Jumat, 20 Maret 2009

KRISIS ITU RAHMAT

Umumnya lonjakan ekonomi dan teknologi terjadi sesudah krisis berlalu, namun sebaliknya bisa terjadi juga lonjakan pasien rumah sakit jiwa diwaktu krisis, apakah benar krisis itu rahmat. Ada orang tertekan dengan adanya krisis, sehingga menjadi pasien rumah sakit jiwa tersebut diatas, keluarganya berantakan, harta habis dan bahkan ada yang sampai bunuh diri.

Krisis itu memang menyakitkan dan membuat orang jadi tertekan, tetapi dengan kondisi tertekan tersebut akan timbul daya dorong dan kreatifitas, suatu naluri untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Oleh sebab itu krisis yang melanda kita harus disikapi dengan pemikiran positif dan tetap memelihara harapan.

Tidak sedikit orang korban PHK, menjadi pengusaha sukses. Waktu di PHK, dengan modal kecil memulai usaha dengan kecil-kecilan, pedagang asongan, atau pedagang kaki lima, kemudian dia berkembang. Pada saat krisis ekonomi, daya beli masyarakat menurun, maka yang biasa makan di hotel restoran berbintang, sekarang makan di restoran kecil, yang biasa makan di retoran kecil, makan di rumah / atao pondok makan kaki lima. Yang biasa makan makanan impor, sekarang mengkonsumsi produk dalam negeri.

Di bidang pariwisata juga demikian, orang kaya yang biasa melancong keluar negeri, dalam keadaan krisis cukup berlibur di dalam negeri, makan-makanan local, member kehidupan kepada usaha kecil menengah.

Jadi krisis akan bisa juga menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja baru, tetapi peluang yang besar tersebut adalah sector usaha kecil dan informal. Sehingga sector informal menjadi katup pengaman ekonomi nasional. Usaha kecil-kecil dan informal ini lah yang akan berkembang menjadi usaha kecil menengah dan formal.

Dalam kondisi krisis akan terjadi lonjakan, kalau mayarakat merespon krisis dengan positif dan pewmerintah khususnya pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi untuk itu dengan membuat kebijakan-kebijakan khusus atau darurat untuk mengantisipasi keadaan krisis. Jadi kebijakan pemerintah diwaktu krisis tidak sama dengan kedaan normal.


Masing-masing tingkat pemerintahan tersebut membuat kebijakan “tanggap krisis” kalau pemerintah pusat dikenal dengan kebijakan stimulus ekonominya, tampaknya pemerintah daerah tidak terdengar atau terbaca ada kebijakan tanggap krisis dalam rangka menghadapi krisis ekonomi sekarang ini. Sedangkan usaha kecil informal tersebut mereka berhadapan dengan pemerintah daerah.

Tugas lain pemerintah daerah adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi usaha mikro, kecil dan menengah, sampai saat ini belum ada kebijakan tanggap darurat bagi mereka hamper semua sector, apakah tertutup dengan “pesta besar” demokrasi saat ini, sehingga kepala daerah yang rata-rata elit politik sibuk memikirkan pemenangan pemilu entah juga. Tetapi kalau tidak ada kebijakan tanggap krisis oleh pemerintah daerah, maka krisis ekonomi sekarang tidak menjadi rahmat, sebaliknya menjadi petaka. Semoga tidak demikian.

Apapun keadaan, jangan sandar kan hidup ini kepada orang lain, termasuk pemerintah, karena bisa menjadi orang yang lemah, sinis, manja, perengek dan suka menuntut, dan tidak pernah maju dan mandiri. (Dasril Daniel, Jambi, 20 Maret 2009)

Selasa, 10 Maret 2009

DIVERSIFIKASI PRODUK

DIVERSIFIKASI produk ditujukan untuk membuat produk tahan lebih lama, mengarah kepada produk siap konsumsi / digunakan, memenuhi selera, kebutuhan dan harapan konsumen, memperluas pasar, mempermudah transportasi, menyerap tenaga kerja, member nilai tambah, pendapatan dan lain sebagainya.

Untuk divesifikasi produk ini diperlukan kreatifitas, inovasi, penelitian, modal, promosi atau komunikasi pemasaran, bantuan dari pemerintah untuk usaha kecil dan menegah.

Diversifikasi produk artinya menganeka ragaman produk. Jadi diawal satu produk utama dapat dibuat berbagai produk. Contoh mudahnya adalah pisang. Pisang yang dimakan segar atau dibat makanan basah dapat diversifikasi, menjadi pisang sale, kripik pisang, tepung pisang. Kripik pisang dideversifikasi lagi dengan berbagai varian bentuk, seperti bulat kecil, lembaran panjang tunggal atau berbentuk stikc. Keripik pisang dikembangkan lagi dari sisi rasa, seperti rasa tawar, rasa asin, rasa coklat, rasa bawang goring dan macam-macam lagi. Dari sisi pembungkus, pertama dijual dalam bentuk curah, kemudian dengan bungkus plastic, kaleng, bungkus plastic dalam kotak, bungkus aluminium foil dengan isi nitrogen. Dari ukuran, juga ada variannya dari beberapa gram dalam satu kemasan sampai hitungan kilo.

Produk makanan tradisonal umumnya tidak menggunakan teknologi tinggi, yang sangat berperan disini adalah kretifitas, inovasi, jeli melihat peluang pasar, berani memulai, dan berpromosi. Kelompok ini sangat cocok untuk industr mikro/kecil/menegah, baik dikota maupun didesa, yang peting instasi Pembina tingkat kabupaten kota bersedia mendapinggi sebagai kosultan teknis produksi, manajemen, membantu promosi, memediasi kemitraan dan sumber permodalan.

Diversifikasi tetap berorientasi pasar yakni mempertimbangkan kebutuhan, selera, harapan, daya beli dan segmen pasarnya. Untuk industry pedesaan yang perlu dipertimbangan adalah ketersediaan bahan baku lokal, tentu ada program bersama antara dunia usaha dan pemerintah. Dari sisi pemerintah tentu juga ada program dan kerjasama terpadu antar lemabaga yang bertanggung jawab ketersediaan bahan baku, instansi yang

Sebagai inspirasi, kita dipedesaan (kabupaten) punya macam-macam hasil pertanian, seperti padi, jagung, kentang, singkong, kedele, kacang tanahubi rambat, cabe, bawang, tomat, ikan, ayam, kambing, sapi, kopi, tebu, aren, duren, nenas, jambu, ketimun, pisang, mangga dan banyak yang lain

Pertanyaannya berapa macam produk makanan yang bisa dibuat dari bahan baku utama diatas, siapa tenaga kreatif yang member pandangan kepada usaha kecil tersebut dan membina mereka, bagai mana pula memeitrakan diantara mereka, sehingga mereka bisa keluar dengan merek yang sama, tercapai keekonomiannya, dan memitrakan merekan dengan sumber permodalan, distributor atau eksportir serta menstandar mutu produk. Untuk usaha kecil ini perlu bantuan pemerintah sebagai pendamping, diperlukan konsultan (penyuluh, saya lebih senang menyebutnya konsultan) dari pemerintah.

Masalahnya dulu tenaga penyuluh di instansi masih sangat kurang disektor produksi (pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan), pengolahan (industry), distribusi (perdagangan) kemitraan dan permodalan(Koperasi), dengan adanya otonomi, diharapkan mereka lebih kuat karena kordinasinya instansinya pada tingkat kepala daerah, tetapi kenyataan malah paradok tenaga penyuluh beralih tugas ke structural sehingga penyuluh berkurang, malah ada yang tidak ada penyuluh. Kemudian kepala SKPD orang-orang yang tidak mengerti teknis kerja dinas yang dipimpinnya, dan sering gonta ganti pejabat dasarnya penggantian tidak kuat, lebih cendrung karena selera kepala daerah atau kata lain pertimbangan politik. Sehingga pembinaan yang mengarah pada diversifikasi produk menjadi terbengkalai, SKPD jalan sendiri-sendiri, karena untuk menonjolkan hasil kerja, sehingga kurang suka kerja terpadu seperti yang dibutuhkan dalam pengembangan/diversifikasi produk. Celakanya kepala daerah sibuk dengan urusan politik dan sering direcoki elit politik local dan DPRD yang tidak mengerti masalah yang melekat didaerahnya, dan banyak kepentingan pribadi dan kelompok, lupa kepentingan bersama. Sehingga keluarlah program etalase, bagus di etalase, tidak sebagus didapur.

Diversifikasi sangat perlu, untuk memberikan lapangan usaha, kerja dan pendapat kepada masyarakat dan dunia usaha. Bisa dicapai dengan keterpaduan semua stake holder, untuk meningkatkan daya saing dan mapu bersaing di pasar nasional dan internasional. Pemerintah memfasilitasi dengan pendampingan untuk usaha kecil/menegah, regulasi dan deregulasi, peran kepala daerah sangat menetukan, pemerintah pusat mendampingi pemerintah daerah (kalau pemerintah daerah mau, kadang-kadang kepala daerah tidak mau pula).

Tugas pemerintah, agar produk pedesaan dan daerah, adalah infrastruktur yang tidak mungkin dibangun oleh masyarakat, sehingga produk itu berdaya saing di pasar local, nasional, internasional. Mempermudah legalitas (perizinan), merasionalkan pungutan resmi, menghilangkan pungli.

Kalau satu visi dalam diversifikasi produk ini, dalam waktu dekat akan lebih banyak keaneka-ragaman produk di pasar, yang mengisi pasar dalam negeri dan ekspor, serta berkurangnya ekspor, lebih tinggi perumbuhan ekonomi daerah dan nasional, berkurangnya pengangguran, bertambahnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya orang miskin, kata kunci kordinasi dan keterpadua, ingat filsafat sapu lidi. Dengan mengunakan filsafat sapu lidi, rasanya tidak ada yang tidak bisa, kecuali kalau Allah berkehendak lain. [Dasril Daniel, Jambi, 10/02/09]

Senin, 09 Maret 2009

DIVERSIFIKASI PRODUK, PASAR, DAN PELAKU

KRISIS ekonomi yang melanda negara maju dan telah berimbas ke Indonesia. Maka sering orang memperbincangan di berbagai media tentang proteksi, penggunaan produksi dalam negeri, penurunan dan uapaya peningkatan ekspor, mencari negara tujuan ekspor baru, mengembangankan industri hasil pertanian untuk mengolah komoditi asalan, dan mengekspor dalam bentuk barang jadi, peningkatan nilai tambah, dan lain sebagainya.

Semuanya yang diperbincangan tersebut merupakan obat untuk mengatasi krisis ekonomi, banyak diperbincangkan karena sekarang sedang dilandan krisis dan selalu ramai diperbincangan ketika ada krisis, kalau keadaan sudah kembali normal, sama-sama pula melupakan, biasa “panas panas tahi ayam” sebentar juga dinging, lupa lagi.

Prinsip yang harus dianut oleh suatu perusahaan, daerah, maupun negara agar perusahaan atau ekonominya selalau meningkat dan berkembang dan memberikan nilai tamba dan meciptakan lapangan kerja dan lain sebagainya . seperti yang diperbincangan tersebut, yaitu dengan melakukan diversifikasi produk, pasar dan pelaku. Kalau lengah maka terjadi stagnan atau terjadi penurunan. Jadi ada atau tidak ada krisis harus diupayakan terus diversifikasi. Pada keadaan tidak krisis ekonomi peluang terjadi keberhasilan diversifikasi lebih tinggi, karena banyak investasi, pasar agak longgar untuk dimasuki karena kurang proteksinis. Tetapi dengan adanya krisis bagi bangsa kita menimbulkan kembali semangat diversivikasi tersebut. Karena kita bangsa pelupa dan suka terlena, barang kali ?. Terlena dijalan raya bisa ditabrak mobil, mengerikan hi hi hi.

Priinsip pembangunan ekonomi di sektor riil, dan didukung oleh sector fiskal dan moneter dari tahun 1968 (Repelita I) sampai sekarang sama. Yang berbeda adalah tinggi rendanya semangat, gonta-ganti kebijakan departemen, gonta ganti kebijakan kepala daerah, kurangnya kordinasi, keterpaduan antara pemerintah dan swasta, sehingga kadang kala yang terjadi kontra produktif dari prinsip tersebut. Misalnya ada daerah yang sangat terlalu bersemangat meningkatkan PAD-nya atau membiarkan semaraknya pungli, sehingga investasi mengendor. Tentu hal ini menghambat diversifikasi.

Program diversifikasi, tidak bisa dijalankan hanya oleh pemerintah saja, baik oleh pemerintah pusat atau daerah tertentu saja, program diversifikasi tidak bisa dikerjakan oleh satu depertemen atau dinas saja, dan program diversifikasi tidak bisa dilakukan oleh swasta saja. Bisa dilakukan dengan keterpaduan diantara semuanya. Untuk terpadu harus ada koordinasi, kata yang sangat mudah diucapkan, sangat sulit dilakukan, sehingga ingin terpadu menjadi teradu, ya beginilah jadinya.

Hobi lain adalah gonta ganti baju, ganti pejabat ganti baju pembangunan, tidak mau meneruskan yang lama, cari versi baru biar dikatakan hebat, karena yang digantikan lawan politik, atau pejabat pada tataran yang berbeda berbeda partai, maka tidak mau ikut daerah dibawahnya. Sehingga kadang kala, diversivikasi mendekat ke tujuan, kadang kala menjauh dari sasaran, kendati sudah diikat dengan Rencana Pembanguanan Jangkan Panjang Nasional (RPJP Nasional). Pada hal RPJP Nasional itu undanga-undang yang mengikat seluruh warga Negara dan Lembaga Negara. Itu karena kita bangsa pelupa.

Kita kenal dengan program agropolitan, klaster industri, pembanguan kawasan terpadu, program agribisnsis, Indonesia in Cooperated , semuanya masuk pada pembangunan ekonomi terpadu, tapi nama program yang dipopulerkan bermacam-macam, yang intinya diversifikasi produk, pasar dan pelaku juga ya itu itu juga, karena tidak paham isi, maka tidak terjadi keterpaduan, apa lagi ada ego sektoral, ego wilayah, dan gengsi dan ketidak atahuna sang kepala, maka tidak tercapai keterpaduan tadi. Diversifikasi diabaikan, sekarang ada sentakan ingat lagi, ya begitu seterusnya. China, India , Malaysia maju pesat, kita maju lambat, syukur masih maju, kan masih banyak pembanding Negara yang mundur.

Kedepan kita tingkatkan kordinasi dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai evaluasi, kita padukan sejak dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai evaluasi, kita hilangkan ego wilayah, ego sector insyaalah, pemabunan ekonomi akselerasinya akan lebih tinggi, mampu keluar dari krisis sebagai pemenang malalui diversivikasi produk, pasar dan pelaku. Semoga. (Dasril Daniel, Jambi, 09/03/09)

Minggu, 08 Maret 2009

SEBARKAN VIRUS KEBAIKAN

SETIAP hari melalui media masa kita disuguhkan berita perang, terror, bom mobil, bom bunuh diri, dimana orang saling membunuh yang dia kadang tidak tahu untuk apa ia membunuh, yang dibawa sadar kita seolah-olah dalam pikiran kita jiwa manusia tidak ada harganya,

Setiap hari juga kita disuguhkan dengan film, acara-acara telvisi, sinetron dan berita-berita kemewahan, semenjak pagi sudah ada acara hiburan, berbagai sinetron, music langsung, seolah-olah dunia ini hanya hura-hura, kemewahan, tidak perlu kerja keras, kota-kota dengan penuh kesenangan dan kemewahan, sehingga tartaric orang dating ke kota besar mengadu nasib untuk meraih kemewahan yang ada dalam sinetron.

Sesudah itu kita disuguhkan pula pada media masa tentang berita perampokan, tipu menipu, korupsi, demnstrasi rusuh, perkelahian antar pelajar, mahasiwa, kampong. Kemudian berita perselingkuhan, kawin cerai, narkoba, pembunuhan, dan berita-berita mengerikan lainnya.

Sudut yang lain ada berita-berita yang membuat kita risih, seperti berita kemiskinan, gelandangan, penggusuran pedagangan kaki lima, kecelakaan lalu lintas, korban bencana, dan berbagai berita yang menusuk rasa kemanusiaan kita.

Kemudian tidak salah serunya, adalah berita politik, yang disuguhkan benar sendiri, yang lain salah, kemudian saling salah menyalah, membuat dunia terasa tidak ada yang benar.

Beritanya tidak salah, bukan dibuat-buat dan benar-benar terjadi. Sinetron, film, dan lain sebagainya, ya bisa dimaklumi namanya juga hiburan, mana yang laku saja, karena virus negative yang menyebar selama ini, hibura yang laku adalah yang negatif-negatif pula, selera rendah karena memang selera kita sudah setiap hari disuguhkan yang rendah-rendah, sampai sampai dewasa ini orang baik, dan berbuat baik adalah hal yang salah, dan melawan arus, ada orang yang hidup sederhana dianggap orang yang bodoh, karena tidak mau mengambil kesempatan, dan tidak mau menikmati hidup.

Barang kali otak dan hati bangsa kita yang sudah dikuasi aroma negative sudah saatnya dinetralisis dengan aroma positif, sehingga mind set kita menjadi positif. Barang kali sudah perlu lebih diekspos berita orang yang mau berkorban untuk orang lain, orang dan berita tentang pelestarian alam, dokter/perawat yang tekun mengobat pasien tanpa meminta bayaran, guru-guru sedehana yang mendidik orang-orang desa terpencil atau suku terasing, berita orang yang mau membantu orang gelandangan, dan tidak perlu mengsekspose kemiskinan secara berlebihan.

Berita yang mengkspose berita orang yang mau berkorban untuk orang lain mungkin bisa merubah mind set negative menjadi positif, akan semakin banyak orang yang mau berkorban untuk orang lain, orang-orang yang kerja keras, sabar, tekun. Membuat orang malu berbuat jahat, tidak mau menipu, korupsi, tipu menipu, seleingkuh dan kekerasan, mencontek, sogok menyogok dan kegiatan buruk lainnya, dan berita baik, berita prestasi, berita mau berkorban bisa menjadi virus kepada banyak orang member inspirasi kepada orang lain, inilah yang disebut virus kebaikan, yang bisa berkembang biak untuk orang lain dan kita untuk berbuat baik dan mau berkorban. (Dasril Daniel, Jambi, 080309)

Selasa, 03 Maret 2009

Hanya Kita Yang Bisa Merubah Nasib Kita

Akhir-akhir ini banyak tuntutan kepada pemerintah ini dan itu, hal itu tidak salah, karena memang banyak dan hampir semua, elite politik dalam kampanye pilkada maupun pemilu menjanjikan yang muluk-muluk, seolah-olah kalau dia menjadi sesuatu semua masalah Negara, provinsi, kabupaten/kota selesai, mereka tidak tahu berapa besar peranannya nanti, berapa kemampuan daerah untuk melaksanakan janji-janjinya itu, berapa kemampuan SDM di pemerintah untuk melaksanakan janji-janji tersebut, berapa pula sumber daya yang ada pada dirinya untuk balas jasa kepada tim sukses dan mengendalikan investasi pemilu atau pilkada, sehingga janji-janji yang tidak rasional itu tidak dapat dipenuhi.

Mesranya hanya satu bulan, kemudian mereka dapat tekanan dari sana sini, rakyat menuntut apa yang ia janjikan. Rakyat tidak salah, karena mereka menuntut janji pemimpin mereka. Janji adalah hutang, janji adalah kewajiban yang harus ditunaikan, dan dosa kalau tidak dipenuhi, dosa kepada Tuhan bisa minta ampun, dosa kepada manusia, minta maaf kepada manusia, sampai ia memaafkan, kalau tidak, terpaksa dibawa sampai keakhirat. Itu kalau percaya. Syarat seorang wakil rakyat atau kepala daerah adalah orang yang bertaqwa, tentu mereka tahu itu.

Dampak lain adalah rakyat menjadi sangat tergantung kepada pemerintah, berkurang kemadiriaanya, lama-lama Indonesia menjadi bangsa yang lemah dan bangsa yang lemah karena diciptakan sendiri oleh “elite”-nya sendiri. Jangan sesali pada suatu saat Indonesia menjadi bangsa lemah dan perengek.

Suatu filsafah bernegara adalah Negara atau pemerintah kemampuanya terbatas, kebutuhan dan harapan rakyat tidak berhingga. Hal ini yang sering dilupakan atau para elit politik tidak tahu, karena menjadi politikus tidak belajar ilmu politik, atau mungkin menjadi politik dadakan, sehingga timbulah janji-janji yang tidak rasional itu.

Kita semua tentu tidak ingin bangsa ini menjadi bangsa yang lemah, bangsa yang perengek, bangsa yang tergantung kepada bangsa lain, oleh sebab itu kita bangkitakan kemandirian bangsa ini, kembalikan kilas sejarah bangsa kita ini pada satu abad yang lalu yakni gerakan Budi Utomo dan dengan kerakan kebangkitan nasional yang merupakan gerakan kemandirian bangsa, membuahkan kemerdekaan tahun empat puluh lima. Gerakan kemadirian Mahatma Gandhi, menghasilakan kemerdekaan India dan kamajuan seperti sekarang ini. Banyak nagara berkembang menjadi maju dan Negara yang terpuruk akibat perang dunia bangkit dengan gerakan kemandirian.
Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kalau kaum itu tidak ada keinginan merubah nasibnya, artinya untuk merubah nasib harus ada keinginan yang kuat. Untuk merubah nasib tidak bisa sendiri-sendiri, harus berkaum-kaum atau berkelompok. Dengan kelompok bisa membangun kekuatan, dengan kelompok kita bisa saling mengisi, memadu kelebihan, menekan kelemahan. Dengan berkelompok, sedikit bantuan stimulant bisa menghasilakan yang lebih

Misalnya petani atau nelayan, buruh, pengusaha kecil/mikro adalah sekolompok masyarakat yang kurang sejahtera, jangan terlebih dahulu mengharapakan bantuan dari luar lebih dahulu, karena akan menjadi kaum yang lemah, kaum yang perengek, kaum yang penuntut ada tidak pernaha akan manju. Kompak bangun saling tolong menolong, bangun rasa kebersamaan diantara kita. Padukan kekuatan, hilangkan kelemahan. Dengan rasa kebersamaan dan saling membantu kita maju bersama, tanpa mengganggu atau merecokan orang lain. Jangan menuntut ini itu, keciali hak dan janji orang lain.

Manusia memang tidak sama, ada kelebihan dan ada kekurangan. Tuhan memerintah setiap yang punya kelebihan wajib memberikan kepada yang kurang, tetapi tidak ada perintah Tuhan yang kurang mengemis kepada yang lemah. Karena yang meminta itu tidak baik, karena merendahkan harga diri. Tetapi yang berlebih tidak membantu yang lemah juga dosa, karena pada kelebihan itu ada hak orang lain. Kalau itu tidak diberikan, maka kita hidup ditengah masyarakat yang tidak sejahtera, akibatnya hidup menjadi tidak nyaman, itu mungkin bentuk dosa yang dirasakan di dunia ini.

Yang pandai mengajar yang bodoh, itu wajib, yang kaya menolong yang miskin, itu juga wajib, yang kuat menolong yang lemah wajib juga. Kalua kita bisa tulis baca, terpikul kewajiban mengajar yang buta huruf. Yang ada rezki berlebih berkajiban membantu yang miskin, yang kuat sudah jatuh kewajiban memapah yang lemah, dokter wajib mengobati yang sakit. Diminta atau tidak diminta, dibayar atau tidak dibayar. Tidak selesai dengan membayar pajak kepada pemerintah, atau membayar zakat saja, sehingga kewajiban menjadi lunas.

Apalagi bayar pajaknya tidak sebagai mana mestinya atau menipu pajak, atau oknum penguasa (termasuk oknum yang ada diberbagai lembaga Negara) dan pengusaha ada pula yang korupsi dan berjamaah lagi. Ada hak nagara yang dirampok, artinya ada hak rakyat yang dicuri, bisa hak orang yang sudah meninggal, hak orang yang masih hidup atau hak calon orang, kepada siapa minta maaf, dimana minta maaf, kapan minta maaf. Kalau kita bangsa yang beriman dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tentu tahu itu, apakah artinya dosa atau dalam pengertian karma, tergantung kepercayaan masing-masing.

Pemerintah menunaikan kewajibanya kepada rakyat semaksimal mungkin dan seadil mungkin, dan sejujur mungkin dan yakin semua itu diniatkan untuk kesejahteraan rakyat. Aka nada tuntutan yang berlebihan, instropeksi diri, mungkin ada janji yang tidak terpenuhi, tetapi ada kritik maklumi, memang pemerintah tidak akan dapat memenuhi seluruh harapan dan kebutuhan rakyat. Tidak ada suatu kebijakan pemerintah akan memuaskan seluruh rakyat, kritik tidak perlu bereaksi berlebihan, kritik dijadikan multivitamin yang member semangat untuk kerja lebih baik lagi, gunakan untuk memperbaiki diri kedalam, tidak usah cari kambing hitam, kendati kambing hitam murah.

Dalam memilih pemimpin dan dalam hal ini termasuk jangan pilih orang yang berjaji yang tidak rasional, dan jangan pilih mereka yang baik, dermawan, sok akrab mendadak, tetapi pilih orang yang berjanji rasional, punya jejak karier yang baik dan selama ini dalam berkarier mensejahteraan orang lain, dan telah teruji dengan segala situasi. Jangan pilih orang yang suka mengemis, termasuk mengemis dukungan dengan segala rayuan gobalnya, karena pemimpin orang yang tidak suka mengemis dalam bentuk apapun, pemimpin orang yang mandiri dan punya keteguhan hati. Tidak mungkin orang berwatak pengemis bisa menjadi pemimpin. Pemimpin adalah orang dibesarkan oleh orang lain karena selama hidupnya membantu dan membahagiakan orang lain dengan apa yang ada padanya, sekurangnya petunjuk, nasehat, atau senyum. Memang jarang orang seperti itu, tetapi bukan tidak ada, cari orang itu, mungkin mereka tidak berkampanye. Masih ada waktu menjelang pemilu. Tidak perlu Golput.

Kalau ingin hidup sejahtera bersama, hidup bahagia bersama, tunaikan semua kewajiban dengan sukarela atau lebih dari sekadar kewajiban, sebelum yang punya hak menuntut. Jangan yang punya hak menuntut, itu tidak baik, karena memalukan, malu kepada bangsa lain, malu kepada orang lain, malu kepada keluarga, malu kepada diri sendiri, malu kepada Tuhan yang telah member kita kelebihan. Apa kah kita sudah tidak punya rasa malu, seperti yang ada di Ranggunan.

Elite juga demikian, berjanjilah, berfikirlah secara rasional, dan bekerjakan keraslah, karena anda pemimpin, berikan segala kemapuan anda untuk kesejahteraan anak bangsa, kalau tidak suatu saat ada jatuh kelembah kehinaan, hina yang paling sakit adalah merasa hina berhadapan diri sendiri dan diahadapan Tuhan, kemana saja terbawa terus, anda bisa senyum dengan semua orang, tetapi menjerit bila berhadapan dengan hati nurani sendiri, hati nurani tersebut dibawa kemana pergi. Pada hakikatnya semua orang punya, kecuali yang sudah seperti di Ranggunan itu. Elit apapun Anda. (Jambi, 03 Maret 2009)

Senin, 02 Maret 2009

NEGERIKU KEBANYAKAN PRESIDEN

Indonesia, nageriku yang kucintai, di negeri ku ini banyak presiden, preseden adalah lambing kekuasaan tertinggi di suatu negera yang system presidensial, tetapi di negeri ku tercainta ini tidak demikian. Saya coba mengimpretarisir preseden di Indonesia, seperti ada presiden hotel, presiden taksi, president sweat, presiden partai, presiden badan eksekutif mahasiswa, presiden organisasi, president lecture, entah presiden apa lagi.
Sehingga saya bertanya, apa pengertian presiden itu, mungkin presiden itu lambang kemewahan, maka ada presiden hotel, dan ada president sweat di hotel berbintang atau president taxi. Ya tidak, presiden bukan lambing kemewahan, presiden bukan raja masa lalu yang hidup bersenang-senang di istana, tetapi presiden zaman sekarang adalah orang yang berpikir keras siang dan malam yang kerja dua puluh empat jam untuk memikirkan bangsa, apa lagi saat-saat krisis ekonomi sekarang. Presiden ada pelayan masyarakat yang paling bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, untuk itu ia diberi kekuasaan terbatas oleh undang-undang, sehingga ia dapat bertindak bebas dalam koridor undang-undang.
Karena presiden dilambangkan sebagai kemewahan, orang berbondong-bondong menonjolakan diri untuk jadi presiden, mengurus rumah tangga saja tidak becus, mencalonkan diri pula untuk jadi presiden. Ini sangat bisa dimaklumi, siapa yang tidak suka dengan kemewahan, tinggal di Istana, banyak pengawal, kemana-mana dikawal, rumah tangga dijamin Negara, jamuan makan kenegaraan, bisa berteman dengan raja, presiden dan perdana menteri negeri asing. Asyik nggak tu. Kalau ada acara nasional dan internasional, presiden ditunggu banyak orang wajah terpampang di TV local, nasional dan internasional. Kalau ada presmian proyek besar juga demikian tetapi yang paling mengasyikan adalah menandatangani prasasti diatas relief batu, suat saat nanti mungkin ratusan atau ribuan tahun yang akan dating relief itu masih ada, tanda tangannya masih bisa dibaca orang, karena sudah menjadi situs purbakala dan dimuseumkan, kalau tidak keburu kiamat.
Bagai mana pula dengan presiden oraganisasi sosial, presiden partai, presiden badan eksekutif mahasiswa, yang tidak bebas bertindak, mengambil keputusan atas kesepakatan pengurus yang dulu dikatakan disebut dengan istilah ketua, bukan kepala atau presiden. Mungkin preseden itu lambing kekuasaan, maka yang sudah disebut presiden mungkin mengasosiasikan dirinya sebagai presiden republic yang menganut system presidensial pula, maka berlomba-lomba pula ingin jadi presiden. Presiden atau mantan presiden semacam ini ikut-ikutan pula berlomba atau bertarung menjadi untuk menjadi presiden di negeriku. Kebanyak orang ini lantang pula mengritik sana-sini, yang ia lupa adalah mengkritik dirinya, karena mereka lupa berkaca diri karena kesibukan dan kerasak kerusuk selama ini untuk mencari pendukung dan mencari dana pendukung dan mengemis doa kepada banyak orang.
Inilah nasib negeriku, yang diciptakan oleh anak bangsanya sendiri, karena berawal memplesetkan bahasa kejalur yang tidak benar, sehingga terperangkap oleh makna dan rasa behasa itu sendiri. Kalau negeri ini berantakan jangan dikambing hitamkan Tuhan, dengan kata-kata itu sudah takdir. Itu bukan takdir, itu adalah nasib yang diciptakan sendiri. Sekadar lamunan sendiri dari orang yang tidak mau dan tidak mampu jadi presiden, preseden jenis apapun, semoga lamunan ini tidak menjadi aliran sesat yang menyesatkan, karena di negeri ini sudah banyak orang tersesat di kota yang banyak rambu dan ada peta. Semoga (Dasril Daniel, Jambi, 02 Maret 2009).