma lama harus dibalik, pemulung, lapak resicling, adalah salah satu proses ekonomi peningkatan nilai tambah. Mereka adalah pahlawan lingkungan dan pahlawan ekonomi kerakyatan yang harus diperhatikan, didorong, dilindungi dan dihagai sebagai suatu profesi dan bisnis, jangan sebaliknya.
Sampah anorganik bagianya pemulung untuk di-resicling. Sampah oraganik bagiannya yang lain, pengolahan sampah yang dicipatakan sdr Dede Martino tidak akan menggusur profesi pemulung dan lapak.
Setelah delapan tahun berkutat dengan penelitiannya yang dilakuka di “laboratorium dan workshop” disamping rumah, dari berbagai tahap pengujian, desain, dua terakhir sudah sampai pada pengujian di lapangan (rumah tangga dan restoran), saat ini telah melihatkan hasilnya dan masyarakat sudah menikmati hasil dan keuntungan dari alat pengolah sampah tersebut, dan permintaan sudah mulai bertambah.
Dalam perjalanan waktu ia selalu menyempurna temuanya tersebut, berdasarkan dari repon penggunya, sehingga ia berhasil menciptakan alat berorientasi kepada kebutuhan, selera dan harapan masyarakat (konsumen atau pasar).
Tidak ada yang sempurna buatan manusia, yang maha sempurna itu adalah Tuhan, oleh sebab itu suatu alat akan ada pembahuruan, karena ada perkembang teknologi, lingkungan, serta kebutuhan, harapan dan selera masyarakat yang selalu, berubah. Itu yang dilakukan Sdr Dede Martino, Bill Gates, kreator, inventor dunia lainnya yang selalu memyempurnakan dan membuat sesuatu yang baru, tanpa henti.
Saat ini sudah mulai tumbuh usaha baru, yakni kolektor pupuk organik tersebut, untuk dijual kepada yang membutuhkan, sudah ada yang menjajaki untuk mengoperasikan dalam skala usaha. Dan waktu penelitian sdr Dedek Martino dibantu istri, saat ini sudah mempekerjakan satu orang. Jadi Bio Reaktor Dede Marino telah mengurang masalah sampah, pupuk, tenaga kerja, lapang usaha, lingkungan, transportasi sampah. Belum besar, sangat sedikit dibanding besar dan luasnya masalah bangsa, sdr Dede Martino telah berupaya menyelesaikan masalah bangsa, dalam diam, dengan kemampuan sendiri. Sdr Dede Martino, sedikit dari yang banyak. Semoga bisa menyelesaikan masalah bangsa ini dimulai dari yang sedikit itu. [Dasril Daniel, Jambi, 190109].

Minggu, 18 Januari 2009

DOA : VISI, HARAPAN, DAN DAYA DORONG

Dalam hidup ini kita sangat sering berdoa bahkan berkali-kali setiap hari, baik sadar maupun tidak sadar. Kita berdoa dalam hati, dengan suara bergumam atau suara keras bahkan dikeraskan lagi dengan alat pengeras suara serta disebar luaskan melalui media masa visual atau audio visual.
Doa yang kita doakan itu adalah masa depan yang kita harapakan, artinya doa itu adalah visi/cita-cita dan harapan. Doa yang benar adalah doa yang keluar dari hati nurani, yang diperjelas oleh mulut dan lidah (suara).
Hati/qalbu adalah komandan atau penguasa tertinggi dalam diri, ia yang memerintah otak/pikiran/nalar untuk memikirkan bagaimana doa itu tercapai, dan hati akan menggerakan tubuh untuk berupaya mencapai doa tersebut.
Tuhan memerintahkan berdoa, artinya Tuhan memerintah kita hidup bervisi atau bercita-cita. Doa itu tidak akan makbul, kalau kita tidak memikirkan bagaimana upaya untuk mencapai cita-cita tersebut, termasuk tantangan, peluang, habatan dan dorongan yang kita miliki dan kita hadapi. Doa tidak akan tercapai, kalau tidak ada upaya atau ikhtiar mencapainya, maka doa yang benar-benar keluar dari hati nurani akan mendorong orang tersebut mencapai cita-citanya atau doanya. Jadi yang berdoa untuk kita adalah kita sendiri, bukan orang lain, sekurangnya untuk urusan dunia.
Dalam kehidupan bermasyarakat, yang menentukan atau berpangaruh sangat kuat adalah pemimpin, bukan pengikut, oleh sebab itu yang utama berdoa itu adalah pemimpin untuk pencapaian cita-cita, visi pengikutnya, sehingga memberikan daya dorong pada diri sang pemimpin untuk menggerakan dirinya membawa pengikutnya kepada pencapaian cita-cita. Itulah sebanya para Nabi mendokan umatnya, kendati syakratul maut menjelang, Beliau sadar tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Kalau demikian, doa tidak bisa dipaksa, doa tidak bisa diminta kepada orang lain, doa tidak sekadar diucapkan, doa secara sukarela dengan kesadaran penuh keluar dari hati nurani orang yang bersangkutan.
Meng-amin-kan Doa.
Mengaminkan doa, sama dengan berdoa, keluar dari hati juga, apa bila mendengar orang lain berdoa. Doa yang diminkan itu adalah doa yang benar-benar dimengerti dan disetujui oleh dirinya, sehingga memberikan daya dorong pada dirinya untuk mewujudkan doa yang diamikan tersebut. Jadi mengaminkan doa keluar dari hati nuraninya sendiri, tidak bisa dipaksa dan bukan karena malu dengan tetangga duduk kita dengan keras mengaminkan doa.
Tukang doa, dan tukang aminkan doa.
Banyak kesempatan acara, yang berdoa bukan yang punya hajat yang berdoa, atau pemimpin yang tertinggi diacara tersebut, tetapi minta tolong kepada seseorang untuk berdoa, dia belum tentu berdoa, tetapi mengucapkan kalimat-kalimat doa yang belum tentu keluar dari hatinya, kadang kala tidak tahu pula hakikat isi, dari doa tersebut, yang seperti itu adalah “tukang doa”, sering-sering pula melekat dengan jabatan formal atau nonformalnya di masyarakat.
Para pendengar sang tukang doa, membacakan kalimat doa, dengan berbagai alasan mereka mengucapkan kata-kata amin, kadang kala ia tidak mengerti sama sekali kalimat-kalimat yang ucapkan si tukang doa, maka ia “tukang aminkan” doa.
“doa-doa” (seolah-olah doa), tidak akan makbul atau berhasil, karena tidak ada yang berdoa dan tidak ada pula yang mengaminkan doa, sehingga tidak ada daya dorong dan ikhtiar untuk mewujudkan isi kalimat-kalimat doa tersebut. Acara terbut bukan berdoa, tetapi doa seremonial.
Kalau kita memperhatikan di tempat peribadatan, yang berdoa adalah pemimpin agama, atau pemimpin peribadatan tersebut, karena ia bertanggungjawab pada kemaslahatan umatnya. Dan seyogyanya, dalam acara-acara lainya, yang berdoa adalah pemimpin yang tertinggi yang berada dalam acara tersebut, bukan ditunjuk, diperintah atau diminta orang lain. Bila sang pemimpin berdoa keluar dari hati sanubarinya, yang mengaminkan doa juga keluar dari hati sanubarinya, akan kelauar pemikiran, semangat, gerakan upaya bersama untuk mewujudkan doa tersebut. Tentu doa yang dipanjatkan oleh sang pemimpin adalah kebaikan umatnya, yang disetujui oleh umatnya.
Doa sang pemimpin adalah doa umatnya, visi sang pemimpin adalah visi umatnya, sang pemimpin tersebut disebut pemimpin partisipatif. Pemimpin yang didukung oleh rakyat karena diyakini oleh rakyat pemimpin tersebut akan membawa rakyat menuju cita-cita rakyat. Pemimpin bukan minta di doakan, dan pemimpin bukan minta dukungan, tetapi pemimpin yang mendoakan rakyat, dan pemimpin yang mendukung rakyat mencapai cita-citanya, semoga masih ada pemimpin ideal tersebut. (Dasril Daniel, Jambi, 180109)

Sabtu, 17 Januari 2009

APAKAH KITA MALIN KUNDANG MODERN ?

