Jumat, 22 Mei 2009

KITA CINTA MAKANAN TRADISONAL

Makanan tradisonal adalah hasil kreativitas nenek moyang bangsa sendiri, yang selalu dimodifikasi oleh anak cucunya yang kreativ dari dulu sampai sekarang, mungkin bisa belanjut pada masa yang akan datang. Berlanjut atau tidak sangat tergantung pada kita, kalau kita bangga dan senang mengkonsumsi makanan tradisonal itu, tentu akan berlanjut, tatapi makanan tradisonal tidak kita pada tempat yang terhormat dalam hati dan lidah kita, maka makanan tradisonal itu akan punah.

Sekarang masih berlanjut krativitas itu, karena orang yang mencintainya masih banyak, bagaimana dengan generasi yang akan datang. Seseorang akan sangat senang dengan makanan yang biasa dimakannya waktu kecil dan remaja. Anak cucu kita saat ini sudah kita latih sengaja atau tidak dengan makanan dan kuliner asing, maka ketika mereka dewasa, mereka akan mencintai dan bangga dengan makanan dan kuliner asing, jangan salahkan anak cucu kita tersebut, karena kita yang membuat mereka seperti itu waktu mereka anak-anak.

Makanan tradisonal umumnya mengunakan bahan baku dan bumbu yang ada dilingkungannya, sehingga kalau kita cinta, bangga dan mengkonsumsi makanan tradisonal, dan mewariskan kebanggaan tersebut kepada anak cucu, artinya kita cinta kepada produk dalam negeri.

Cinta pada produk pangan tradisonal berarti menciptakan lapangan usaha bagi usaha kecil, pertanian di pedesaan, menciptakan lapangan pekerjaan diberbagai sektor terutama usaha kecil. Orang pintar mengatakan ekonomi kerakyatan. Ekonomi tidak dengan berteriak dimimbar politik, tatapi dengan perbuatan nyata, kendati dengan mengkonsumsi makanan tradisonal, buah dan sayur lokal.

Kalau ada diantara kita yang tidak cinta dengan makanan tradisonal, artinya kita mau merawat warisan nenek moyang kita.

Tidak cinta dengan makanan mungkin kita menjadi Malin Kundang Modern, yang durhaka kepada Ibu Pertiwi, Ibu Pertiwi kita tidak akan mengutuk kita, tetapi kita yang menciptakan kutukan untuk kita sendiri dengan mencipatakan pengangguran, kemiskinan, urbanisasi dan bisa-bisa menjadi kerusuhan sosial. Malin Kundang Modern menciptakan kutukan sendiri.
Sebaliknya, bila kita bangga dengan makanan tradisonal kita, maka makanan tradisonal kita bisa masuk pasar global, bukan tidak ada, kendati sekalanya masih kecil, seperti rendang padang, sate madura, gado-gado betawi, atau restoran padang.

Terpulang kepada kita, akan menjadi Malin Kundang Modern, atau makanan atau kuliner tradisonal merambah pasar global yang setara dengan ayam goreng, roti bantat, roti lapis sayur daging dari negeri sono-no, apa kurangnya kita, tidak banyak, yaitu sebagian diantara kita bermental anak jajahan, bangga dengan produk asing dan selain itu kita banyak tahu yang baik tetapi tidak mau berbuat baik atau kita memang Malin Kundang Modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar