Minggu, 10 Oktober 2010

BERITA YANG SANTUN

Pada harian Kompas terbitan tanggal 23 Maret 2010, ada berita dengan judul KESETIAAN PETANI PUDAK MENJAGA PADI. Wartawan Kompas, dengan apik dan pilahan kata yang santun telah berhasil mengambarkan perjuangan dan usaha-usaha seorang petani sawah mengatasi kesulitan hidup dan kesulitan becocok tanam padi sawah, dengan segala masalah dan tantangannya.
Pada berita tersebut seorang ibu tani bernama Warni bersama keluarganya berupaya merintis mencetak sawah baru di lahan tidur di desa Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Pada berita tersebut betapa sulitnya Warni mencetak sawah baru dengan peralatan seadanya, serta kesulitan-kesulitan mendapatkan pupuk, benih, pestisida karena modal yang dimilikinya sangat terbatas untuk menggarap sawah yang tidak begitu luas.
Kesulitan lain datang ketika padi sudah menguning, serangan hama burung pun tiba, dimana Warni harus berjuang lagi untuk menghalau burung. Pada berita tersebut juga dikemukakan berbagai teknologi untuk mengahalau burung, dari bersorak-sorak sambil berlari, menggunakan katapel dengan peluru bongkahan tanah liat, menggunakan orang-orangan sawah dengan tenaga penggerak angin, sampai menggunakan jaring untuk menutup hamparan padi yang harganya mahal dan tidak terjangkau oleh Warni.
Pada tulisan itu juga dikemukakan Nani anak Warni yang akan menamatkan pendidikan di sekolah menengah pertama, yang atahun ini akan memasuki sekolah menegah atas dan tentu membutuhkan dana yang besar untuk keluarga Warni.
Warni yang mempunyai jiwa kemandirian, dia berharap harga gabah hasil panennya dapat laku dengan harga tinggi kelak, dengan uang tersebut akan digunakan untuk membiayai anaknya untuk masuk sekolah baru di tahun ajaran baru.
Tidak sedikitpun Warni menyesali keadaan dan menuntut kepada pemerintah, mungkin ada jiwa kemandirian dari Warni, atau memang tidak dipancing oleh wartawan dengan pertanyaan-pertanyan yang menjurus kepada jawapan sesuatu itu tanggung jawab pemerintah, rakyat yang sangat tergantung kepada pemerintah, atau semua dosa adalah dosa pemerintah.
Berita yang santun, tidak cengeng, tidak tergantung pada pemerintah dan tidak menuntut kepada pemerintah itu saat ini sudah langkah diterima malau media massa, karena banyak wartawan mengarahkan pertanyaan-pertanya seperti itu.
Di lain pihak, timbul pertanyaan, apakah berita seperti ini akan sensitifkah penjabat birokrasi dan legislatif menerimanya, karena setiap hari menerima berita yang keras, sehingga perasan sudah bebal, sehingga berita ini bisa dianggap angin lalu saja.
Seharusnya tidak demikian, berita-berita yang santun seperti ini harus diperhatikan, agar berkembangan lagi komunikasi dengan santun, tidak dengan kritik pedas yang menyakitkan. Apa yang harus diperbuat dengan berita atau informasi yang disampaikan secara santun ini.
Kemudian, ada hal yang mengelitik, berapa besar kerugian petani akibat hama burung, teknologi apa yang dapat digunakan yang murah dan tidak membuat petani sangat susah untuk menghalau burung pipit di sawah.
Teknologi untuk menghalau burung ada dengan gelombang suara pada frekwensi tertentu, seperti yang digunakan di bandara untuk pengamanan penerbangan, apakah mungkin juga digunakan oleh petani disawah. Tentu jawabanya bisa ya bisa tidak. Kalua ada aliran listrik tentu bisa, tetapi bagi sawah yang jauh dari jaringan listrik tentu tidak. Disamping itu harga tentu sangat mahal.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ahli teknologi suara, elektronik kita sudahkah melihat ada kebutuhan teknologi tersebut dengan menggunakan tenaga surya atau angin dan mungkin hibrid antara surya dan angin, sehingga bisa digunakan disawah terpencil. Tantangan bagi teknolog, lembaga penelitian dan perguruan tinggi
Sungguh berita atau informasi yang ditulis oleh Rita Tambunan yang menggunakan pilihan kata yang santun itu bisa mengugah banyak pihak untuk berbuat, dan bisa menjadi inspirasi juga bagi orang-orang desa.
Tulisan santun seperti itu bisa dicerna oleh orang-orang yang berjiwa halus, punya tanggung jawab dan kreatif, dan berita itu juga bisa ditulis oleh orang yang punya kehalusan budi.[Dasril Daniel, 25 Maret 2010]***