Kita mengenal legenda Malin Kundang, anak durhaka kepada ibunya, kemudian di kutuk oleh ibunya jadi batu, saat kini apakah ada Malin Kundang yang akan dikutuk oleh ibunya, menjadi batu (baca sengsara).
Malin Kundang dikutuk ibunya, karena ia tidak menghormati ibunya karena ia sudah kaya, mempunyai istri cantik, dan kekuasaan (nakhoda kapal).
Kita punya budaya, kita punya lingkungan alam, kita punya ibu pertiwi (tanah air, bangsa dan negara), dan kita punya kekayaan, kita punya kekayaan, apakah kita dengan kekayaan dan kekuasan kita, kita akan jadi malin kundang pada budaya, alam lingkungan kita, bangsa dan negara kita karena kita tidak menghormati dan memeliharanya.
Apakah kita tidak menjadi seperti Malin Kundang seperti dalam legenda, kalau ia, kutukan seperti apa yang akan diberikan oleh ibu pertiwi kita, apakah dekulturasi, dijajah oleh bangsa lain (secara budaya, ekonomi dan politik), bencana alam terus menerus, kita gontok-gontokan sesama kita, saling menekan, kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi, pemanasan muka bumi, tingginya air laut, putting beliung yang akan menjadi kutukan ibu pertiwi, kalau kita masih tidak menghormati dan memelihara ibu pertiwi, apakah kita akan dikutuknya dengan kerusuhan sosial, kita dijajah oleh bangsa lain secara fisik. Jangan salah ibu pertiwi yang mengutuk, kita yang membuat kutukan itu. Itu terserah kepada anak-anak pertiwi.
Kita tidak bangga dengan budaya kita, belum tentu salah anak muda, mungkin yang salah orang tua, kita sering membandingkan budaya asing sebagai pembanding (standar), kita lihat buku-buku ilmiah, disertasi, thesis, skripsi tentang ilmu budaya, sosial, psikologi dan ilmu humaniora lainnya, tetap saja membanding dengan pendapat-pendapat orang asing, daftar pustaka dari buku yang ditulis orang asing, secara tidak sadar, kita membangga ahli asing, budaya asing, orang asing, segala yang dari orang asing atau Barat itulah yang terbaik. Secara tidak sadar kita tidak bangga dengan bangsa sendiri, budaya sendiri, pemikiran bangsa sendiri, produksi bangsa sendiri. Kalau memang demikian apakah kita tidak sengaja sudah menjadi Malin Kundang, karena mengukur baju kita dengan badan orang lain, dan selalu merasa tidak pernah puas.
Kita bangga, dengan teknologi asing, sepertinya kita tidak perlu menciptakan yang baru, hilangnya kreatifitas, dan inovasi baru dibidang teknologi, kita dijajah secara teknologi, apakah kita sudah dikutuk oleh ibu pertiwi, kita kurang apa, orang kaya banyak, orang pandai banyak, mengapa kita dijajah secara teknologi, apakah kita sudah dikutuk oleh ibu pertiwi.
Kita sangat bangga dengan produk impor, dari buah, sayur, makanan jadi, restorant, kosmetik, alat elektronik, kendaraan, komputer, jasa-jasa perusahaan asing dan lain sebagainya, akibat produk dalam negeri susah dipasarkan, atau menggunakan merek-merek asing dengan membayar royalti, usaha dalam negeri terseot-seot tidak kuat bersaing dengan produk asing. Penyerapan tenaga kerja sedikit, pengangguran tetap tinggi, apakah kita akan dikutuk oleh ibu pertiwi dengan gejolak sosial, yang membuat kita susah bersama, kalau kutukan berlanjut terus kita terpecah belah, sehingga tidak ada lagi bangsa, dan negara Indonesia.
Lingkungan kita, tidak kita pelihara dengan baik, hutan dibabat, tanah kritis bertambah, sumber daya alam tidak dikelalah secara efisien dan efektif, pemborosan penggunaan sumber daya alam yang terbatas, given, tidak bertambah yang mengakibatkan banjir, erosi, abrasi, rob yang lebih tinggi, putting beliung, bencana alam bertalu-talu tiada henti, jangan salah ibu ibu pertiwi, semuanya terjadi karena kita tidak menghormati ibu pertiwi, tidak memelihara warisan ibu pertiwi. Itu bukan kutukan ibu pertiwi, kita tidak sengaja mengutuk diri sendiri. Kalau itu dianggap kutukan ibu pertiwi, kalau kutukan itu jadi, apakah peta Indonesia hilang dari muka bumi karena tergelam oleh air laut, atau daratan masuk kelaut karena erosi.
Apakah kita akan jadi Malin Kundang Modern ? Entalah saya tidak dapat menjawabnya. Saya juga tidak tahu pendapat saya diatas itu benar, anggaplah suatu wacana, sebagai bahan perenungan. (DASRIL DANIEL, Jambi, 170109)

Jumat, 16 Januari 2009

AKREDITASI LEMBAGA SURVEI PEMILU

Minggu-minggi awal bulan Desember 2008 ramai diperbincangkan di media massa tentang perlu tidaknya lembaga survei pemilu di akredatasi, ada yang berpendaptat perlu dengan berbagai alasan, diantaranya untuk melindungi masyarakat atau publik. Yang merasa tidak perlu, akreditasi juga dengan alasan akan membatasi kreativitas, membatasi berkembangnya lembaga survei, tidak perlu pemerintah ikut campur, biar masyarakat yang menilai lembaga mana yang bisa dipercaya atau tidak, dan berbagai alasan lainnya.
Suatu akreditasi dilakukan biasanya untuk menyatakan suatu lembaga tersebut kridibel atau tidak, ukuranya adalah suatu standar tertentu.
Untuk melakukan akreditasi banyak ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama, apakah memungkinkan untuk dilaksanakan pada pemilu tahun 2009 ini atau tidak, tergantung kesiapannya.
Pertama, menyiapkan standard akreditasinya atau dengan kata lain standardisasi mutu dari lembaga survei. Lembaga mana yang akan mensprakarsai. Lembaga yang memungkinkan adalah Badan Standard Nasional (BSN) / Komite Agretasi Nasional (KAN)
Lembaga tersebut menyiapkan konsep standard, yang kemudian diadakan pertemuan teknis (loka-karya) dengan semua pemangku kepentingan, seperti Komisi Pemiliham Umum, Badang Pengawas Pemilihan Umum, Lembaga Survei yang ada atau assosiasinya, pakar komunikasi, statistik, ilmu politik dari perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pakar-pakar terkaitya laiinya, sehingga menghsasilkan kesepakatan tentang standard sistem mutu lembaga survei, kualifikasi lembaga survey, standard prosedur akrediatasi dan standard lembaga akreditasi, dan standard kompentensi assesor yang akan melaksanakan akreditasi dan lain sebagainya.
Kedua, Standard-standard tersebut diatas, disahkan oleh pemerintah, jadi yang membuat bukan pemerintah, peran pemerintah hanya mengsahkan dari kesepakatan dalam pertemuan teknis (loka-karya) diatas. Pengesahan oleh pemerintah tersebut bisa berupa Keputusan Presiden, Keputusan Presiden tersebut sebagai pengesahan sandar sistem mutu tersebut sebagai standard Nasional Indonesia (SNI) dan untuk dan pemberlakuan SNI tersebut secara sukarela (voluntary) atau wajib (mandatory).
Ketiga, pembentukan lembaga akreditasi, yang independent, penyiapan sumber daya manusia yang akan melakukan akreditasi (assesor), seperti pemilihan orang, pelatihan, pengujian kompentensi sebagai pelaksana akreditasi, pengambilan sumpah sebagai assesor dan penerbitan surat keputusan lembaga akreditasi dan sertifikat assesor.
Keempat, melakukan akreditasi kepada lembaga-lembaga survei yang akan di akreditasi tersebut dengan membandingkan kemampuan lembaga survei tersebut dengan standard lembaga survei yang sah (SNI Lembaga Survei) . Dan menerbitakan sertfikat mutu/akreditas kalau sesuai standard dan klasifikasinya.
Kelima mengumumkan hasil akreditasinya dan klasifikasi tersebut kepada masyarakat luas.
Keenam, Secara berkala lembaga agreditasi melakukan assesmen kepada lembaga survey tersebut untuk mengetahui kridibilitasnya apakah tetap, atau berubah lebih baok sehingga bisa naik kelas atau menurun sehingga turun kalsifikasinya atau dicabut akreditasinya karena tidak memenuhi stadard.
Prosedur seperti diatas sudah merupakan kelaziman di dunia internasional, termasuk yang dilakukan oleh Organisasi Standard Internasional (International Stndard Organization / ISO).
Hubungan dengan Komisi Pemiliha Umum adalah bila suatu lembaga survei akan bekerja di wilayah kerjanya menerima pemeberitahuan. Kalau akreditasi dan klasifikasi diperlakukan secara wajib (mandatory), Lembaga survei pemilu yang boleh beropersi hanya yang lulus akreditasi sesuai klasifikasinya
Namun kalau standard mutu tersebut diperlakukan secara suka rela (volutary), serifikat akreditasi dan klasifikasi hanya sebagai referensi bagi semua pihak, terutama pengguna jasa.
Dalam standard lembaga survei tersebut bisa dipersyaratkan standard kompentensi personil, jumlah personil untuk bidang tertentu, kemampuan peralatan, pengalaman kerja lembaga dan personil tertentu dan dan sebagainya. Sehingga bisa terjadi lembaga survei pemilu yang klasifikasinya, seperti bisa menggarap nasional, provinsi, kabupaten kota atau hanya kridibel untuk pemilihan kepala desa.
Dalam standard lembaga survei pemilu bisa pula dipersyaratkan standard minimal atau yang wajib diumumkan dalam mengumumkan hasil survei, seperti, cakupan wilayah yang diwakili, perkiraan jumlah populasi, jumlah dan prsentase sampel, metoda pangambilan sampel, metoda penentuan sampel, metoda survei, tingkat kepercayaa dan standard deviasi dan metoda survei lainnya, lembaga yang mensponsori / membiayai survei, sehingga masyarakat bisa memahami dengan lebih baik hasil survei, dan lembaga survei transparansinya.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang sudah berpengalaman membuat standard baik produk barang, jasa dan sistem mutu, stndard proses. Mereka mempunya banyak ahli, dan biasa mengunakan ahli dari LIPI, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan ahli asing.
Bila standard yang diperlakukan itu baik, dan diakui oleh negara lain, akan terbuka peluang lembaga survei pemilu di Indonesia yang terkareditasi dan kalsifikasi akan digunakan oleh lembaga internasional atau negara lain, partai politik diluar negeri.
Lembaga survey pemilu di Indonesia akan lebih profesioal, terpercaya, baik didalam maupun luar negeri, secara mandiri lembaga survei bersama asosiasinya akan membina diri dengan pembinaan yang lebih terarah menuju sistem akreditasi dan kalifikasi dan persaingan diantara survei akan lebih fair.
Akreditasi untuk lembaga survei pemilu, untuk pemilu dan pemilihan presiden tahun 2009 rasanya tidak mungkin dilakukan, karena proses seperti diatas akan memakan waktu lebih dari satu tahun, jangan dipaksa-paksakan, hasilnya akan asal jadi (asal-asalan). Namun untuk masa yang akan datang saya kira perlu ada akreditasi dan klasifikasi lembaga survei guna melindungi pengguna jasa lembaga survei termasuk publik, meningkatkan kepercayaan publik kepada lembaga survei pemilu
Harapannya adalah adanya wacana akreditasi sebaiknya disikapi secara positif, tidak perlu apriori, akan ada intervensi pemerintah dan hal-hal lain. Standard-standard suatu hal yang biasa dimana-mana didunia yang teratur. Tanpa ada standard tidak dapat menilai kemajuan, karena tidak ada pembanding yang baku.
Harapan lain adalah lembaga survei lokal, bisa berkembang menjadi regional dan nasional dan pada gilirannya berkiprah secara global, negeri ini punya sumber daya manusia yang besar dan bisa kerja profesional, mengukur profesional itu dengan standard, akreditasi dan klasifikasi, bukan dengan katanya-katanya, kira-kira dan penilaian subjektif lainnya. Barangkali kita semua sepakat menginginkan lemabaga survei yang ada profesional dan terpercaya, apapun hasil surveinya publik meyakinkan bahwa itu hasil kerja profesioan dan kredibel. Kalau ada perbedaan, mayarakat menerima perbedaan itu adalah hasil survei yang objektif, dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, menerima hasil yang berbeda. Berbeda yang secara statistik tidak berbeda nyata itu dianggap sama. Kalua dilakukan oleh lembaga survei yang profesional dan kredibel publik percaya. Pemilu jadi aman dan nyaman semoga.

Rabu, 14 Januari 2009

PRODUK KREATIF TIDAK TEREKSPOSE

Indonesia sebenarnya tidak kekurangan kreator dan inventor, yang banyak itu tidak terekspose ke masyarakat secara luas, hal ini disebabkan oleh beberapa hal (a) wilayah Indonesia yang luas, tersebar di lima pulau besar, dan ribuan pulau kecil. (b) transportasi dan sistem informasi yang masih belum memadai. (c) terbatasnya kemampuan media massa untuk meliput di wilayah yang luas tersebut, dan cendrungnya media massa yang kota sentris, (d) sistem informasi yang perlu dibenahi di perguruan tinggi dan lembaga penelitian baik pemerintah maupun swasta, (e) para kreator dan inventor asyik dengan kreasinya, kurang memikirkan publikasi, (f) banyaknya pembajakan hak cipta, sehingga kreator lebih senang kerja dan memanfaatkan hasil karyanya dengan diam-diam, sedangkan untuk mengurus hak cipta atau hak paten, merek sulit, membutuhkan waktu dan biaya.
Banyak hasil temuan teknologi di perguruan tinggi dan lemabaga penelitian baik yang sudah mempunyai hak cipta maupun yang belum tidak diproduksi secara masal, karena belum ada industri yang bersedia memproduksi secara komersial, dilihat dari situs situs di perguruan tinggi maupun lemabaga penelitian jarang ada informasi tentang produk-produk apa saja yang sudah bisa diciptakan. Kalau ada inventor yang berkeinginan hasil karyanya untuk diproduksi secara komersial, menjajakan secara individu kepada industri atau lemabaga pemerintah.
Sudah saatnya barangkali ada suatu pameran khusus untuk para kreator, dan situs khusus, atau jaringan yang menyajikan khusus untuk mereka ini. Lembaga ini dikelola oleh pemerintah, baik pusat atau daerah, sehingga kita tidak tergantung pada produk-produk impor.
Inventor-inventor kecil di pedesaan, karena desakan hidup dan kebutuhan dengan kearifan lokalnya sudah dapat menciptakan suatu produk baru, sistem baru sesuai pula dengan lingkungannya yang dikenal dengan teknologi tepat guna baru, yang paling banyak disektor pertanian, lingkungan hidup, seperti bibit baru, pestisida dan pupuk organik, metoda bercocok tanam, memelihara ternak, pakan ternaka, memelihara ikan, pakan ikan. Ini hampir tidak terekspose, kecuali secara kebetulan. Motivasi penemuanya hanya menolong diri, keluarga dan komunitas saja, sudah terpenuhi mereka puas, mereka tidak peduli dengan hak intelektualnya, meminta ke Depkumham, mereka tidak mampu, mempertanggung jawabkan secara ilmiah juga tidak mampu. Terekspose dan dapat digunakan oleh orang lain mereka puas dan ikhlas, karena keyakinan akan menadapat pahala, apalagi mendapat penghargaan dari pemerintah plus sedikit uang, sampai mati dan anak cucu membanggakan plus orang sekampung.
Ekspose untuk inventor kecil-kecil ini dilakukan dari mulut kekuping saja, syukur kalau Pak Kades ikut mempromosikannya. Inventor kelompok ini tertolong menyebarluaskan informasi oleh para blogger sukarela, atau pers komunitas memalui internet. Perlu dipikirkan jaringanbloger yang menyebar luaskan temuan-temuan baru kecil-kecil oleh orang kecil namun hasilanya banyak menolong orang kecil dan meringankan tugas pemerintah, dan nama baiknya dan temuanya dibajak oleh orang besar, mereka tidak tahu.
Dalam merespon temuan-temuan baru ada beberapa kemungkinan terjadi, pertama dicemooh, kedua dikritik habis tanpa ampun, ketiga dikalaim mengambil hak cipta orang lain, keempat digunakan untuk mencari muka untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok, kelima dibina sampai berkembang, keenam dibinasakan dengan ditipu orang “cerdik buruk”, ke tujuh dipuji dan diberi penghargaan. Yang baiknya kalau hasil kurang sempurna jangan diiejek, dimotivasi saja untuk penyempurnaan, kalau hasilnya baik dimotivasi untuk lebih baik lagi, dimanfaatkan sebaik-baiknya, diekspose, diberi imbalan dari jerih payahnya dan penghargaan baik oleh pemerintah atau lembaga lain.
Bagi inventor kecil yang dibutuhkan kritik sebagai suplemen, bantuang keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adan pengembangan temuanya, dan penghargaan yang wajar. Sangat menyakitkan bagi mereka cemoohan dan kritik pedas, jangan kita jadi pembunuh kreativitas.
Sdr Ir. Dede Martino MP, dosen Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, telah menemukan lebih tiga puluh alat-alat pertanian baru dan pengohan hasil pertanian, satu diantaranya telah terdaftar pada Ditjen HaKi, yaitu mesin pengolah sampah organik fortable dikenal dengan nama TeknoMartino, yang menghasil pupuk organik cair yang sangat membantu dalam memelihara kebersihan lingkungan, dan membantu petani dalam mengadakan pupuk organik, pengganti pupuk anorganik yang semakin mahal, tidak terekspos disitus kampusnya. Nasib yang sama banyak dialami peneliti di perguruan tinggi dan lembaga penelitian.[Jambi, 140109].

MEMBANGUN MASYARAKAT INDONESIA KREATIF

Kita perhatikan negara yang maju di dunia dewasa ini dibidang ekonomi, teknologi dan seni, seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Australia, Korea Selatan, India dan negara maju lainnya. Mereka semua bangsa yang kreatif.
Mereka menghambil hikmah dari perbedaan (bersilang kayu dalam tungku, maka apinya hidup), selalu mempalajari alam dan segala kejadian (alam terkembang jadi guru), mereka berfikir kedepan, mereka mampu melihat tanda-tanda perubahan akan terjadi sesuatu atau proaktif (cewang di langit tanda akan panas, mendung dihulu tanda akan hujan), cepat mengambil keputusan dari sedikit informasi ( bekelibat ikan dalam air, tahu jantan betinanya), kalau bertemu masalah atau hambatan dijadikan tantangan yang harus ditaklukan ( tidak bisa belayar persahu disungai, dibukit didorong, asal maksud sampai), tidak pernah mengelu dengan masalah yang menimpa, masalah yang menimpa menjadi tantangan baru dalam berfikir dan bertindak (kalau ada masalah mereka tidak mengatakan “mati denai, tetapi mereka mengatakan “apa akal”). Semua karya kreatif dan teman berkreasi tidak dimatikan dengan cemooh, tetapi didorong. Setiap hasil penelitian yang menyimpang dari yang diharap tidak dibuang dengan alasan error, tetapi diulang dan didalami penyimpangan tersebut, karena dari hasil yang menyimpang bisa menjadi temuan baru. Mereka bangsa yang selalu belajar menurut mereka memakai istilah long life education, menurut kita belajar dari ayunan sampai keliang lahat. Mereka belajar kepada yang lebih pandai dibidangnya (berguru ke nan pandai) yang pandai tersebut tidak perlu melihat apakah ia binatang, tumbuhan, status sosial, profesi, atau embel-embel akademi), kalau orang tersebut lebih pandai dari dirinya, mereka belajar. Karena mereka berkeyakinan tiap manusia punya kelebihan dan kekurangan, belajar dari kelebihan orang lain, untuk mengurangi kekurangan kita. Mereka mengambil hikmah dari setiap peristiwa, kendati peristiwa itu menyakitkan, maka terjadi lonjakan teknologi sesudah perang, keluar berbagai teori ekonomi, sesudah krisis ekonomi, terbit karya sastra besar sesudah kehidupan tertetekan. Mereka dapat memanfaat sumber daya manusia bersasarkan kapabilitas, kompentensinya (yang buta pelepas meriam, yang buta peniup lesung, yang lumpuh penghalau burung, yang rajin disuruh-suruh, yang pandai tempat bertanya), tidak atas dasar kolusi dan nepotisme.
Saya tidak berpretensi untuk memuji-muji bangsa lain secara berlebihan, karena membuat kita rendah diri, orang rendah diri akan dijajah oleh orang lain. Orang rendah diri tidak bisa berkreasi, orang rendah diri tidak bisa berbuat, karena takut salah. Orang takut salah tidak pernah berbuat, dia akan tercenung tiap hari disudut kamar yang suram.
Yang ingin saya katakan nenek moyang kita, budaya kita asli kita adalah budaya masa lalu budaya kreatif sehingga bukti sejarah mengatakan kerajaan di nusantara bisa mengusai wilayah yang luas di Asia Tenggara sampai Melanesia. Menghasilkan karya arsitektur yang menkagumkan, karya sastra yang bisa dinikmati sampai sekarang.
Tetapi kita larut dengan kejayaan masa lalu dengan mengagung-agungkan, keris sebagai karya metalurgi yang tinggi masa lalu diagungkan dan dikeramati, tetapi tidak dipelajari teknologi metalurginya. Candi, mesjid tua dikagumi dan disykaralkan, tanpa dipelajari teknologinya. Orang-orangnya diagung-agungkan dengan sangat tinggi, tanpa dipelajari metoda dan tekniknya menemukan sesuatu, melahirkan karya sastra, peralatan. Tidak mempelajari kiat-kiat memimpin sampai strategi perang.
Budaya lama yang kreatif tersebut, sekarang dikatakan sesuatu yang kuno, perlu dimusimkan, baik bendanya, semangat dan teknologinya, dan malah dikatakan sesuatu yang kuno, tidak perlu dipakai, dikaji dan dihargai layak, kalau dihargai sering salah kaprah. Kita jadi “malin kundang” moderen yang mendurhakai “ibu pertiwi”.
Sedang bangsa yang maju, kreatif, inovatif, proaktif tersebut melakukan apa yang diwariskan oleh nenek moyang kita, kita tidak maju karena kita durhaka terhadap nenek moyang kita, dengan menghina kearifan-kearifannya dengan kata-kata kuno. Kita dikutuk jadi “manusia batu” yang orang berlari kencang kita tetap berjalan ditempat. Kita menjadi konsumen hasil karya kreatif bangsa lain, kita banga dengan dengan mental dan pikiran kita dijajah barat dan orang asing. Kalaulah pejuang kita dulu era kebangkitan nasioanal, pra kemerdekan dan awal kemerdekaan, mungkin Indonesia tidak jadi merdeka, atau kemerdekaan setahun jagung. Saatnya kita bangkit mereformasi diri, masyarakat dan bangsa ( membangkit batang terendam, lapuk-lapuk dikajangi, usang-usang dibarui), itu reformasi ajaran nenek moyang, tidak membuat yang baru sama sekali, seperti format ulang yang digunakan pada ilmu komputer seperti keadaan sekarang.
Kreativitas, tidak bisa diajarkan tetapi didikan, bakat kratif pada hakikatnya sudah ada semenjak bayi, tetapi demi kepentingan orang dewasa bakat kreatif itu dibunuh pelan-pelan dengan “over protective” kepada anak, dilarang bergaul dengan anak tetangga, membelikan mainan instan, melarang ini itu demi gengsi dan keindahan rumah, takut barang-barang kotor dan alasan lainnya yang tidak rasional.
Pembunuhan kedua masa sekolah, baik dirumah maupun disekolah. Semua pelajaran bisa mendidik kreativitas, yang utama adalah menggambar/melukis, prakarya, sastra. Terapi matematika, fisika, biologi, kimia, sejarah bisa digunakan untuk memndidik kreativitas, sekurangnya tidak membunuh bakat kreatif anak didik. Sementara guru ada guru matematik yang marah kepada murid karena menjawab soal tidak sama dengan rumus yang diajarkan, ada sementara guru senang menerima hasil prakarya yang dibeli di pasar. Marah kalau murid bertanya, yang ia sulit menjawab, atau membunuh karakhter murid dengan kata-kata pertanyan goblok, statemen orang pandir dan lain sebagainya. Tidak mau murid berbeda dari guru. Murid dianggap nakal atau menguji guru cap ini sangat membunuh karakhter murid.
Dewasa ini dengan kemajuan teknologi informasi, tidak tertutup kemungkinan murid lebih pintar dan trampil dari guru.
Pada masa lalu sampai pertegahan tahun 70-an, kesempatan kerja masih luas, pendapat guru sangat terbatas dan masih “Oemar Bakri”. Orang yang menjadi guru dan bertahan menjadi guru adalah orang yang berbakat dan punya cita-cita untuk menjadi pendidik, tidak peduli dengan pendapatan. Mereka pendidik sejati dengan mengerahkan kemampuanya (pisik, hati dan otak) untuk mendidik dan mengajar. Sekolah formal tidak tinggi, tepi semua sumber daya yang ada padanya dikerah untuk muridnya menjadi murid yang pandai dan cerdas, tanpa pamrih. Pelajaran tambahan di luar waktu sekolah, gratis tidak dibayar sama sekali baik oleh murid atau sekolah. Mereka malu kalau muridnya tidak lulus, malu kalau muridnya mencontek, malu kalau muridnya tidak melanjutkan pendidikan.
Kesulitan lapangan kerja, mudahnya mengikuti pendidikan guru, kebutuhan hidup bertambah, kehidupan melai mengarah kepada materialistis, jalan pintas untuk bekerja jadi guru, sehingga ada guru yang tidak berbakat, menjadi guru, pendidikan mulai mundur. Untuk menjadi guru tidak selesai otak dan fisik serta ilmu pengetahuan yang prima, tetapi bakat sangat menentukan. Profesi guru atau dosen punya kriteria tertentu, beda dengan profesi lain, maka sebalum masuk pendidikan guru atau rekrumen guru, dilakukan psiko-test, sehingga terjaring guru yang pendidik, bikan hanya guru yang pengajar, maka kreativitas murid, kreativitas anak bangsa terbangun.
Di perguruan tinggi, dibangun lagi kreativitas. Pada pertengahan tahun 70-an diluncurkan program mencetak “sarjana” sebabtaknya, maka dipercepat kelulusan untuk menjadi sarjana (S1), dengan sistem SKS, dapat S1 bila menyelesaikan sekian SKS, sekali menghasilkan karya ilmiah (skripsi). Dihilangkan “sarjana muda” (BChk, BA, BBA, BSc,BEc, BAe dll). Kalau dibanding kalau dikonversi SKS sarjana muda sebelum pertengan tahun 70-an dengan S1 itu sama, kalau tidak lebih baik. Sarjana waktu itu (SH, Drs, Ir, dr) waktu itu setara atau lebih tinggi dibanding S2 sekarang. Dipemerintah lulusan pendidkan instan tersebut dihargai sama dengan sarjana sebelum tahun 70-an sama sama IIIA, atau lebih tinggi dari sarjana muda. Dalam perkuliahah, tidak terbina kreativitas karena kejar tayang, S1 hanya satu kali meneliti, sangat terbatas waktu menggunakan laboratorium, diskusi, seminar selama diperguruan tinggi. S1 yang smart bukan karena sistem yang baik, tetapi bibit yang baik.
Apalagi banyaknya ijazah palsu, ijazah asli tapi palsu (ijazah tembak) atau ijazah kebut-kebutan, kuliah sabtu sampai malam, minggu setengah hari, dua tahun tamat dapat ijazah S1, yang tarbangun kreasinya mencontek, mendekati dosen dengan ilmu pendekatan, ilmu upah-mengupah skripsi, mensiasati ujian, kalau perlu belajar sambi ujian, waktu ujian sarjana tanya sedikit, jawab sedikit, betul salah sama saja, nasehat dan arahan penguji yang banyak (belajar dalam ujian), yang penting lulus, pakai toga, foto-foto penting, kalau sudah menjadi pegawai negeri minta penyesuaian pangkat, kalau caleg, pampangan di papan kampanye.
Kreativitasya yang tinggi adalah kreativitas yang negatif, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, hal ini harus bisa dihentikan.
Dimasyarakat, sering membunuh kreator, karena sebagian manyarakat kita terjebak menjadi “malin kundang modern” tidak menghargai karya anak bangsa, malah mencemooh karya anak negeri berkualitas rendah, lebih senang mensitir buku atau hasil peneliti asing. Kita seharunya kalau mau membangung kreativitas bangsa adalah menganut “baik atau buruk adalah karya bangsaku” “bangga dan menggunakan karya bangsa sendiri” “mengkritik kreator secara proporsonal dan santun” sehingga keritik menjadi suplement bukan racun yang merusak dan membunuh. Menghilangkan kebiasaan mencemooh, skeptis, sinis, mengejek karya bangsa sendiri. Kalau tidak mau bangsa Indonesia, dijajah terus menerus, secara ekonomi, budaya, sosial, dan psiklogi sekarang dan pada masa yang akan datang.
Kita hargai perbedaan, kita bangun kreativitas, inovasi, berpikir dan berindak proaktif, alaternati, indonesia akan menguasai jagad kelak, semoga. (Jambi, 140109)

KRITIKUS ATAU TUKANG KRITIK

Pada masa lalu kita mengenal kritikus dibidang sastra yaitu almarhum HB Yasin. Kritiknya sangat ditunggu oleh sastrawan, penikmat sastra maupun ahli sastra. Sastrawan merasa tersanjung kalau dikritik berliu, merasa karya bermakna, dan sastra berkembang dimasanya, karena almarhum memang ahli dibidangnya, menkritik dengan santun, mengkritik dengan memberikan solusi, mengkritik tidak membunuh karakhter orang yang dikritik, kritik yang membangun.
Kalau kita perhatikan sekarang melalui media massa elektronik dan cetak maupun melalui internet, banyak sekali “kritik” di berbagai bidang atau kegiatan oleh sangat banyak “tukang kritik” dan sedikit kritikus. Tiap waktu kita disuguhkan “kritik” dari pagi sampai malam dan sampai pagi lagi untuk berbagai bidang sampai bosan dan menyebalkan dan membuat hidup tidak nyaman.
“Kritik” yang disampaikan lebih pada kehendak/kepentingan pribadi dari yang bersangkutan, tidak melihat masalah secara utuh atau sepotong-sepotong apakah disengaja atau karena tidak tahu. Kritik yang sangat pedas melebihi pedasnya cabe rawit, yang bisa membuat mencret orang yang dikritik atau dengan kata lain membunuh kreativitas, menghilangkan orang berani untuk berbuat, dan bisa memprovokasi orang lain.
Kalau diperhatikan si tukang kritik tersebut, tidak pula orang bodoh, banyak diantaranya, pangkal dan ujung namanya sudah ada tambahan gelar akademik, jabatanya seabrek-abrek baik di masyarakat maupun negara. Mereka si tukang kritik berlagak serba tahu, sebenarnya sedikit yang tahu, yang dipamerkan sebanarnya ketidak tahuannya, tetapi orang lain bisa menjadi rusak. Kalau dicermati betuk, ia mengkritik sambil memamer kebodohan dirinya.
Kritikus ada orang ahli dan berpengalaman, sehingga ia dapat melihat suatu masalah atau kejadian dari banyak aspek, dan semua kejanggalan dapat diungkap beserta saran perbaikan. Kritikus seorang komunikator yang baik, sehingga dengan baik pula menyampaikan pikiran, gagasan dan rasa kepada yang dikritik, sehingga maksud dari kritik itu sampai, yang dikritik berubah menjadi lebih baik dan tidak berang, malah berterima kasih. Buat apa kritik kalau orang yang dikritik marah, benci, tidak berkarya, serta orang lain terprovokasi.
Kritik yang baik maksud sampai, orang senang dan malah berterima kasih. Itulah yang dilakukan kritikus besar kita dibidang sastra. Kritikus besar kita di dibidang ekonomi Soemitro Djojohadikusumo, MT Zen, Iskandar Alisyahbana, Andi Hakim Nasution, Johannes, dan beberapa yang lain dibidang sain dan teknologi, Buya Hamka, AR Syafruddin, Hasyim Musadi, Safei Maarif dibidang politik, sosial keagamaan. Kritik yang sejuk dimasyarakat.
Dewasa ini, atas nama demokrasi, kebebasan mengeluarkan pendapat yang lahir bukan kritikus seperti beliau diatas, tetapi yang banyak berkoar-koar dimedia masa adalah “tukang kritik” yang membuat orang gelisah karena mengkritik tidak meliahat dari banyak sisi, tidak ada solusi, menggunakan bahasa yang tidak santun, ada kepentingan pribadi atau kelompok yang terselubung artinya mengkritik dengan tidak ikhlas. Mengkritik pada seseorang tersebut bisa berbisik, tetapi menggunakan media masa untuk berteriak.
Kalau “tukang kritik” masih sangat banyak berkiprah di jagat Indonesia ini, pemerintah akan salalu dibuat salah tingkah, seniman stagnan, kreativitas terpasung, sain dan teknologi tidak berkembang, olah raga banyak mundur dari pada maju, menciptakan budaya kekerasan, ketertutupan, semua orang menjadi tebal kuping, karena kupingnya tuli, hati dan otak beku karena diteriaki setiap hari dengan keras dengan pilihan kata yang tidak enak didengar, bangsa kita mundur diberbagai hal kelak, semoga tidak terjadi.
Kritik yang baik itu tidak perlu dengan pilihan kata yang menyakitkan, tetapi argumentatif yang lengkap, kata-kata yang santun, saat, suasana, media yang tepat akan lebih efektif. Itulah yang dilakukan kritukus besar kita. Masih ada kritikus seperti itu tidak banyak dan tidak populer.
Semoga kritik lebih berkembang dimasa yang akan datang oleh kritikus yang arif dan ikhlas untuk kepentingan masyarakat luas, bangsa dan negaradan sebaliknya “tukang kritik” taubat dan berbenah diri menjadi kritikus. [Jambi, 140109]

Selasa, 13 Januari 2009

KEBUTUHAN, KEINGINAN DAN HARAPAN TANPA BATAS

Manusia yang utuh terdiri dari tiga unsur (a) pisik (badan dan komponennya), (b) rasa (qalbu, qalbu bukan hati/liver) dan (c) otak / pemikiran / nalar (otak tidak sama dengan benak, binatang punya benak tetapi tidak punya otak). Pisik, rasa dan pemikiran manusia ini selalu berubah, maka dikatakan manusia selalu berubah.
Perubahan pisik, rasa dan pemikiran tersebut menyebabkan manusia selalu berubah kebutuhan, keinginan dan harapannya. Dan manusia selalu berupaya memenuhi kebutuhan, keinginan harapannya yang selalu berubah tersebut. Pada hakikatnya kebutuhan, keinginannya tersebut tidak terbatas. Jadi sudah tidak terbatas dan selalu berubah, itulah yang dikatakan dinamika hidup.
Kebutuhan, keinginan dan harapan yang tidak terbatas dan selalu berubah tersebut tidak akan pernah mampu dipenuhi oleh kemampuan dirinya sendiri maupun alam termasuk oleh orang lain. Kalau kebutuhan, keinginan, dan harapan tersebut diperturutkan oleh individu manuasia ia akan menjadi manusia serakah, hedonis, stress terus menerus, lebih buas dari binatang buas dan akan merugikan orang lain yang lebih lemah. Maka waktu itu ia memperlakukan hukum rimba, hukum sigaragai, hukum seenaknya dewek, makan akan tercipta masyarakat amburadul, jahiliyah yang akhirnya membunuh dirinya sendiri dan peradaban.
Oleh sebab itu diperlukan agama dan moral untuk mengenadalikan kebutuhan, keinginan dan harapan yang tidak terbatas, atau manusia harus berhenti pada saat tertentu untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapannya yang tidak terbatas, dengan mengikuti koridor agama, moral, yang akan menimbulkan rasa syukur, maka ia akan hidup bahagia, dan akan pula membahagiakan orang lain. Pada saat itulah dunia menjadi syorga.
Paham liberal telah membuat manusia jadi hedonis dan serakah, sehingga mereka mengkonsumsi sumber daya alam berlebihan, yang menyebabkan pemanasan global, rusaknya lingkungan, kelaparan dimana-mana, ketidak adilan. Timbulnya negara-negara miskin, kawasan-kawasan miskin, dan orang-orang miskin seperti terjadi dewasa ini, yang pada giliranya membuat hidup tidak nyaman, maka dunia menjadi neraka. Secara global tanda-tanda itu telah mulai dirasakan sekarang, dewasa ini rasanya tidak ada tempat yang nyaman dimuka bumi, selalu ada ancaman, seperti ancama bencana alam akibat pemanasan global, ancaman perang, kerusuhan dan teror.
Jangan salahkan Tuhan, jangan salah alam, yang salah adalah umat manusia karena tidak mengindahkan kaidah-kaidah agama, moral dan kebutuhan, keinginan, harapan dan hak-hak orang lain.
Sebelum neraka dunia ini datang dalam bentuk yang lebih dahsyat, mari kita merenung dan memperbaiki diri, diri sendiri, keluarga, masayarakat, bangsa dan seterusnya. Berhenti menjadi manusia serakah, karena manusia serakah berarti membunuh diri sendiri dan orang lain, menyakitkan diri sendiri dan orang lain, menekan diri sendiri dan orang lain dan seterunya.
Mari kita bangun sorga didiri kita, keluarga dan orang lain untuk kita nikmati bersama, dengan mengendalikan diri dan bersyukur,
Bersyukur dengan apa yang ada, bersyukur dengan meliahat orang lain yang lebih sengsara, mendapatkan kebahagian dengan membantu orang yang susah, mengajar orang yang membutuhkan, menolong orang lemah, membantu orang yang membutuhkan bantuan, menolong dengan apa yang dapat menolong, sekurangnya menebar senyum kepada orang lain, tidak menyusahkan orang lain, mendoakan yang baik untuk kebaikan orang lain, mengucapkan kata-kata santun kepada orang lain dengan keikhlasan, syorga menjelang di hati kita masing-masing. Syorga dunia atau kebahagiaan itu ada dihati kita masing-masing bukan di kekayaan, kepintaran, atau kemolekan atau keperkasaan pisik.[Jambi, 130108]

INDONESIA BANGSA KREATIF ?

APAKAH bangsa Indonesia bangsa kreatif, apakah perlu gerakan nasional untuk meningkatkan kreativitas bangsa, apakah masyarakat kita dewasa ini mendukung peningkatan kreativitas.
Bangsa yang kreatifitasnya tinggi menjadi bangsa yang maju, semakin tinggi tingkat kreativitas suatu bangsa semakin tinggi daya saingnya, dan pada gilirannya, bangsa yang paling kreatif adalah bangsa yang menguasai dunia.
Kerajaan di nusantara ini pernah menguasai dunia, sekurang asia tenggara, seperti kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Melayu, artinya nenek moyang kita adalah bangsa yang kreatif. Dan buktinya sampai sekarang masih ada sekarang berupa bangunan kuno seperti candi, karya sastra, karya patung dan lainnya, yang sekarang dibangga-banggakan, tetapi semangat kreatifnya tidak pernah dikaji.
Awal kemerdekaan, bambu runcing bisa melawan meriam penjajah, karena semangat kreatifitas bangsa memanfaatkan apa yang ada, baik di medan perang maupun diplomasi sehingga bisa mengusir penjajah, kita merdeka.
Kreatifitas itu pulah indonesia menjadi inspirator bagi bangsa lain di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Bangsa Indonesia memimimpin dunia dan disegani oleh lawan dan kawan.
Pada masa penjajahan kreatifitas di kekang oleh penjajah, bisa dimalumi namanya juga penjajah, Namun, masa kemerdekaan, ada periode demokrasi terpimpin, dan dilanjutkan periode demokrasi atas petunjuk yang secara tidak sadar mengekang kreatifitas. Kreatifitas sangat paralel dengan demokrasi.
Semenjak satu dasa warsa terakhir, kita memasuki era demokrasi, dan sudah sangat maju didunia, kemudian kita juga masuk periode otonomi daerah yang sangat memungkinkan untuk berkembangnya kreatifitas, tetapi hasilnya secara makro adalah daya saing kita melemah dan bercolkol pada tinggkat yang sangat rendah, apa ada yang salah. Menurut saya tidak, secara kratifitas itu ada positif dan ada negatif.
Kreatifitas adalah adalah kemampuan untuk mencipta / berkreasi atau kemampuan individu atau kelompok yang menciptakan sesuatu yang baru, (wawasan, konsep, metoda, sistem, produk) dengan menghandalkan keunikan. Semuanya bisa positif maupun negatif, kreatifitas tersebut seperti pisau bisa digunakan untuk kejahatan atau kebajikan.
Yang berkembang adalah kreatifitas penjahat, kreatif membunuh, kreatif tawuran, kreatif merampok, kreatif korupsi, kreatif memeras (jinak, pakai aturan atau liar, tanpa aturan), kreatif membuat aturan yang menyusahkan orang lain atau masyarakat, kreatif membunuh karakhter orang lain, kreatif mengkeroyok orang lain secara fisik maupun politik, kreatif menggelembungkan proyek. Kesemuanya kreatifitas negatif, kreatif bersilat lidah atas nama demokrasi dan otonomi. Kreatif membuat pasca pilkada rusuh, kreatif mengangkat pejabat yang tidak tidak mampu dan lain sebagainya. Kretif mencontek dan studi contek (beda tipis dengan studi banding lemabaga negara/daerah), kreatif membuat sinetron, film dan pertunjukan selera rendah, dan lainnya yang sejenis, kreatif ilegal loging, fishing, mining, trading, manufachturing, investigating sampai ilegal jastice. Kreatifitas kelompok ini berkembang pesat dan sangat luar biasa.
Pada sisi lain, kreatif meningkatkan efisiensi dan daya saing, kreatif menyampaikan pendapat dengan santun, kreatif membuat program yang berorientasi pada kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat, menciptakan produk-produk baru serta karya cipta baru dibidang seni, teknologi dan humaniora sangat minim dan tenggelam dibanding kreatifitas negatif diatas.
Jadi bangsa kita masih bangsa yang paling kreatif, tetapi kreatif salah kaprah, sehingga kita bisa pemecah rekor korupsi, daya saing, pabrik ekstasi yang besar, pengkempangan BLBI yang ratusan triliunan. Korupsi menggurita, pungli semenjak preman sampai anggota parlemen dan penegak hukum.
Salah siapa, ya salah kita, tentu yang lebih salah yang lebih berkuasa, lebih kaya, lebih kuat, lebih pintar, walaupu tidak semua yang pintar, berkuasa, kaya dan kuat bersalah.
Kalau tidak mau terpuruk lagi, mari kita tinggalkan kreativitas negatif, kita dorong kreativitas positif seperti harapan pemerintah.
Perlu diingat, tidak ada kebebasan mutlak dalam berkreatif, berkreasi bebas dalam koridor, bagi orang beragama, bebas dalam koridor agama, hidup bermasyarakat bebas dalam koridor moral, hidup bernegara bebas dalam koridor undang-undang. Kreatifitas negatif diatas adalah kreatif tanpa koridor agama, moral dan undang-undang.
Tahun 2009 dimulai gerakan peningkatan ekonomi / industri kreatif, tetapi akan tenggelam oleh kreativitas negatif diatas. Peningkatan ekonomi / industri kreatif saja tidak cukup. Perlu didasari dari budaya kreatif, demokratisasi sebagai modal dasar menciptakan budaya kreatif sudah ada, tinggal menyalurkan pada jalur yang benar yang diridhahi Allah. Semoga., JAMBI, 130109

Senin, 05 Januari 2009

HIDUP ADALAH PERSAINGAN, JADILAH MANUSIA TANGGUH

Semenjak lahir kita sudah mulai persaingan dalam hidup, persaingan tersebut akan belanjut terus sampai menghembuskan nafas terakhir. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai daya saing tinggi, mereka orang-orang tangguh, mampu bertahan dengan segala suasana dan berhadapan dengan siapa saja.
Waktu masih kecil, masih jadi baji, balita, anak-anak kita bersaing mendapatkan perhatian orang tua dan orang-orang sekitar, berebut makanan yang diberikan ibu dengan saudara atau teman, berlomba dengan kawan dan sebagainya. Yang mendapat segalanya anak-anak yang berdaya saing tinggi, yang bertahan hidup adalah anak-anak yang fisiknya tangguh.
Masuk sekolah, sampai menamatkan kuliah terjadi lagi persaingan, persaingan mendapat nilai yang tinggi untuk menjadi juara kelas, atau indeks prestasi yang tinggi, hanya orang-orang berdaya saing tinggi yang jadi juara kelas atau indek prestasi tinggi dan orang-orang tangguh yang dapat menamatkan pendidikan. Orang miskin bisa jadi juara, orang miskin bisa menamatkan pendidikannya sampai S3, tetapi banyak orang pintar dan anak orang kaya yang tidak dapat menamatkan pendidikannya.
Setelah tamat pendidikan, masuk kemasyarakat, untuk jadi pegawai pemerintah atau karyawan swasta terjadi persaingan, karena banyak pelamar, terjadi lagi persaingan. Setelah menjadi pegawai bersaing prestasi dengan kawan sekerja untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi dengan harapan pada suatu saat mendapatkan jabatan puncak.
Ada yang menjadi olahragawan,mereka bertanding, berlomba, mereka itu bersaing untuk menjadi juara, dari juara klub, lokal, nasional, regional sampai juara dunia.
Sebagian diantara kita berprofesi sebagai pengusaha, sebagai pengusaha apa saja semenjak petani, penambang, pedagangan, industri, pengusaha jasa. Tiap hari bersaing, kalau mereka tidak mampu bersaing, usahanya akan hancur, produknya tidak laku dipasar, mereka tidak mendapatkan keuntungan yang layak. Usahanya berkembang dari usaha kecil menjadi pengusaha besar dan konglomerat.
Berorganisasi, berpolitik, akan selalu bersaing, bersaing untuk mendapatkan simpati masyarakat, anggota organisasi, sehingga jabatanya selalu naik dari anggota, bisa jadi pengurus, bisa jadi ketua pada ranting, cabang, wilayah sampai pengurus pusat. Bisa menjadi anggota DPRD, DPR, walikota/bupati, gubernur, menteri, jabatan politik lainnya sampai jadi presiden.
Profesi apa saja juga akan ada persaingan, jadi dokter, guru, hakim, jaksa, arsitek, peneliti, dosen dan sebagainya juga terjadi persaingan untuk mendapatkan tempat terhormat.
Manusia dengan makhluk hidup yang lainpun terjadi persaingan untuk dapat menghirup udara segar dan mendapatkan makanan, manusia pada saat tertentu bisa kalah dengan binatang atau tumbuhan, ia dimangsa oleh makhluk hidup yang lain sehingga sakit oleh kuman, virus, dipatuk ular, dimakan hiu atau buaya karena tidak kuat bersaing.
Suami istripun bersaing dalam menghirup udara segar dalam kamar tertutup atau oksigen terbatas, siapa paru-parunya tidak kuat, ia akan sasak napas.
Persaingan itu diperlukan, dengan adanya persaingan ada dinamika hidup, dengan adanya persaingan manusia mandapat kebahagian, dengan persaingan akan tercipta kemajuan. Tuhan pasti sengaja membuat perbedaan untuk terjadi persaingan, malah Tuhan menyuruh umat manusia untuk bersaing, bersaing membuat kebaikan dan beramal kepada orang lain, Tuhan melarang pemusuhan, berlawanan, dan bersaingan untuk menghacurkan yang lain.
Bersaing dalam hidup ibarat orang lomba lari, atlit lain tidak diganggu, tidak dilumpuhkan atau diganjal kakinya sehingga ia jatuh. Ia lari di jalurnya, kita lari dijalur kita, tidak perlu memikirkan dan berusaha menghambatnya, yang penting kita berfikir dan belatih dan menguatkan fisik kita sendiri. Menang tanpa berniat, berfikir dan bertindak yang merugikan orang lain, yang dipikirkan dan dilakukan adalah kita jadi pemenang.
Seorang pengusaha, berfikir dan berniat akan membunuh saingan, pikiran dan energinya akan habis untuk membunuh sainganya, saingan selalu ada dan banyak, saingan belum tahu mati, ia mati lebih dahulu. Orang yang berfikir dan berniat mengganggu, membunuh saingan apa lagi melakukannya. Saingan belum tertentu terganggu, belum tentu mati, atau habis semua saingan dimukan bumi ini, ia mati dulu. Orang yang berniat dan berpikir mengganggu dan membunuh saingan itu adalah orang yang iri, dengki, orang sakit jiwa, yang ia dibunuh oleh penyakitnya sendiri.
Untuk memenangkan persaingan baik perorangan adalah dengan meningkatkan daya saing diri sendiri, dengan meningkatkan kemampuan fisik, selalu belajar, berpikir kreatif, inovatif dan selalu membantu atau meringan orang lain, dan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan orang lain kepada kita, kita akan memenangkan persaingan hidup ini.
Dalam berorganisasi juga demikian, organisasi yang sukses adalah organisasi yang dapat meringankan beban masayarakat, dapat memenuhi kebutuhannya. Organisasi yang berguna bagi masyarakat.
Akhirnya orang yang paling berdaya saing adalah orang yang paling berguna di masyarakat, organisasi atau partai politik yang berdaya saing tinggi partai politik yang paling berguna oleh rakyat, bangsa dan negara.
Tentara pun tidak diniatkan untuk membunuh dan menyerang orang atau negara lain, bagi orang beradab tentara untuk mempertahankan diri dan menjaga kemanan dan pertahanan bangsa dan negara, bagi bengsa dan negara beradab perang adalah jalan terakhir apabila jalan damai atau diplomatik gagal. Hanya bangsa dan negara yang tidak beradab dan berperi kemanusian saja yang mengunakan tentara untuk menyerang negara lain.
Orang yang akan masuk syurga adalah orang yang menjalankan kaidah agamanya dengan demikian juga orang yang beramal kepada kepada orang lain dan lingkungannya dengan ikhlas karena Tuhan-nya. Jadi untuk berdaya saing tinggi diperlukan pula keikhlasan yang tinggi.
Dalam bersaing, karena persaingan itu sepanjang hayat dikandung badan, bukan sesaat, maka orang yang sabar dan isqamah pula yang akhirnya memenangkan persaingan didunia, dan mendapat kebahagian didunia dan akhirat, semoga kita masuk orang yang berdaya saing tinggi. Amin.***
Jambi, 05/01/09

Minggu, 04 Januari 2009

SAINGAN ATAU LAWAN POLITIK

Tuhan mentakdirkan kita berbeda beda, untuk saling mengenal, membutuhkan, menolong, dan patner berlomba mencari kebaikan dimuka bumi. Bukan untuk saling berlawanan, mencegal, memfitnah atau membunuh.
Masa pemilu semakin sering kita mendengar lawan politik, dulu beda partai dianggap lawan politik, dengan pemilu tahun tahun 2009, penentuan pemenang berdasarkan perolehan suara terbanyak, apakah akan dijadikan teman satu pertai sama-sama caleg dari dapil yang sama menjadi lawan politik, sehingga partaipun terpecah belah, habis energi untuk mengalahkan lawan.
Stigma politik yang sering disuarakan, tidak ada lawan yang abadi, dan tidak ada kawan yang abadi adalah kepentingan. Petuah orang bijak mengatakan, lawan satu sudah membuat susah, kawan seribu tidak cukup. Apakah menjadi orang politik membuat susah dikeroyok oleh lawan yang banyak, atau susah karena mengeroyok lawan satu persatu, tentu saja tidak.
Stigma politik yang mengatakan “yang abadi adalah kepentinggan”. Apa kepentingan menjadi orang politik, apakah kekayaan, atau kekuasaan, atau kekuasaan untuk mendapatkan uang, sehingga habis energi fisik dan pikiran untuk kekuasaan dan uang. Sehingga untuk menjadi orang politik harus mempunyai uang banyak, dan menjadi orang politik untuk mencari uang sebanyak-banyaknya, sehingga keluar istilah politik uang dan biaya politik.
Kalau kita mau mengamati anggaran dasar partai politik, semuanya partai didirikan untuk kepentingan rakyat, nagara dan bangsa, tidak ada partai didirikan untuk kekuasaan atau untuk mencari uang sebanyak-banyaknya. Jadi kepentingan yang abadi tersebut adalah kepentingan rakyat, bangsa negara. Partai politik yang dalam jejak perjalannya selalu mementingan rakyat, bangsa dan negara, atau orang politik yang selama jejak kariernya mementingkan kepentingan rakyat, rakyat memilih dan menujuknya untuk memimpin rakyat, jadi bukan untuk menguasai rakyat, bangsa dan negara, tetapi dipercaya untuk memimpin, mengkelola negara, dan rakyat didalammya, guna memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Jadi kepentingan yang abadi tersebut adalah mensejahterakan rakyat, bukan kekuasaan. Kekuasaan yang diberikan rakyat adalah amanat dari rakyat.
Partai atau orang partai yang dipilih dalam pemilu yang akan datang seharusnya dalam rekam jejaknya selalu mementingkan kepentingan rakyat, mereka bukan orang suka dengan membunuh, mengganjal, atau memfitnah lawan politik, tetapi adalah partai atau orang politik yang bersaing untuk mensejahterahkan rakyat, apakah ada ? Jawabnya ada asal jeli melihat, tetapi yang banyak adalah penjual kecap politik, selebriti politik, pengusaha politik yang mencari rente politik.

Oposisi politik
Oposisi biasa hidup bernegara, oposisi diperlukan dan penting, tetapi oposisi yang diadop dari bahasa Inggris “oposition” bukan lah lawan, yang selalu menyalahkan kebijakan partai berkuasa, tetapi partai yang menjadi penyeimbang dalam suatu neraca (timbanga) yang letaknya bersebrangan. Ini diperlukan agar negara atau pemerintah dapat berjalan dengan benar, arahnya terjaga. Jadi oposisi bukan lawan, tetapi mitra untuk mencapai tujuan bangsa dana negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, negara dan pemerintah yang adil. Jadi anak timbangan oposisi bisa mendekat atau menjauh dari pemerintah yang berkuasa untuk mendapatkan keseimbangan. Dibutuhkan oleh rakyat, dibutuhkan oleh pemerintah yang berkuasa, dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Jadi dalam pemilu diperlukan persaingan politik, dan diperlukan oposisi, tetapi sangat tidak produktif lawan politik, politik uang, biaya politik yang berlebihan, seleberiti politik, mempergunakan kendaraan politik untuk mencari kekayaan. Tetapi yang diperlukan pejuang politik untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara, yang dibutuhkan negarawan, semoga pihak yang terpilih pada pemilu 2009 adalah para negarawan. Negarawan di legislatif dan negarawan yang memimpin eksekutif, semoga
Jambi, 04/01/09

TINGGI GUNUNG SERIBU JANJI

Teringat sebuah lagu lawas, dengan syair “tinggi gunung seribu janji, tidak terbatas kata-kata, lain dimulut, lain dihati”.
Pada musim pemilu atau pilkada kita disuguhkan dengan janji-janji muluk para kandidat atau partai-partai. Seolah-olah masalah bangsa, negara dan daerah akan dengan mudah diselesaikan seperti membalik telapak tangan saja, bahkan dengan seratus hari setelah mereka dilantik semua masalah selesai.
Mereka mungkin tidak tahu, tidak mau tahu, atau lupa bahwa ada satu kaidah “kebutuhan dan harapan rakyat kepada negara atau pemerintah tidak terbatas, sedangkan kemampuan negara atau pemerintah sangat terbatas” mereka juga lupa kemampuan dan kewenangan kalau mereka terpilih juga terbatas. Selain itu kemampuan dan kewenangan eksekutif atau legislatif bukan tak terbatas. Barangkali juga disengaja demi untuk mendapatkan suara pemilih timbulah seribu janji muluk-muluk yang tidak rasional dan tidak mungkin dilaksanakan. Barangkali juga mereka hanya mampu berjanji.
Setalah mereka terpilih sampai seratus hari menikmati masa kemesraan dapat ucapan selamat dari sana sini, para pihak yang akan membutuhkan jasanya mulai mendekat, ia seperti diatas angin. Namun kemesraan itu akan cepat berlalu, setelah rakyat menuntut janji-janji pemilu atau pilkada. Para demonstran silih bergati menjambangi kantornya, polisi dan satpol PP mendapat pekerjaan tambahan, korban pertama adalah pintu gerbang kantor rusak karena digoyang oleh demontran dan satpol PP. Kasihan pada pintu gerbang yang tidak bersalah.
Biasanya mereka dengan mudah berkomunikasi dengan masyarakat menjelang pemilu atau pilkada sekarang menjauh, seolah-olah takut bertemu dengan rakyat, bahkan kerumah ibadahpun sudah mulai jarang, hidup mulai sempit, mau tenang pergi ke tempat orang yang tidak mengenalnya keluar negeri atau keluar daerah. Sehingga banyak pejabat daerah sering ke Jakarta.
Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna. Barangkali atau sebaiknya sebelum menjadi kandidat mereka mempelajari terlebih dahulu dengan seksama lembaga yang akan dimasukinya. Batasan-batasan kemampuan dan kewenangan dari lembaga tersebut, aturan-aturan apa yang harus dikutinya, sehingga janji yang disampaikan lebih rasional, dan rakyat tidak menuntut macam-macam, karena tidak ada janji macam-macam pula.
Celakanya karena bagi kepala eksekutif, karena banyak janji kepada rakyat, tidak tahu dari mana memulai melaksanakan janji, maka mulai program trobosan, padahal terabasan, program populer sesaat seringkali diluar sistem. Sehingga program kabupaten / kota tidak singkron dengan program provinsi, program provinsi tidak singkron dengan program nasional. Terbit perda-perda aneh yang tidak singkron dengan undang-undang atau produk hukum lainnya.
Hasilnya pembangunan berlari ditempat, arang habis besi binasa, orang miskin tetap miskin, orang kata bertambah kaya, dana daerah disimpan di SBI, bukan untuk membangun.
Sesudah itu rakyat menuntut lagi dicari langkah mengelak yaitu mencari kambing hitam diluar dirinya atau diluar lembaganya. Kalau tidak ada yang dikambing hitamkan pihak lain, maka alam dikambing hitamkan apakah itu cuaca, maupun bencana.
Terakhir teringat lagi sebuah syair lagu “nasib ya nasib mengapa jadi begini ?”
Jambi, 04/01/09

HARMONI DALAM PERBEDAAN

Tuhan mentakdirkan adanya perbedaan, perbedaan tempat di muka bumi, menjadikan perbedaan jenis tanah dan iklim yang menyebabkan berbeda komoditi unggulan dimasing-masing tempat yang kemudian terjadi perdagangan antar daerah, terjadi industri pengolahan sehingga hasil pertanian bisa lebih tahan lama untuk diperdagangan ketempat yang jauh, terjadi proses nilai tambah, perbedaan mata pencaharian dan profesi, sehingga manusi saling membutuhkan sesamanya dan terjadi dinamika hidup.
Manusiapun ditakdirkan berbeda secara individu secara genetis dan sosial, hampir tidak ada manusia yang betul-betul sama kendati ia dilahirkan dengan kembar identik. Manusia memiliki sidik jari, suara, bentuk, rupa dan lain tidak ada yang sama. Dengan ketidaksamaan itu setiap manusia unik, khas. Dengan keunikan itu kalau berhadapan dengan manusia juga perlakuannya khusus. Manusia diberi nama, dengan nama mempermudah berkomunikasi dan mengidentifikasinya.
Manusia dan binatang diberi kelamin, wanita dan pria. Hewan juga begitu, masing masing kelompok membutuhkan. Apa jadinya kalau manusia hanya satu kelamin saja. Wanita tidak akan membutuhkan pria dan begitu pula sebaliknya. Dengan saling membutuhkan terjadilah harmoni dalam hidup.
Binatang kadang kala dianggap sama, sama bentuk, rupa dan suaranya. Tidak demikian menurut peternak. Seorang peternak sapi yang memeiliki sapi ratusan ekor ia mampu mengidentifikasi ternaknya.
Kita perhatikan lingkungan kita, hewan termasuk manusia mengeluarkan CO2 waktu bernafas, sebaliknya tumbuhan menyerap CO2 dan mengeluarkan 02 yang dibutuhkan manusia.
Menusia butuh hewan dan tanaman untuk kelangsungan hidupnya baik untuk pangan, maupun untuk sandang dan perumahan. Sebenarnya mereka butuh manusia untuk memenje mereka agar mereka lestari dalam hidup ini.
Georafis yang berbeda dipermukaan bumi yang bulat ini, untuk terjadi perbedaan dan agar dengan perbedaan itu akan saling membutuh-kan. Kalau keadaan geografis sama, produk yang dihasilkan akan sama, siapa lagi yang memproduksi, tidak perlu distribusi. Produksi dendiri konsumsi sendiri.
Ada dataran tinggi yang menghasilkan komoditi tertentu, ada dataran rendah dan pantai menghasikan pula komoditi tertentu, laut dan sungai menghasilkan produk perikanan. Untuk manusia saling membutuhkan. Pepatah mengatakan ikan dilaut, asam digunung bertemu dalam belanga, semuanya untuk manusia. Rasa yang berbeda diramu dalam satu masakan oleh orang yang bijak dalam mengharmonikan rasa akan menjadi hidangan yang sedap.
Dalam harmoni tidak berarti harus sama. Pada makanan misalnya, tidak perlu bumbu sama dengan bahan pokoknya, tetapi bumbu kendati sedikit sangat diperlukan dalam masakan. Bayangkan dalam suatu hidangan tidak ada garam, kendati kebutuhan terhadap garam tersebut tidak sebanya ikan atau daging. Hidangan tanpa garam akan jadi hambar dan tidak mengairahkan untuk disantap. Kendati garam kaum minoritas tetap dibutuhkan.
Dalam kehidupan sosial juga demikian. Status sosial dan profesi manusia berbeda-beda. Tidak ada profesi yang satu lebih hina dari yang lain. Bayangkan kalau tidak ada petani yang bermandikan lumpur dan keringat untuk menghasilkan pangan para orang kaya, konglomerat, pejabat tinggi, pakar sekalipun tidak akan makan dan akhirnya mati.
Bagaimana dengan tukang angkat, apakah semua orang bisa mengangkat barang sendirian. Tentu saja tidak. Bayangkan tidak ada petugas kebersihan yang bersedia mengumpulkan sampah yang berserakan dan diproduksi oleh semua rumah tangga. Satu minggu saja kalau itu terjadi di Jakarta, Jakarta akan kotor dan bau busuk menyengat dimana-mana, tikus dan lalat berkeliaran sampai kamar tidur dan ruang makan. Hidup menjadi tidak nyaman. Apa pun profesi tukang sampah yang sering dilecehkan, sangat dibutuhkan dalam hidup. Kalau mau hidup harmoni danbahagia jangan lecehkan apapun profesinya.
Bagaimana dengan profesi penjahat misalnya, apa juga dibutuhkan. Dengan adanya penjahat, manusia jadi waspada dalam hidup, untuk memberi rasa aman dibutuhkan peralatan seperti pagar, pintu, kunci-kunci, alarm dan sebagainya dan berkembang pula industri alat kemanan tersebut, menyerap tenaga kerja dan memeberi kehidupan bagi orang lain baik di industri, distrubusasi, jasa pertukangan. Timbul pula profesi seperti satuan pengamana, pengawal pribadi, polisi, jaksa, hakim, sipir penjara, pengcara dan lain sebagainya. Adanya orang jahat sekalipun membuat dunia ini jadi dinamis.
Ada kaya ada miskin, yang kaya suka melecehkan yang miskin, coba dibayangkan semua orang sama kayanya, atau sama miskinnya, maka akan terjadi hidup sangat individual. Orang miskin punya kelebihan seperti tenaga dan mau mengerjakan pekerjaan apa saja. Yang kaya punya kelebihan ada uang yang bisa membelanjakan uangnya untuk apa saja, mereka saling membutuhkan dan bisa menciptakan keharmonisan. Kelebihan di masing-masing pihak menjadi ladang amal juga untuk akhirat.
Imajinasi kita layangkan apabila setiap manusia tiba-tiba punya kepandaian dan kepintaran yang sama, baik sama-sama pintar atau sama sama bodoh, sama-sama tahu, sama-sama bisa. Maka tida ada guru, dosen, pembimbing, instruktur, peneliti, penulis. Tidak ada pula lembaga penelitian, pendidikan, komunikasi informasi. Apa pula jadinya dunia dan kehidupan ini, pasti tidak enak. Orang bodoh dibutuhkan orang pandai untuk diajarnya, sebaliknya orang bodoh membutuh-kan orang pandai untuk mengajar atau membimbingnya. Ada harmoni dalam kehidupan.
Orang tidak pernah sakit, atau orang sakit-sakitan saja. Orang tidak pernah sakit profesi dokter, perawat, apaoteker, dukun tidak dibutuhkan, klinik pengobatan, rumah sakit, apotek, laboratorium kesehatan, industri obat, pedagang obat, fakultas kedoteran, farmasi bubar jalan. Terjadi pengangguran, orang sakit saja memberi kehidupa pada yang lain.
Rambut sama hitam, pendapat berbeda-beda, sesuatu yang harus diterima dalam kehidupan dan akan selalu ada. Perbedaan itu timbul karena beda ilmu pengetahuan, pengalaman, ideologi, tujuan hidup, kepentingan dan lingkungan. Perbedaan itu diperlukan untuk saling mengisi kekurangan, maka perbedaan itu menjadi hikma. Tetapi perbedaan itu tidak disikapi dengan baik perbedaan itu akan menjadi petaka. Kuncinya mau mendengan, memahami perbedaan, mementing orang banyak dari diri sendiri, cari titik temu dari perbedaan dengan kepala dingin, mengemukakan kebaikan bersama dan mau mengalah untuk kebaikan bersama dan adanya keikhlasan.
Apapun profesi dibutuhkan oleh manusia. Kaya miskin, kuat lemah, sakit senang, pintar bodoh sesuatu yang relatif, maka ia akan tetap ada. Relatifitas itu membuat kehidupan. Kata kuncinya sadari kita saling membutuhkan, maka saling menghargai, berikan sesuatu pada yang lain, sehingga mereka hidup layak, kendati miskin.
Perbedaan akan saling mengenal, membantu, memberikan kehidupan, dan dianmika hidup. Perbedaan yang disikapi dengan sikap positif perbedaan akan menjadi harmoni kehidupan yang dinamis.
Berbeda bunyi dan nada bila dikelola dengan baik akan menghasilkan simpfoni yang indah. Berbeda rasa bila dikelola dengan baik menghasilkan hidang yang sedap. Berbeda pendapat bila dikelola dengan baik akan menjadi dinamik dan menemukan sesuatu yang lebih baik yaitu kemajuan bersama
Perbeda yang tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan centang-perenang dan bahkan mala petaka. Kelola perbedan, manage konflik dengan baik, hidup akan harmoni dan penuh rahmat.

KOORDINASI PEMERINTAH SEMAKIN SULIT

Kordinasi kata-kata indah yang semakin hari semakin indah untuk dikatakan sementara pejabat, tatapi semakin pahit saja untuk dilaksanakan dan semakin jauh dari harapan orang banyak.
Masalah di dunia modern ini semakin kompleks, tidak ada masalah yang dapat diselesaikan oleh satu orang atau satu institusi, masalah yang timbul saling kait mengkait sesuatu hal dengan hal yang lain, antara satu institusi denga institusi, antara satu wilayah dengan wilayah yang lain, antar suatu negara dengan negara lain. Oleh sebab itu kalau ada suatu masalah, untuk menyelesaikan harus ada satu komitmen semua stake-holder.
Komitmen tidak akan timbul begitu saja tanpa menyadari masalah yang timbul itu hanya dapat diselesai secara besama-sama tentu dengan bekerjasama, bukan oleh satu orang atau satu institusi. Kalau berpikiran demikian akan hilang ego-sektoral, ego-kelembagaan, ego-wilayah, ego-pusat-daerah serta ego-ego yang lain.
Bangsa atau negara Indonesia adalah bangsa atau negara yang besar, masalah negara ini tidak bisa diselesaikan oleh segelintir orang, pemerintah, atau oleh yang lainnya, harus diselesaikan bersama dengan semua stake-holder, bersama kita bisa itu yang dikatakan SBY, itu filsafat usang nenek moyang dengan filsafat sapu lidinya, dan itu yang ditinggalkan oleh bangsa ini, oleh para pejabat, oleh masyarakat, dunia usaha, elit politik dan elit-elit lainnya, sehingga bangsa ini semakin jauh dari bangkit dari ketepurukan.
Kembali pada koordinasi, koordinasi akan timbul dari komunikasi positif antara para pihak atau stake-holder, komunikasi positif akan mecari titik temu dari perbedaan, perbedaan menjadi hikmah, perbedaan menimbulkan kreativitas, yang mengarah pada visi yang sama, untuk menyelesaikan masalah yang timbul, masalah bersama. Kalau sudah berprinsip demikian akan terjadi keterbukaan, keterbukaan menimbulkan kepercayaan yang akan bermuara pada komitmen bersama, kepentingan yang lebih tinggi dari kepentingan diri sendiri, kelompok, sekto, wilayah dan seterusnya.
Sulitnya koordinasi dewasa ini karena tidak adanya keterbukaan karena ada hal yang disembunyikan pada pihak lain, timbul komunikasi kecurigaan, dilanjukan dengan komitmen palsu, yang bermuara pada kordinasi semu (pseudo-cordinating) atau koordinasi dimulut atau diatas kertas saja, tetapi tidak dalam aksi nyata.
Ketidak keterbukaan sesuatu karena ada yang harus ditutup-tutupi, jangan diketahui orang lain. Yang ditutupi itu cendrung yang kurang baik kalau diketahui orang. Kalau itu perhiasan yang bagus, pasti dipamerkan pada orang lain, tapi kalau bangkai pasti ditutup, ini kecendrungan yang terjadi sekarang, sehingga kordinasi sulit diwujudkan.