Bulan-bulan terakhir ini seluruh Warga Negara Indonesia tersita dan disita perhatiannya untuk menentukan calon pemimpin bangsa, siapa yang akan dipilih diantara warga kita sendiri untuk memipin kita lima tahun ke depan.
Kalau kita mempelajari ilmu kepemimpin, kriteria sangat banyak, namun pada tulisan ini saya akan mengemukaan kesederhanaan.
Merumuskan kesederhanaan itu tidaklah mudah, karena kata-kata sederhana kata-kata relatif, sulit merumuskannya. Namun menurut saya sederhana mengkonsumsi sesuatu sesuai kebutuhan, tidak berlebihan atau boros.
Pertanyaan mengapa hidup harus sederhana? Dari sisi agama setahu saya semua agama menganjurkan untuk hidup sederhana atau tidak berlebih-lebihan, tetapi saya tidak membahas dari sisi agama, karena bukan bidang yang saya kuasai, tetapi dari sisi yang lain.
Orang yang hidup berlebih-lebihan, akan mengkonsumsi atau menggunakan barang jauh melebihi dari kebutuannya. Hidup sederhana bukan berarti tidak perlu pakai mobil, televisi, komputer, rumah, dan lain sebagainya, tetapi cukup untuk kebutuah dan peralatan itu fungsional, dan dapat digunakan secara optimal.
Satu keluar butuh dua mobil, ya cukup memiliki dua mobil saja, kemudian memliki satu rumah seluas 100 meter2, halaman tidak terlalu luas, pakaian tidak terlalu banyak, bisa dipakai berkali-kali, bukan setiap penampilan harus berpakaian baru. Kendati mampu membeli.
Orang yang hidup sederhan adalah orang yang rasional, sehingga semua harta benda miliknya dapat digunakan secara optimum, untuk itu ia tidak berkeinginan memiliki semuanya, seperti tidak perlu memliki villa yang luas dengan halaman yang luas, tetapi cukup menyewa saja, karena akan digunakan tidak setiap hari.
Jadi orang yang sederhana menggambar orang itu rasional, orang yang mempu mengendalikan hawa nafsu, jadi pemimpin perlu rasional, dan perlu mampu mengendalikan diri, karena untuk mengendalikan pengikutnya harus rasional. Orang yang tidak mampu mengendalikan diri orang tersebut tidak akan mampu pula mengendalikan orang lain. Orang yang tidak mampu mengendalikan diri ia akan memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
Hidup sederhana, orang yang dalam hidupnya tidak banyak menggunakan barang-barang, artinya orang yang tidak banyak menggunakan sumberdayaalam dan energi.
Kita renungkan satu mobil sedan, membutuhkan baja lebih dari satu ton, satu ton baja berton-ton batu yang mengandung besi yang ditambang, berapa luas lahan yang harus dikorbankan. Untuk mengolah besi mejadi satu mobil berapa megawatt listrik digunakan, atau berapa ton solar yang dibakar, dan hasil perapa karbon dioksida yang dilepas ke angkasa, yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Lahan yang dibuka untuk tambang hutan harus digundul, lingkungan rusak yang menyebabkan longsor, sulitnya air untuk pertanian yang juga akan menyensarakan petani.
Kita analisa lagi besi beton yang digunakan untuk membangun rumah, villa, beserta pagar, berapa lagi hutan dirusak, banjir yang ditimbulkan, gan rumah kaca yang terlempar ke udara, petani dan orang lain yang terganggu kehidupannya.
Untuk membangun rumah, berapa puluh ton bata, tanah liatnya diambil dari alam dan kerusakan lingkungan.
Bangunan membutuhkan semen puluhan ton, pasir, koral, sama halnya dengan besi beton, bata, dihasilan dari tambang, merusak alam. Jadi orang hidup yang tidak sederhana adalah orang perusak alam, apakah wajar kita memilih pemimpin orang yang senang dan besenang-senang dengan merusak lingkungan dan menyesengsarakan orang lain. Sedangkan pemimpin dalah orang yang mesejahteraan orang lain.
Orang yang bermewah-mewah biasanya punya halaman rumah dan villa mempunyai halaman yang luas-luas, artinya dengan kemampuan pribadinya ia mengurangi kesempatan kepada orang lain untuk mendapatkan lahan untuk dapat hidup layak, kata ekstrimnya, orang yang memliki rumah dengan halaman sangat luas adalah pencipta atau mendorong terciptanya tuna wisma atau gelandangan.
Halaman villa yang sangat luas di pergunungan, artinya mengurangi kesempatan petani untuk berusaha, rusaknya tata air, artinya orang yang bermewah-mewah orang yang meyesengsarakan petani.
Kalau diteruskan lagi analisisnya, akan sangat panjang sekali, anda akan bosan membacanya, merampas hak anda untuk menganalisis lebih lanjut.
Orang yang bermewah, mewah adalah orang yang hedonis, tak peduli dengan orang lain. Orang yang bermewah-mewah orang yang menganut pahan kapitalis, leberalis, atau neo liberal, dia akan mengambil segalanya, karena ia mampu. Dengan kemapuannya ia mengalahkan orang lain dan menyesengsarakan orang lain, menyebabkan kerusakan alam global, kemiskinan global.
Pertanyaan adalah apakah kita wajar memilih seorang pemimpin yang bermewah-mewah dengan kekayaanya, sebaliknya apakah kita tidak pantas memilih orang yang sederhana. Ditambah lagi orang yang sederhana tidak tergiur untuk menumpuk-numpuk harta, artinya orang sederhana tidak tergiur untuk korupsi.
Kaya tidak dilarang, agamapun tidak melarang orang menjadi kaya, tetapi orang yang sederhana, kekayaannya bisa mensejahteraan orang lain dengan membayar pajak dan zakat. Uang yang berlebih disimpan di Bank, berputar dan diputarkan oleh orang lain menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja untuk orang lain.
Manusia adalah khalifah dimukan bumi, kita ini pemimpin ditataranya, sekurang menjadi pemimpin untuk dirinya, makan wajib hidup sederhan, mencelakai orang lain hidup bermewah-mewah. Tidak wajar memilih pemimpin yang hidup berlimpah kemewahan, karena ia akan menajdi idola banyak orang, artinya kita akan mengembangbiakan virus kesengsaraan kepada banyak orang terutama orang yang lemah dimana saja ia berada. [Dasril Daniel, Jambi, 5 Juni 2009)
Jumat, 05 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar