DIVERSIFIKASI produk ditujukan untuk membuat produk tahan lebih lama, mengarah kepada produk siap konsumsi / digunakan, memenuhi selera, kebutuhan dan harapan konsumen, memperluas pasar, mempermudah transportasi, menyerap tenaga kerja, member nilai tambah, pendapatan dan lain sebagainya.
Untuk divesifikasi produk ini diperlukan kreatifitas, inovasi, penelitian, modal, promosi atau komunikasi pemasaran, bantuan dari pemerintah untuk usaha kecil dan menegah.
Diversifikasi produk artinya menganeka ragaman produk. Jadi diawal satu produk utama dapat dibuat berbagai produk. Contoh mudahnya adalah pisang. Pisang yang dimakan segar atau dibat makanan basah dapat diversifikasi, menjadi pisang sale, kripik pisang, tepung pisang. Kripik pisang dideversifikasi lagi dengan berbagai varian bentuk, seperti bulat kecil, lembaran panjang tunggal atau berbentuk stikc. Keripik pisang dikembangkan lagi dari sisi rasa, seperti rasa tawar, rasa asin, rasa coklat, rasa bawang goring dan macam-macam lagi. Dari sisi pembungkus, pertama dijual dalam bentuk curah, kemudian dengan bungkus plastic, kaleng, bungkus plastic dalam kotak, bungkus aluminium foil dengan isi nitrogen. Dari ukuran, juga ada variannya dari beberapa gram dalam satu kemasan sampai hitungan kilo.
Produk makanan tradisonal umumnya tidak menggunakan teknologi tinggi, yang sangat berperan disini adalah kretifitas, inovasi, jeli melihat peluang pasar, berani memulai, dan berpromosi. Kelompok ini sangat cocok untuk industr mikro/kecil/menegah, baik dikota maupun didesa, yang peting instasi Pembina tingkat kabupaten kota bersedia mendapinggi sebagai kosultan teknis produksi, manajemen, membantu promosi, memediasi kemitraan dan sumber permodalan.
Diversifikasi tetap berorientasi pasar yakni mempertimbangkan kebutuhan, selera, harapan, daya beli dan segmen pasarnya. Untuk industry pedesaan yang perlu dipertimbangan adalah ketersediaan bahan baku lokal, tentu ada program bersama antara dunia usaha dan pemerintah. Dari sisi pemerintah tentu juga ada program dan kerjasama terpadu antar lemabaga yang bertanggung jawab ketersediaan bahan baku, instansi yang
Sebagai inspirasi, kita dipedesaan (kabupaten) punya macam-macam hasil pertanian, seperti padi, jagung, kentang, singkong, kedele, kacang tanahubi rambat, cabe, bawang, tomat, ikan, ayam, kambing, sapi, kopi, tebu, aren, duren, nenas, jambu, ketimun, pisang, mangga dan banyak yang lain
Pertanyaannya berapa macam produk makanan yang bisa dibuat dari bahan baku utama diatas, siapa tenaga kreatif yang member pandangan kepada usaha kecil tersebut dan membina mereka, bagai mana pula memeitrakan diantara mereka, sehingga mereka bisa keluar dengan merek yang sama, tercapai keekonomiannya, dan memitrakan merekan dengan sumber permodalan, distributor atau eksportir serta menstandar mutu produk. Untuk usaha kecil ini perlu bantuan pemerintah sebagai pendamping, diperlukan konsultan (penyuluh, saya lebih senang menyebutnya konsultan) dari pemerintah.
Masalahnya dulu tenaga penyuluh di instansi masih sangat kurang disektor produksi (pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan), pengolahan (industry), distribusi (perdagangan) kemitraan dan permodalan(Koperasi), dengan adanya otonomi, diharapkan mereka lebih kuat karena kordinasinya instansinya pada tingkat kepala daerah, tetapi kenyataan malah paradok tenaga penyuluh beralih tugas ke structural sehingga penyuluh berkurang, malah ada yang tidak ada penyuluh. Kemudian kepala SKPD orang-orang yang tidak mengerti teknis kerja dinas yang dipimpinnya, dan sering gonta ganti pejabat dasarnya penggantian tidak kuat, lebih cendrung karena selera kepala daerah atau kata lain pertimbangan politik. Sehingga pembinaan yang mengarah pada diversifikasi produk menjadi terbengkalai, SKPD jalan sendiri-sendiri, karena untuk menonjolkan hasil kerja, sehingga kurang suka kerja terpadu seperti yang dibutuhkan dalam pengembangan/diversifikasi produk. Celakanya kepala daerah sibuk dengan urusan politik dan sering direcoki elit politik local dan DPRD yang tidak mengerti masalah yang melekat didaerahnya, dan banyak kepentingan pribadi dan kelompok, lupa kepentingan bersama. Sehingga keluarlah program etalase, bagus di etalase, tidak sebagus didapur.
Diversifikasi sangat perlu, untuk memberikan lapangan usaha, kerja dan pendapat kepada masyarakat dan dunia usaha. Bisa dicapai dengan keterpaduan semua stake holder, untuk meningkatkan daya saing dan mapu bersaing di pasar nasional dan internasional. Pemerintah memfasilitasi dengan pendampingan untuk usaha kecil/menegah, regulasi dan deregulasi, peran kepala daerah sangat menetukan, pemerintah pusat mendampingi pemerintah daerah (kalau pemerintah daerah mau, kadang-kadang kepala daerah tidak mau pula).
Tugas pemerintah, agar produk pedesaan dan daerah, adalah infrastruktur yang tidak mungkin dibangun oleh masyarakat, sehingga produk itu berdaya saing di pasar local, nasional, internasional. Mempermudah legalitas (perizinan), merasionalkan pungutan resmi, menghilangkan pungli.
Kalau satu visi dalam diversifikasi produk ini, dalam waktu dekat akan lebih banyak keaneka-ragaman produk di pasar, yang mengisi pasar dalam negeri dan ekspor, serta berkurangnya ekspor, lebih tinggi perumbuhan ekonomi daerah dan nasional, berkurangnya pengangguran, bertambahnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya orang miskin, kata kunci kordinasi dan keterpadua, ingat filsafat sapu lidi. Dengan mengunakan filsafat sapu lidi, rasanya tidak ada yang tidak bisa, kecuali kalau Allah berkehendak lain. [Dasril Daniel, Jambi, 10/02/09]
Selasa, 10 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar