SETIAP hari kita menikmati masakan dengan berbagai cita rasa, pada masakan tersebut ada berbagai bahan baik bahan utama maupun bumbu-bumbunnya, bila dimakan satu persatu dari komponen yang ada dalam masakan tersebut rasanya bisa tidak enak, rasa bumbu yang pedas menyengat, aroma bawang yang tidak enak, bau jengkol atau petai yang menyakitkan hidung, rasa garam yang asin, rasa pare yang pahit, rasa cuka yang asam, kecap yang asin, terasi dengan rasa yang tidak kakru-karuan.
Sebelum belum dimakan bahan pembangunan makanan itu ada yang keras, ulet, lembut, cair, kristal dan hampir tidak ada yang enak kalau dimakan mentah, tetapi setelah dimasak oleh juru masak yang pandai, rasanya menjadi enak nikmat yang membuat lidah berdecak-decak, sesudah makan menimbulkan gairah baru, kalau kekenyangan jadi susah berdiri.
Ada kalanya dari bumbu yang sama, dengan cara masak yang berbeda menghasilkan masakan yang berbeda, walau bahan baku yang sama dan takaran sama hasil berbeda oleh juru masak yang pintar, tetap enak.
Ada lagi bahan sama, cara masak sama berdasarkan resep yang sama, juru masak juga sama, perbedaanya hanya berbeda waktu memasukan yang berbeda kendati urutan sama, juga akan menghasil cita rasa yang berbeda, oleh juru masak yang pakar, hasilnya juga enak. Kita yang tidak pandai memasak menghasilkan masakan yang tidak enak.
Kemudian, wadah yang digunakankan juga berbeda beda, ada yang pakai panci, wajan, belanga, dan ada pakai kompor gas, bara api, kayu bakar, oven, presscooker dan lain, tidak semuanya pas, juru masak yang smart sangat tahu dengan wadah apa dia memasak.
Hikma dari masakan diatas adalah :
Pertama masakan yang nikamat itu dihasilkan dari berbagai perbedaan, jadi untuk menghasilkan yang lebih baik diperlukan perbedaan.
Kedua, masing-masing komponen perbedaan itu sering kali tidak enak, namun kalau pandai mengkelolanya, yang tidak enak menjadi enak
Ketiga, kalau dalam suatu diskusi atau perbedaan ada momennya, kalau momennya tepat perbedaan menjadi harmoni, tetapi asal beda pada waktu yang tidak tepat juga tidak menhasilkan sesuatu yang baik, jadi momentum juga perlu diperhatikan agar menhasilkan masakan yang enak tersebut.
Keempat, perbedaan tersebut tidak bisa disembarang tempat, ada berbeda di kampus, berbeda di parlemen, berbeda dipartai, berbeda dirumah tangga, berbeda di ruang publik, berbeda di media masa. Kalau tempat berbeda kita jaga, harmoni akan tercipta perbedaan yang harmoni. Saya ingat kata-kata Bung Hatta menasehati waktu terjadi peristiwa PRRI di Sumatera Barat, kata-kata beliua “bergelutlah dalam tikar yang selembar” dalam pengertian berbeda pada tempatnya, jangan sampai keluar dari koridor. Kalau bergelut dihalam, jangan sampai ke jalan raya, tentu akan berbahaya.
Kelima adalah perbedaan itu dapat menjadi harmoni, kalua cerdasnya pemimpin yang mengelola perbedaan terbut, sehingga menghasilakan yang harmoni, kalau dia tidak pandai mengelola perbeda juga tidak menhasilkan yang nikmat.
Harmoni dalam perbedaan tersebut juga ada dalam konser atau orkestra, perbedaan dalam alam, perbedaa dalam tari, perbedaan dalam drama. Pada hakikatnya sama.
Apa yang terjadi pada bangsa kita sekarang, berbeda dalam rumah tangga, dibawa kemedia masa, seperti di infotimen, bukan tambahnya baik, tetapi malah cerai, berbeda pendapat ilmiah seharunya di mimbar perguruan tinggi, dibawa di media masa, dimedia masa yang mendengar dengan tataran yang beragam, menjadi ribut.
Berbeda di parlemen, di bawa dimedia masa, yang seharusnya pada sidang tertutupa dibicara pada sidang terbuka, karena ada kebebasan bicara yang dilindungi hukum atau ada kebebalan hukum bicara dalam kebebasan berbicara.
Perbedaan dalam partai juga dibawa ke kemasyarakat, juga membuat masyarakat galau, yang berbeda menjadi berkelahi akhirnya keluar dari partai dan membuat partai baru, suatu saat negeri ini menjadi negeri 1001 satu partai, kalau pemilu, kertas suara seluas lapangan bulutangkis.
Kita juga berbeda dalam satu negara di bawa ke fora internasional, akhirnya diadu-adu negara lain yang punya kepentingan.
Berbeda dalam tataran hukum, berbeda yang tidak dalam tataran hukum, maka terjadi makar, anarkisme, tuntut menuntut di pengadilan dan lain sebaginya.
Kalau mau masalah tidak menjadi melebar-lebar berbeda pada tempatnya, berbedalah pada momennya, berbeda pada tatarannya, berbedalah pada tikar yang selembar, akan menimbulakan harmonis, dinamika, kreativitas, inovasi dan membahagiakan orang banyak, membahagiakan kita semua. Perbeda itu penting, tinggal bagaiman kita semua memenej perbedaan, kita semua pemimpin pada tataranya, pandai-pandailah mengelola perbedaan, kalau kita tidak mau dibakar oleh perbedaan tersebut.
Pepatah Minang, mengatakan bersilang api dalam tungku, maka apinya hidup, perbedaan pada tataranya dinamika, untuk mencapai tujuan, tetapi api dalam tungku tidak bisa dikelola dengan baik bisa apinya padam, nasi tak masak, atau apinya besar dapurnya yang terbakar.
Kita semuanya pemimpin, kita yang membuat visa bangsa ini tercapai, atau kita dihancurkan oleh pecah belah yang kita buat sendiri. Terserah kita, karena nasib bangsa ditangan kita, apakah rumah bangsa ini kita bakar, sehingga anak cucukita tidak punya rumah bangsa lagi, atau kita pelihara dan renovasi (baca refrmasi) menjadi rumah yang nyaman untuk kita dan anak cucu kita kelak. Itu pilahan kita. [Dasril Daniel, Jambi, 080209}
Minggu, 08 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar