Minggu-minggi awal bulan Desember 2008 ramai diperbincangkan di media massa tentang perlu tidaknya lembaga survei pemilu di akredatasi, ada yang berpendaptat perlu dengan berbagai alasan, diantaranya untuk melindungi masyarakat atau publik. Yang merasa tidak perlu, akreditasi juga dengan alasan akan membatasi kreativitas, membatasi berkembangnya lembaga survei, tidak perlu pemerintah ikut campur, biar masyarakat yang menilai lembaga mana yang bisa dipercaya atau tidak, dan berbagai alasan lainnya.
Suatu akreditasi dilakukan biasanya untuk menyatakan suatu lembaga tersebut kridibel atau tidak, ukuranya adalah suatu standar tertentu.
Untuk melakukan akreditasi banyak ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup lama, apakah memungkinkan untuk dilaksanakan pada pemilu tahun 2009 ini atau tidak, tergantung kesiapannya.
Pertama, menyiapkan standard akreditasinya atau dengan kata lain standardisasi mutu dari lembaga survei. Lembaga mana yang akan mensprakarsai. Lembaga yang memungkinkan adalah Badan Standard Nasional (BSN) / Komite Agretasi Nasional (KAN)
Lembaga tersebut menyiapkan konsep standard, yang kemudian diadakan pertemuan teknis (loka-karya) dengan semua pemangku kepentingan, seperti Komisi Pemiliham Umum, Badang Pengawas Pemilihan Umum, Lembaga Survei yang ada atau assosiasinya, pakar komunikasi, statistik, ilmu politik dari perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pakar-pakar terkaitya laiinya, sehingga menghsasilkan kesepakatan tentang standard sistem mutu lembaga survei, kualifikasi lembaga survey, standard prosedur akrediatasi dan standard lembaga akreditasi, dan standard kompentensi assesor yang akan melaksanakan akreditasi dan lain sebagainya.
Kedua, Standard-standard tersebut diatas, disahkan oleh pemerintah, jadi yang membuat bukan pemerintah, peran pemerintah hanya mengsahkan dari kesepakatan dalam pertemuan teknis (loka-karya) diatas. Pengesahan oleh pemerintah tersebut bisa berupa Keputusan Presiden, Keputusan Presiden tersebut sebagai pengesahan sandar sistem mutu tersebut sebagai standard Nasional Indonesia (SNI) dan untuk dan pemberlakuan SNI tersebut secara sukarela (voluntary) atau wajib (mandatory).
Ketiga, pembentukan lembaga akreditasi, yang independent, penyiapan sumber daya manusia yang akan melakukan akreditasi (assesor), seperti pemilihan orang, pelatihan, pengujian kompentensi sebagai pelaksana akreditasi, pengambilan sumpah sebagai assesor dan penerbitan surat keputusan lembaga akreditasi dan sertifikat assesor.
Keempat, melakukan akreditasi kepada lembaga-lembaga survei yang akan di akreditasi tersebut dengan membandingkan kemampuan lembaga survei tersebut dengan standard lembaga survei yang sah (SNI Lembaga Survei) . Dan menerbitakan sertfikat mutu/akreditas kalau sesuai standard dan klasifikasinya.
Kelima mengumumkan hasil akreditasinya dan klasifikasi tersebut kepada masyarakat luas.
Keenam, Secara berkala lembaga agreditasi melakukan assesmen kepada lembaga survey tersebut untuk mengetahui kridibilitasnya apakah tetap, atau berubah lebih baok sehingga bisa naik kelas atau menurun sehingga turun kalsifikasinya atau dicabut akreditasinya karena tidak memenuhi stadard.
Prosedur seperti diatas sudah merupakan kelaziman di dunia internasional, termasuk yang dilakukan oleh Organisasi Standard Internasional (International Stndard Organization / ISO).
Hubungan dengan Komisi Pemiliha Umum adalah bila suatu lembaga survei akan bekerja di wilayah kerjanya menerima pemeberitahuan. Kalau akreditasi dan klasifikasi diperlakukan secara wajib (mandatory), Lembaga survei pemilu yang boleh beropersi hanya yang lulus akreditasi sesuai klasifikasinya
Namun kalau standard mutu tersebut diperlakukan secara suka rela (volutary), serifikat akreditasi dan klasifikasi hanya sebagai referensi bagi semua pihak, terutama pengguna jasa.
Dalam standard lembaga survei tersebut bisa dipersyaratkan standard kompentensi personil, jumlah personil untuk bidang tertentu, kemampuan peralatan, pengalaman kerja lembaga dan personil tertentu dan dan sebagainya. Sehingga bisa terjadi lembaga survei pemilu yang klasifikasinya, seperti bisa menggarap nasional, provinsi, kabupaten kota atau hanya kridibel untuk pemilihan kepala desa.
Dalam standard lembaga survei pemilu bisa pula dipersyaratkan standard minimal atau yang wajib diumumkan dalam mengumumkan hasil survei, seperti, cakupan wilayah yang diwakili, perkiraan jumlah populasi, jumlah dan prsentase sampel, metoda pangambilan sampel, metoda penentuan sampel, metoda survei, tingkat kepercayaa dan standard deviasi dan metoda survei lainnya, lembaga yang mensponsori / membiayai survei, sehingga masyarakat bisa memahami dengan lebih baik hasil survei, dan lembaga survei transparansinya.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang sudah berpengalaman membuat standard baik produk barang, jasa dan sistem mutu, stndard proses. Mereka mempunya banyak ahli, dan biasa mengunakan ahli dari LIPI, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan ahli asing.
Bila standard yang diperlakukan itu baik, dan diakui oleh negara lain, akan terbuka peluang lembaga survei pemilu di Indonesia yang terkareditasi dan kalsifikasi akan digunakan oleh lembaga internasional atau negara lain, partai politik diluar negeri.
Lembaga survey pemilu di Indonesia akan lebih profesioal, terpercaya, baik didalam maupun luar negeri, secara mandiri lembaga survei bersama asosiasinya akan membina diri dengan pembinaan yang lebih terarah menuju sistem akreditasi dan kalifikasi dan persaingan diantara survei akan lebih fair.
Akreditasi untuk lembaga survei pemilu, untuk pemilu dan pemilihan presiden tahun 2009 rasanya tidak mungkin dilakukan, karena proses seperti diatas akan memakan waktu lebih dari satu tahun, jangan dipaksa-paksakan, hasilnya akan asal jadi (asal-asalan). Namun untuk masa yang akan datang saya kira perlu ada akreditasi dan klasifikasi lembaga survei guna melindungi pengguna jasa lembaga survei termasuk publik, meningkatkan kepercayaan publik kepada lembaga survei pemilu
Harapannya adalah adanya wacana akreditasi sebaiknya disikapi secara positif, tidak perlu apriori, akan ada intervensi pemerintah dan hal-hal lain. Standard-standard suatu hal yang biasa dimana-mana didunia yang teratur. Tanpa ada standard tidak dapat menilai kemajuan, karena tidak ada pembanding yang baku.
Harapan lain adalah lembaga survei lokal, bisa berkembang menjadi regional dan nasional dan pada gilirannya berkiprah secara global, negeri ini punya sumber daya manusia yang besar dan bisa kerja profesional, mengukur profesional itu dengan standard, akreditasi dan klasifikasi, bukan dengan katanya-katanya, kira-kira dan penilaian subjektif lainnya. Barangkali kita semua sepakat menginginkan lemabaga survei yang ada profesional dan terpercaya, apapun hasil surveinya publik meyakinkan bahwa itu hasil kerja profesioan dan kredibel. Kalau ada perbedaan, mayarakat menerima perbedaan itu adalah hasil survei yang objektif, dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, menerima hasil yang berbeda. Berbeda yang secara statistik tidak berbeda nyata itu dianggap sama. Kalua dilakukan oleh lembaga survei yang profesional dan kredibel publik percaya. Pemilu jadi aman dan nyaman semoga.
Jumat, 16 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar