Selasa, 03 Maret 2009

Hanya Kita Yang Bisa Merubah Nasib Kita

Akhir-akhir ini banyak tuntutan kepada pemerintah ini dan itu, hal itu tidak salah, karena memang banyak dan hampir semua, elite politik dalam kampanye pilkada maupun pemilu menjanjikan yang muluk-muluk, seolah-olah kalau dia menjadi sesuatu semua masalah Negara, provinsi, kabupaten/kota selesai, mereka tidak tahu berapa besar peranannya nanti, berapa kemampuan daerah untuk melaksanakan janji-janjinya itu, berapa kemampuan SDM di pemerintah untuk melaksanakan janji-janji tersebut, berapa pula sumber daya yang ada pada dirinya untuk balas jasa kepada tim sukses dan mengendalikan investasi pemilu atau pilkada, sehingga janji-janji yang tidak rasional itu tidak dapat dipenuhi.

Mesranya hanya satu bulan, kemudian mereka dapat tekanan dari sana sini, rakyat menuntut apa yang ia janjikan. Rakyat tidak salah, karena mereka menuntut janji pemimpin mereka. Janji adalah hutang, janji adalah kewajiban yang harus ditunaikan, dan dosa kalau tidak dipenuhi, dosa kepada Tuhan bisa minta ampun, dosa kepada manusia, minta maaf kepada manusia, sampai ia memaafkan, kalau tidak, terpaksa dibawa sampai keakhirat. Itu kalau percaya. Syarat seorang wakil rakyat atau kepala daerah adalah orang yang bertaqwa, tentu mereka tahu itu.

Dampak lain adalah rakyat menjadi sangat tergantung kepada pemerintah, berkurang kemadiriaanya, lama-lama Indonesia menjadi bangsa yang lemah dan bangsa yang lemah karena diciptakan sendiri oleh “elite”-nya sendiri. Jangan sesali pada suatu saat Indonesia menjadi bangsa lemah dan perengek.

Suatu filsafah bernegara adalah Negara atau pemerintah kemampuanya terbatas, kebutuhan dan harapan rakyat tidak berhingga. Hal ini yang sering dilupakan atau para elit politik tidak tahu, karena menjadi politikus tidak belajar ilmu politik, atau mungkin menjadi politik dadakan, sehingga timbulah janji-janji yang tidak rasional itu.

Kita semua tentu tidak ingin bangsa ini menjadi bangsa yang lemah, bangsa yang perengek, bangsa yang tergantung kepada bangsa lain, oleh sebab itu kita bangkitakan kemandirian bangsa ini, kembalikan kilas sejarah bangsa kita ini pada satu abad yang lalu yakni gerakan Budi Utomo dan dengan kerakan kebangkitan nasional yang merupakan gerakan kemandirian bangsa, membuahkan kemerdekaan tahun empat puluh lima. Gerakan kemadirian Mahatma Gandhi, menghasilakan kemerdekaan India dan kamajuan seperti sekarang ini. Banyak nagara berkembang menjadi maju dan Negara yang terpuruk akibat perang dunia bangkit dengan gerakan kemandirian.
Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kalau kaum itu tidak ada keinginan merubah nasibnya, artinya untuk merubah nasib harus ada keinginan yang kuat. Untuk merubah nasib tidak bisa sendiri-sendiri, harus berkaum-kaum atau berkelompok. Dengan kelompok bisa membangun kekuatan, dengan kelompok kita bisa saling mengisi, memadu kelebihan, menekan kelemahan. Dengan berkelompok, sedikit bantuan stimulant bisa menghasilakan yang lebih

Misalnya petani atau nelayan, buruh, pengusaha kecil/mikro adalah sekolompok masyarakat yang kurang sejahtera, jangan terlebih dahulu mengharapakan bantuan dari luar lebih dahulu, karena akan menjadi kaum yang lemah, kaum yang perengek, kaum yang penuntut ada tidak pernaha akan manju. Kompak bangun saling tolong menolong, bangun rasa kebersamaan diantara kita. Padukan kekuatan, hilangkan kelemahan. Dengan rasa kebersamaan dan saling membantu kita maju bersama, tanpa mengganggu atau merecokan orang lain. Jangan menuntut ini itu, keciali hak dan janji orang lain.

Manusia memang tidak sama, ada kelebihan dan ada kekurangan. Tuhan memerintah setiap yang punya kelebihan wajib memberikan kepada yang kurang, tetapi tidak ada perintah Tuhan yang kurang mengemis kepada yang lemah. Karena yang meminta itu tidak baik, karena merendahkan harga diri. Tetapi yang berlebih tidak membantu yang lemah juga dosa, karena pada kelebihan itu ada hak orang lain. Kalau itu tidak diberikan, maka kita hidup ditengah masyarakat yang tidak sejahtera, akibatnya hidup menjadi tidak nyaman, itu mungkin bentuk dosa yang dirasakan di dunia ini.

Yang pandai mengajar yang bodoh, itu wajib, yang kaya menolong yang miskin, itu juga wajib, yang kuat menolong yang lemah wajib juga. Kalua kita bisa tulis baca, terpikul kewajiban mengajar yang buta huruf. Yang ada rezki berlebih berkajiban membantu yang miskin, yang kuat sudah jatuh kewajiban memapah yang lemah, dokter wajib mengobati yang sakit. Diminta atau tidak diminta, dibayar atau tidak dibayar. Tidak selesai dengan membayar pajak kepada pemerintah, atau membayar zakat saja, sehingga kewajiban menjadi lunas.

Apalagi bayar pajaknya tidak sebagai mana mestinya atau menipu pajak, atau oknum penguasa (termasuk oknum yang ada diberbagai lembaga Negara) dan pengusaha ada pula yang korupsi dan berjamaah lagi. Ada hak nagara yang dirampok, artinya ada hak rakyat yang dicuri, bisa hak orang yang sudah meninggal, hak orang yang masih hidup atau hak calon orang, kepada siapa minta maaf, dimana minta maaf, kapan minta maaf. Kalau kita bangsa yang beriman dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tentu tahu itu, apakah artinya dosa atau dalam pengertian karma, tergantung kepercayaan masing-masing.

Pemerintah menunaikan kewajibanya kepada rakyat semaksimal mungkin dan seadil mungkin, dan sejujur mungkin dan yakin semua itu diniatkan untuk kesejahteraan rakyat. Aka nada tuntutan yang berlebihan, instropeksi diri, mungkin ada janji yang tidak terpenuhi, tetapi ada kritik maklumi, memang pemerintah tidak akan dapat memenuhi seluruh harapan dan kebutuhan rakyat. Tidak ada suatu kebijakan pemerintah akan memuaskan seluruh rakyat, kritik tidak perlu bereaksi berlebihan, kritik dijadikan multivitamin yang member semangat untuk kerja lebih baik lagi, gunakan untuk memperbaiki diri kedalam, tidak usah cari kambing hitam, kendati kambing hitam murah.

Dalam memilih pemimpin dan dalam hal ini termasuk jangan pilih orang yang berjaji yang tidak rasional, dan jangan pilih mereka yang baik, dermawan, sok akrab mendadak, tetapi pilih orang yang berjanji rasional, punya jejak karier yang baik dan selama ini dalam berkarier mensejahteraan orang lain, dan telah teruji dengan segala situasi. Jangan pilih orang yang suka mengemis, termasuk mengemis dukungan dengan segala rayuan gobalnya, karena pemimpin orang yang tidak suka mengemis dalam bentuk apapun, pemimpin orang yang mandiri dan punya keteguhan hati. Tidak mungkin orang berwatak pengemis bisa menjadi pemimpin. Pemimpin adalah orang dibesarkan oleh orang lain karena selama hidupnya membantu dan membahagiakan orang lain dengan apa yang ada padanya, sekurangnya petunjuk, nasehat, atau senyum. Memang jarang orang seperti itu, tetapi bukan tidak ada, cari orang itu, mungkin mereka tidak berkampanye. Masih ada waktu menjelang pemilu. Tidak perlu Golput.

Kalau ingin hidup sejahtera bersama, hidup bahagia bersama, tunaikan semua kewajiban dengan sukarela atau lebih dari sekadar kewajiban, sebelum yang punya hak menuntut. Jangan yang punya hak menuntut, itu tidak baik, karena memalukan, malu kepada bangsa lain, malu kepada orang lain, malu kepada keluarga, malu kepada diri sendiri, malu kepada Tuhan yang telah member kita kelebihan. Apa kah kita sudah tidak punya rasa malu, seperti yang ada di Ranggunan.

Elite juga demikian, berjanjilah, berfikirlah secara rasional, dan bekerjakan keraslah, karena anda pemimpin, berikan segala kemapuan anda untuk kesejahteraan anak bangsa, kalau tidak suatu saat ada jatuh kelembah kehinaan, hina yang paling sakit adalah merasa hina berhadapan diri sendiri dan diahadapan Tuhan, kemana saja terbawa terus, anda bisa senyum dengan semua orang, tetapi menjerit bila berhadapan dengan hati nurani sendiri, hati nurani tersebut dibawa kemana pergi. Pada hakikatnya semua orang punya, kecuali yang sudah seperti di Ranggunan itu. Elit apapun Anda. (Jambi, 03 Maret 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar