Pemerintah dengan diterbitkannya sudah menerbitkan ketentuan penggunaan produksi dalam negeri, dan pemerintah telah pula membatasi impor dengan mengatur pelabuhan yang tertentu untuk impor, sehingga produk impor tidak leluasa masuk ke dalam negeri, hanya pada pelabuhan tertentu saja. Sedangkan barang impor yang dibutuhkan dan belum ada di produksi didalam negeri bisa masuk pada berbagai pelabuhan dengan dispensasi tertentu. Kebijakan itu agar tidak melanggar ketentuan WTO, kalau melanggar tentu kita disanksi. Instruksi presiden dalam penggunaan produksi dalam negeri tentu hanya untuk sektor pemerintah.
Pemerintah juga akan menstimulus perusahaan sepatu dengan menyiapkan suatu aturan pegawai menggunakan spatu dalam negeri, tentu saja mungkin dalam disediakan anggaran untuk membeli sepatu dinas. Kalau demikian, tentu pemerintah pusat hanya menyediakan anggaran untuk pegawai pusat, sedangkan daerah tidak akan terjangkau. Bisa dimaklumi adanya rencana pemerintah pusat itu, karena perusahaan sepatu dalam negeri sangat terpukul dengan krisis ekonomi global dan akan terjadi PHK massal yang bisa mencapai 30 persen dari buruh perusahaan sepatu.
Kebijakan pemerintah pusat tersebut tentu tidak cukup, karena pegawai yang terbanyak bukan pegawai pusat, tetapi pegawai daerah yang menyebar di seluruh Indonesia, dan pemerintah daerah yang selama ini memberikan pegawainya baju dinas setiap tahun, dan pakaian dinas tersebut tidakan akan lusuh bila dipakai setahun. Pemerintah daerah yang mungkin segera melakukan gerakan penggunaan sepatu dalam negeri dari mengalihkan anggaran baju dan jelana menjadi pembelian sepatu tanpa mengganggu anggaran. Rancan pemerintah pusat tersebut yang akan bisa direspon oleh pemerintah daerah.
Penggunaan produksi dalam nenegeri tidak selesai dengan kebijakan pemerintah saja, karena pemerintah tidak mungkin mengatur penggunaan produksi dalam negeri pada masyarakat dan swasta, karena akan ada aturan internasional yang akan dilanggar dan akan ada pengekangan pada masyarakat yang akan menimbulkan protes dari masyarakat. Seperti yang terjadi di AS sekarang masyarakat memprotes akan diterbitkan kebijakan hanya menggunakan produk Amerika saja.
Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, akan dapat mengurangi impor, meningkatkan cadangan devisa, menstabilkan nilai tukar rupiah. Nilai rupiah yang stabil dibutuhkan untuk mengerakan ekonomi masayrakat dan stabilitas ekonomi. Dengan ekonomi yang stabil akan ada pertumbuhan dan pembangunanan.
Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri akan menghidupkan produsen dalam negeri, mengurangi PHK, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan daya beli masyarakat, mengurangi penggangguran dan terciptanya pertumbuhan ekonomi dan meciptakan kesejahteraan masyarakat.
Kalau analisa terbalik, tidak menggunakan produksi dalam negeri, sedangkan produk tersebut ada buatan dalam negeri adalah orang yang tidak ingin mensejahterakan kehidupan masyarakat sekitarnya, orang yang ingin hidup ditengah kemiskinan, orang yang ingin menyesengsarakan saudara sendiri, orang yang membuat keluarganya menjadi pengangguran, yang pada gilirannya hidupnya tidak akan nyaman atau menyakitkan dirinya sendiri. Kalau menyakitkan diri sendiri adalah perbutan dosa. Perbuatan dosa adalah haram. Dosa adalah hal yang harus dihindarkan oleh semua penganut agama. Apa jadinya kalau majelis ulama atau mejelis agama-agama lainya mengharamkan penggunaan produk impor sepanjang ada produksi atau produk subsitusinya ada didalam negeri. Tentu akan diprotes ramai-ramai seperti fatwa rokok pula. Tentu bukan itu pula yang kita kehendaki hidup terkekang dengan yang haram-haram.
Oleh sebab itu jadikan prinsip dalam hidup selama ada produksi dalam negeri, penggunakan produk dalam negeri, itulah pengejawantahan rasa kebangsaan, rasa hidup senasib sepenanggungan, kalau mau Indonesia Negeri Nyaman Sejahtera. Dan itulah yang digerakan oleh Mahatma Gandhi dalam gearkan swadesainya, itu pula prisnsipnya hidup orang Jepang, dan Korea.
Dalam penggunaan produksi dalam negeri ada stigma negatif dalam masyarakat, yakni produk dalam negeri mutunya rendah dan harganya mahal. Kalau demikian maka tidak ada produksi dalam negeri yang bisa masuk pasar glabal atau ekspor, karena persaingan di pasar internasional sangat ketat baik mutu maupun harga. Itu adalah bukti mutu dan harga produksi dalam negeri bisa bersaing. Kendati barang jadi yang masuk ke pasar internasional dengan merek global, baik sepatu, garmen, makanan dalam kemasan. Karena pengusahan kita tidak percaya diri masuk pasar internasional, dan biaya promosi yang cukup tinggi.
Ironisnya, merek-merek asing itu digunakan juga didalam negeri tanpa mencantumkan buatan Indonesia (made in Indonesia, assembling in Indonesia, packaging in Indonesia) karena tidak percaya diri dan karena ada stigma diatas, sebagian masyarakat bangga menggunakan produk asing (mental anak jajahan barangkali), sehingga biaya royaltinya yang sangat besar dibayar kepada pemegang merek.
Bisa saja produksi dalam negeri harganya lebih mahal, karena produksinya yang terbatas, sehingga biaya produksi dan biaya pemasaran lebih tinggi per unitnya, dengan meningkatnya konsumsi produk dalam negeri tentunya harga akan lebih rendah.
Penggunaan merek asing, Indonesia di jadikan tukang jahit kampung, bahan, merek, desain dipegang oleh pemegang merek, dengan ketentuan yang sangat ketat, sehingga dengan mudah memutuskan hubungan kerja, hal ini terjadi pada garmen dan alas kaki, sekali memutuskan hubungan kerja terjadi PHK puluhan ribu, sudah selayaknya Indonesia mengembangkan merek sendiri, sehingga pasar lebih stabil.
Gerakan penggunaan produksi dalam negeri ini tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh dunia usaha, partai politik, organisasi masyarakat, pendidik, ulama dan tokoh agama dan gerakan semua orang semua warga bangsa, baik yang ada dalam negeri maupun di luar negeri, assosiasi pengusaha yang terhimpun dalam KADIN.
Masalah krisis global adalah masalah bersama bersama pula kita mengatasi, pemerintah nasioanal (pusat), pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat sesuai porsi kita masing-masing, insyaallah kita akan cepat keluar dari krisis ini.
Partai politik gunakan tema kampanye penggunaan produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengatasi pengangguran, dan mengentaskan kemiskinan. Siapa yang berani, itu partai yang pro rakyat, pro pengangguran, pro buruh, pro orang miskin. Siapa berani ???
[Dasril Daniel, 15/02/09]
Minggu, 15 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar