Kamis, 26 Februari 2009

BIOPORI DI PERKEBUN SAWIT

Sebagaiman diketahui, tanaman kelapa sawit salah satu jenis tanaman yang sangat banyak menyerap unsure hara dan air, kelapa sawit ada yang mengklasifikasi tanaman yang kurang ramah lingkungan. Dewasa ini luas kebun kelapa sawit di Indonesia berkembang dengan pesat sekali sejalan dengan perkembangan permintaan terhadap crude palm oil (CPO) yang diolah lebih lanjut untuk berbagai jenis pangan seperti minyak goring, margarine, sabun, dan bahan baku penolong pada berbagai produk pangan. Akhir-akhir ini, CPO diolah menjadi bio-diesel dan green-diesel sebagai bahan bakar untuk transportasi dan industry, sebagai bahan pencampur atau pengganti bahan bakar fosil (BBM), yang lebih ramah lingkungan.

Karena tingginya animo masyarakat dan dunia usaha untuk membuka kebun sawit baru, luas kebun sawit yang ditaman pada lahan yang tingkat kemiringan tinggi. Akar sawit yang merupakan akar serabut, system perakarannya yang dangkal kurang mampu menahan air dalam tanah dan aliran air permukaan (run off) yang tinggi ketika hujan, sehingga bias menimbulkan banjir di hilir, terkikisnya permukaan tanah yang mengandung humus, keruh dan mendangkalnya sungai-sungai, dan dampak negative lainnya. Ketika musim kemarau lahan mongering, pertanaman sawit itu sendiri kekurangan air, sungai-sungai mendangkal, sungai sebagai prasrana transportasi menjadi terganggu.

Kedua kondisi diatas menyebabkan pupuk yang diberikan kepada pertanaman baik organic atau non organic menjadi berkurang efektifitasnya, hanyut (leaching) ketika musim hujan, dan kurang melarut ketika musim kemarau sehingga tanaman sulit menyerapnya. Seperti diketahui pupuk mahal, dan biaya pemupukan juga mahal. Pekebun sawit bias dapat untung dari usahanya, sedangkan masyrakat dan Negara rugi karena dampak lingkungan akibat perkebunan sawit. Tentu kondisi ini sama-sama tidak diinginkan oleh pekebun yang rugi karena pupuknya hanyut, kurang efektif, humus dikebunya menipis dengan cepat, sebaliknya masyarakat rugi kerena dilanda banjir pada musim hujan, kekeringan pada musim kemarau, transportasi sungai terganggu pada musim hujan dan kemarau panjang. Pemerintah juga rugi, biaya social yang dikeluarkannya lebih besar dari pajak dan retribusi yang diterima. Kalau dihentikan perluasan atau peremajaan sawit, mengakibatkan pertambahnya pengangguran dari sector hulu, hilir, jasa trasnportasi, dan jasa pendukung lainnhya, ekspor menurun, harga minyak goteng dalam negeri menjadi lebih tinggi. Keadaan yang saling merugikan ( loss-loss condition) atau makan buah simalakama.

Solusi yang saya tawarkan, adalah membuat biopori diantara pohon sawit dengan membuat lobang dengan bor tanah sedalam 1-1,5 meter, dengan diameter 10-15 cm, bagian atas diberi pipa paralon sepanjang 15 cm, agar lobang tidak tertutup oleh tanah yang runtuh dari sekitar lobang. Kedalam lobang dimasukan bekas pemberihan gulma di sekitar pohon sawit.

Manfaat yang diterima oleh pekebun adalah menyediakan pupuk organis bagi pertanaman, menyerap air hujan, sehingga berkurangnya aliran air dan masuk kedalam tanah, pada biopori akan berkembang cacing tanah yang akan mengurai bekas gulma dan tanah disekitar biopori yang dapat dimanfaatkan oleh pertanaman sawit, kapasitas penyimpanan air dalam tanah akan lebih besar yang bias dimanfaatkan oleh pertanaman pula, dan efektifitas pemupukan akan lebih baik. Perkurangnya air permukaan akan dapat mencegah banjir dan menghanyutkan humus atau bunga tanah di perkebunan sawit, dan hasilnya adalah produktivitas kebun sawit akan meningkat, perkebunan sawit akan lebih ramah lingkungan. Namun untuk membuat biopori tentu perlu biaya, saya kira biaya yang dikeluarkan oleh pekebun sawit akan lebih kecil dari manfaat yang diterima oleh pekebun dalam jangka panjang, apa lagi kalau disbanding dengan biaya lingkungan yang dikeluarkan pemerintah dan masyarakat karena bencana.

Saya sampai saat ini belum pernah membaca atau mendengar penggunaan biopori di kebun sawit, biopori dikembangkan di perkotaan untuk mengatasi, banjir perkotaan dan sekarang akan dikembangkan di Kebun Raya Bogor. Dengan analisa analogis, biopori ini bias dekembangkan pada perkebunan tanaman keras seperti sawit, karet, kelapa, kopi, rambutan, durian, dan tanaman keras lainnya. Semoga ada ahli agronomis, foretry dan ekonom pertanian yang menelitinya dan pekebun sawit yang mecobanya, semoga (Dasril Daniel, Jambi, 26 Februari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar