Dewasa ini sering dipertanyakan, harga BBM turun, tetapi harga barang beluam turun, dan biaya teransportasi belum turun, seolah-olah harga barang dan biaya teransportasi sangat ditentukan oleh harga BBM. Dan yang mengkipas-kipas itu adalah “pakar”, “ekonom” apalagi politisi yang lebih lantang menjelang pemilu ini.
Kalau kita berpikir jernih, komponen BBM dalam harga barang tidak sebesar yang diperkirakan orang, termasuk dalam transportasi, sehingga turun naiknya harga barang adan jasa tidak selalu paralel dengan harga BBM. Banyak parameter yang membentuk harga barang dan jasa, seperti bahan baku, bahan penolong, upah, suplai, demand, cuaca, bea masuk, kurs valuta. Biasa saja BBM turun, tetapi nilai rupiah turun, sehingga komponen naik. BBM turun, banyak turun hujan, produksi pertanian terganggu, suplai berkurang, atau produksi pertanian di suatu daerah melimpah, tetapi di transportasi kewilayah konsumsi terganggu oleh banjir, tanah longsor atau gelombang tinggi, jadi tidak hanya ditentukan oleh harga BBM, yang sharing tidak seberapa.
Sering saya baca di media, harga BBM turun, tetapi sayur mayur, bumbu, gula, ikan dan lain-lain naik, pada kenaikan harga tersebut bukan ditentukan oleh harga BBM dan transportasi saja. Kalau untuk memahami naik turunya harga kita harus banyak data, dan korelasi data tersebut dengan kenaikan harga, dan banyak penyebab kenaikan harga tersebut sudah diluar kemampuan pemerintah untuk mengatasinya, siapapun pemerintahnya.
Dulu harga minyak bumi melambung tinggi, sampai 147 USD per barrel, sekarang melorot tajam pual sampai mendekati 30 USD per barrel dalam waktu yang relatif singkat, ekstrim naik dan ekstrim turun, pengalaman saya mengamati perubahan harga selama 25 tahun, setiap kenaikan harga yang ekstrim akan diikuti oleh melorotnya harga dengan ekstim pula, ini sering terjadi pada harga, cabe, bawang, sehingga para pedagang dan petani mengatakan komoditi judi. Sekarang berkembang pada harga minyak bumi. Energi selama ini berasal dari minyak bumi dan gas, sekarang berkembang energi dari batu bara, CPO, Jagung dan kedele. Maka harga minyak bumi dan harga komoditi lainnya tersebut saling berpengaruh, dan ekstrim-ekstriman pula diperparah dengan perubahan iklim yang ekstrim pula.
Bagi dunia usaha dan masyarakat yang disenangi adalah harga stabil, jadi ada pergerakan atau dinamika harga, tetapi tidak banyak, inflasi sekitar 2 persen pertahun, deflasi dan inflasi yang tinggi tidak diinginkan, yang sulitnya adalah perubahan cuaca yang ekstrim akibat pemanasan global tidak bisa dikendaliak manusia, apalagi pemerintah Indonesia.
Saat ini harga minyak bumi sudah sangat rendah, harga BBM yang sekarang banyak orang menganggap tinggi, seolah-olah pemerintah cari untung. (memangnya pemerinntah itu pedagang minyak), dan selama ini BBM disubsidi, jadi banyak pakar dan politisi meminta harga BBM dalam diturunkan lebih rendah, kelihatanya permintaan tersebut sangat logis.
Tetapi perlu diingat, dan mungkin pemerintah hati-hati kalau-kalau terjadi peningkatan harga minyak bumi yang naik ekstrim, dan kelebihan pendapatan yang ada sekarang ini bisa dipakai sebagai tambahan subsidi dimasa yang akan datang, sehingga kesetabilan harga BBM akan lebih terjamin, karena setiap kenaikan harga di Indonesia berimlikasi ekonomi, sosial dan politik yang tinggi, bahkan penurunan harga BBM juga buat ribut, dan tidak rasional.
Turunnya harga BBM, diluar negeri (negara maju) tidak membuat mobil lebih ramai di jalanan, karena permintaan karet juga terjadi penurunan yang tajam, di Indonesia sangat berbeda, penurunan harga BBM meyebabkan meningkatnya konsumsi BBM untuk transportasi, waktu BBM mahal Jakarta dan kota-kota besar berkurang kemacetannya, BBM turun sedikit saja Jakarta dan Kota besar lainnya kembali normal macetnya, memang kita ini tidak hemat energi.
[Dasril Daniel, Jambi, 21/02/09]
Sabtu, 21 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar