Sabtu, 23 Mei 2009

ANDAI KATA SAYA JADI BUPATI

Siapapun bisa mengandai-andai, andai-andai itu suatu lamunan, tidak ada yang bisa melarang, itu betul-betul hak azazi manusia yang paling azazi, dan tidak perlu perlindungan KOMNAS HAM, atau KOMISI HAM PBB, tentu kalau lamunan itu ada dalam hati atau pikiran, tetapi kalau lamunan itu diucapkan dengan lisan atau ditulis, agak punya resiko di cimeehkan orang dengan kata-kata populer “sipungguk ridukan bulan” atau mersi (miring sedikit), atau dikatakan orang gila. Jadi orang gila juga enak barangkali, karena tidak dimakan hukum, orang gila kalau korupsi, tidak berurusan dengan KPK, orang gila membunuh tidak masuk lapas, paling masuk rumah sakit jiwa. Jadi orang gila adalah status yang paling hebat, sakitnya orang gila tidak ada yang dipercaorang.

Kali ini saya melamun jadi bupati. Saya bagi lamunan saya pada anda semua, lamuan itu antara lain:

1.Semua mebel yang ada di ruang kerja saya, semuanya buatan daerah tersebut, kendati penampilanya sederhana, saya akan pakai, dan begitu juga mebel dikantor SKPD, dan kantor instasi pusat di daerah. Pada mebel tersebut dicatumkan kata “buatan kabupaten anu”. Mungkin mebelnya kualitas dan desain masih kurang, saya tugaskan, dinas yang menangani industri untuk membina dan diadakan pelombaan desain mebel.

2.Pada rapat, harus mengkonsumsi kuliner tradisonal kabupaten tersebut, yang bahan bakunya tersedia di kabupaten tersebut, termasuk menyuguhkan kepada tamu kehormatan kabupaten. Kalau penampilanya sederhana, atau rasa kurang berkenan dengan selera orang luar, saya minta Tim Gerakan PKK, dan SMK jurusan boga, untuk mengadakan modifikasi dan perlombaan. Dan saya akan tegas, akan melarang kuliner yang berbahan baku terigu, yang seratus persen impor, untuk urusan pribadi teserah saja.

3.saya akan menggunakan mobil butan dalam negeri, dan melarang pembelian mobil yang build up impor, termasuk untuk kendaraan tamu.

4.Pengadaan barang keperluan dinas menggunakan produksi dalam negeri, tidak ada komponen bangunan yang menggunakan bahan impor, karena semuanya sudah ada buatan dalam negerinya, sepanjang produksinya buatan lokal, harus menggunakan buatan lokal


5.Saya akan copot kepala SKPD yang dalam pengadaan barangnya mengunakan barang impor, sepanjang buatan dalam negerinya ada, dan inspektur daerah akan saya perankan untuk mengecek kebenaranya, yang dibantu oleh Dinas terkait seperti PU dan Peridustrian untuk membatu pengecekan barang dan bangunan. Sertiap kotrak dengan pihak ketiga harus mencantumkan penggunaan produksi dalam negeri. Ternya ada, maka barang tersebut dikembalikan, bahan bangunan diganti atas tanggungan pemborong karena melanggar kontrak.

Kepala unit vertikal yang saya tidak berwenang menggantinya, bila ketahuan tidak menggunakan kuliner tradisonal, mebel lokal, menggunakan produk impor, sedangkan produksi dalam negerinya ada saya usulkan untuk diganti, karena tingkat rasa nasinalnya rendah, tidak peduli dengan produksi dalam negeri dan produk lokal, artinya orang yang tidak pantas jadi pejabat. Orang bermental anak jajahan tidak pantas menjadi pemimpin di negeri ini.

5.Pada setiap hari tertentu, semua pegawai negeri di Kabupaten yang saya pimpin, harus pakai batik, dan setiap acara informal saya akan menggunakan batik temasuk istri saya, dan mencantumkan setiap undangan acara informal, agar undangan mengenakan batik atau pakaian tradisonal yang sesuai dengan keadaan. Batik dan pakaian tradisonal adalah lambang nasionalisme dan produksi dalam negeri. Saya akan kembangkan batik di daerah saya, dengan ragam hias lokal, kendati mutunya kurang baik, saya akan pakai, dan saya menghimbau pejabat mengenakan batik dengan ragam hias terdisonal dan buatan kabupaten saya itu, bila produksi telah memungkinkan, saya akan wajibkan pegawai negeri mengenakan batik lokal pada hari tertentu.

6.Saya akan hilangkan pakaian dinas yang mengarah seperti pakaian militer, pakai polet dan kantong tertutup. Pakaian dinas saya sesuaikan dengan tugas-tugas khusus, guru tidak pakai uniform, puskesmas, rumah sakit uniformya disesuaikan sebagai dengan dengan tugasnya sehari-hari. SARPOL PP tidak mengenakan uniform seperti Brimob, atau tentara, yang bisa mempengaruhi ia bertinda. Pakaian itu adalah komunikasi non verbal yang bisa mempengaruhi pemakainya dan orang lain, melalui pakaian saya ciptakan birokrasi yang dekat dengan rakyat, pelayan yang baik dan santun, bukan seperti legiun asing dalam perang

Azan Magrib berkumandang, lamunan saya hentikan [Jambi, 23/05/09]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar