Jumat, 19 Juni 2009

DEBAT CAPRES TERLALU SANTUN ?

Untuk pertama kali dalam rangka pemilihan prsesiden dilakukan debat calon presiden secara langsung yang disiarkan langgsung oleh trans TV dan TVRI pada hari Kamis malam, 18 Juni 2008. Bagi saya suatu kemajuan berdemokrasi di negeri tercinta ini.

Beberapa saat kemudian telah tersiar komentar-kemntar para pengamat tentang perdebatan tersebut, komentar yang dilontarkanpun beragam, tergantung dari sisi mana mereka memandang. Keragaman memandang tersebut, kalau dapat diamati semuanya barang kali bisa menjadi sesuatu yang utuh.

Ada beberapa komentar yang ingin saya komentari pula. Salah satunya seorang pakar, peneliti dan pengamat politi mengatakan “debat itu terlalu santun” seolah olah berdebat dengan santun seolah-olah salah, mungkin maunya debat calon presiden itu seperti preman pasar berdebat, lengkap asesorisnya dengan bahasa-bahasa kotor, atau mungkin perdebatan itu seperti perdebatan calon presiden Amerika. Mungkin ia lupa, Indonesia bukan Amerika. Bisa jadi juga ia menstandarkan demokrasi Indonesia seperti Amerika, itu sama saja mengukur baju orang indonesia dengan badan orang Amerika atau Eropa.

Bagi saya debat yang santun tersebutlah yang baik, karena kita punya rasa, kendati debatnya santun, kalau diamati secara seksama ada perbedaan diantara mereka, tapi tidak pula perlu diungkap dengan pilhan kata yang tidak kesantunan. Debat tersebut memang jauh lebih santun dari bahasa atau pilihan kata yang digunakan dalam masa kampanye dan sosialisi sebelumnya atau waktu mereka tidak bertatap muka. Perdebatan itu memang sangat santun bila dibanding debat yang dilakukan oleh kandidat calon presiden Amerika Serikat.

Andai kata ada saja yang memulai dengan ketidak santunan, dan ada yang membalas pula dengan ketidak santunan, pendukung mereka bisa salah pengertian karena tingkat intelektualnya tidak sama dan para pendukung bisa berantam. Alhamdulillah mereka bisa berdebat dengan santun, kadang kala ada yang memuji kepada yang lain, tidak memaki, barang kali dengan diawali debat langsung yang pertama ini, dimulai kampanye santun, intelek, dan elegant serta dilanjutkan oleh tim sukses masing-masing kandidat.

Mengkritik tidak perlu dengan kata-kata pedas, tetapi itu bisa dilakukan dengan kata-kata santun, budaya kita mengkritik bisa dengan pantun, tembang atau berkesenian lainnya. Mempergunakan pantun dalam mengkritik tidak perlu mengucapkan seluruh isi pantun, cukup sampiran pantun, pesan kritik sudah sampai. Tetapi semenjak tahun 1998 atau awal reformasi kita sudah biasa mendengan kritik dengan bahasa-bahasa kasar, caci-maki, carut marut sehingga kuping dan rasa kita berkurang sesitifitasnya. Ini tidak baik, kita bangsa yang berbudaya yang kita bangga-banggakan, mari kita mulai hidup yang santun, tekanan hidup sudah keras, jangan ditambah lagi dengan saling memaki.

Tri In One
Ada pula yang mengatakan, ketiga kandidat itu tri in one, atau sama saja, memang ada yang sama, yakni masalah yang dihadap masalah bangsa yang sama, dasar negara dan undang-undang dasarnya sama, cita-cita bangsanya sama, maka ada kebersamaan diantara mereka, tetapi kalau dicermati dengan baik juga ada yang berbeda diantara mereka, yakni cara menyelasaikan masalah yang dihadapi. Ini yang disuguhkan kepada calon pemilih, mana yang rasional dan mana yang irasional, kalau irasional tentu tidak akan dapat ia laksanakan.

Kemudian ada solusi untuk menghadapi masalah, mereka saling melengkapi. Ini harus dipahami bahwa manusia tidak sempurna, dengan ada pendapat orang lain, bisa mendekati kesempurnaan. Mereka bertiga pernah bekerja satu tim, mereka sudah saling tahu dan saling memahami, akan sangat elok bila salah satu diantara terpilih, melaksanakan konsep bersama tersebut, tidak ada yang salah mereka seolah-olah satu.

Masalah yang dihadapi bangsa, negara ini sangat berat, kemampuan negara dan pemerintah terbatas, sedangkan tuntutan, kebutuhan dan harapan rakyat tidak terbatas. Untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi itu adalah kerjasama semua pihak, seluruh anak bangsa. Kerjasama tidak bisa dimulai dengan kata-kata kasar, saling ejek atau saling maki. Tetapi bisa dan sangat bisa diawali dengan kesantunan, inilah yang ditandai oleh DEBAT CALON PRESIDEN LANGSUNG PERTAMA. Awal dari REFORMASI SANTUN. Semoga, (Jambi, 19 Juni 2009, Dasril Daniel, Pengajar Ilmu komunikasi pada STIPOL NH Jambi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar